In Memoriam Usman Nukma: Ayo' Jalan, Kita Ngopi


Penulis, Suwardi Thahir (kanan) ngopi bersama almarhum Usman Nukma, di Tanaris Coffe, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat, 28 Februari 2020. Usman Nukma (Sekretaris PWI Sulsel) meninggal dunia, Senin, 22 Juni 2020. (Dokumentasi Pribadi Suwardi Thahir)




-----

PEDOMAN KARYA
Selasa, 23 Juni 2020


In Memoriam Usman Nukma (1):


Ayo’ Jalan, Kita Ngopi



Oleh: Suwartdi Thahir
(Wakil Ketua PWI Sulsel / Pengajar Jurusan Komunikasi Universitas Fajar Makassar)


Usman Nukma, Sekretaris  PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sulsel yang berpulang ke Rahmatullah pada Senin malam, 22 Juni 2020, adalah sahabat yang akrab, empati dan rendah hati. Semoga arwahnya mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. .

Februari 2020 sebelum Covid-19 merajalela, kami berkeliling kota Palu dan meninjau proyek huntap yang sedang dia kerjakan.

Saya baru saja tiba di kota Palu setelah melakukan perjalanan darat dari Kabupaten Parigi Moutong (Parimo). Tiga hari di Parimo untuk kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKM) dan ingin melanjutkan perjalanan ke Kolaka dengan pesawat pagi sehingga harus bermalam di kota Palu.

Jumat petang, 28 Februari 2020, saya ingin beristirahat. Namun, Usman langsung nyelonong masuk kamar hotel yang tak terkunci.

“'Nggak usah istirahat bro. Ayo’ jalan, kita ngopi,” katanya sedikit memaksa.

Saya tak mampu menolaknya, maka petang itu kami berdua berkeliling Kota Palu dan nongkrong di Tanaris Coffe hingga pukul 20.45 Wita.

Tanaris Coffe, milik seorang tokoh di Palu memang representatif sebagai tempat nongkrong, karena menu dan fasilitasnya mendukung, terutama tempat ibadah. Banyak hal yang kami bicarakan hingga tak terasa sudah dua kali kami ke mushallah untuk melaksanakan shalat, yakni shalat magrib dan shalat isya.

Setelah puas mengobrol dan berdiskusi di Tanaris, kami kemudian beranjak untuk melanjutkan perjalanan melihat-lihat kota Palu di malam hari. Sebagai pendatang pascagempa, Usman tampak sudah menguasai jalan dan gedung-gedung di Kota Palu.

Sembari menyetir, dia menunjukkan gedung-gedung yang belum direnovasi dan masih kelihatan “tulang besinya” akibat gempa. Dia membawa saya melewati beberapa lokasi dalam kota yang disapu atau “'bergoyang'” saat gempa.

Setelah cukup lama berkeliling, kami lalu membelok ke lokasi Pembangunan Hunian Tetap (Huntap) untuk pengungsi korban gempa di seputaran Unversitas Tadulako.

Hingga larut penulis dan Usman berada di  lokasi proyek, berkeliling melihat pekerja yang bekerja dengan peralatan di tangan, mengecat, memasang tegel, dan membenahi material yang ada.

Di lokasi yang berada di ketinggian, kami menyesap cahaya malam sekaligus menikmati hawa panas dari laut melewati kota Palu terbawa udara.

“'Kalau pagi pemandangan alam di sini sangat bagus. Bisa melihat gunung dan laut sekaligus. Udaranya juga bersih,” kata Usman berpromosi.

Lokasi Huntap untuk korban gempa ini berada di belakang Universitas Tadulako. Pemerintah menyatakan kawasan ini status hijau yang berarti peruntukannya bisa untuk  pemukiman.

Pasca gempa, banyak lokasi diberi tanda merah yang berarti dilarang untuk membangun karena struktur tanah dan elevasinya tidak cocok untuk mendukung kehidupan sosial di atasnya.

Di kawasan Huntap, kata Usman, akan dibangun berbagai fasilitas untuk mendukung  kehidupan sosial, ekonomi, kesehatan dan aktivitas olah raga. Semua akan ditunjang sarana transportasi, fasilitas umum, bahkan mall.

“Lokasi ini kelak akan menjadi kota baru yang bernilai ekonomi tinggi,”' ungkapnya.

Di kawasan ini akan dibangun ribuan unit rumah dan proses landclearing sudah puluhan hektar. Fasilitas jalan dalam kawasan yang dulunya hutan ini cukup lebar, sebagian sudah beraspal. Tegangan listrik tersedia, dan instalasi air bersih yang cukup untuk semua penghuni dalam proses penyelesaian.

“Konstruksi bangunan  tahan gempa,”' kata Usman.

Material bangunan sebagian besar didatangkan dari Jawa karena spesifikasi khusus. Namanya Conwood.

Rumah ini memiliki kelebihan, berupa waktu pembangunan yang singkat. Satu rumah butuh 12 hari dengan spesikasi tahan gempa, tahan api, tahan rayap, ramah lingkungan, dan nol persen kayu. Rumah Conwood tipe 36 ini dinyatakan lolos uji tahan gempa dari ITB.

“Arsitekturnya cantik, tahan lama, nyaman, bersih, dan sehat,” tambah Usman.

Setiap bangunan memiliki dua kamar tidur, dapur, toilet dan ruang tamu. Luas tanah 10 m x 15 m berdiri tunggal. Huntap yang ditangani Usman merupakan bantuan memerintah Filipina dan rakyat Brunei Darussalam yang disalurkan melalui “The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Center)”, lembaga yang bertugas sebagai pusat koordinasi dan informasi penanganan bencana di kawasan ASEAN.

Lokasi yang sudah disediakan pemerintah ini, rencananya akan dilengkapi dengan sejumlah fasilitas umum maupun sosial, di antaranya pasar, perkantoran, dan sekolah, termasuk rumah sakit dan balai rehabilitasi narkotika.

Di Perkampungan ASEAN juga segera akan dibangun mushallah bantuan dari Brunei Darussalam. (bersambung)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama