Layanan Perpustakaan Ramah Anak


Perpustakaan ramah anak menyediakan ruang bagi anak-anak untuk membaca, memajang poster menarik, dan didampingi oleh pengelola atau guru saat berada di dalam ruangan perpustakaan. 

 




------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 13 Agustus 2020


OPINI


Layanan Perpustakaan Ramah Anak



Oleh: Heri Rusmana
(Pustakawan Madya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan)


Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi (DPK) Sulawesi Selatan menaruh perhatian besar terhadap anak-anak. Karena itu, setiap Hari Anak Nasional (HAN), biasanya diadakan acara khusus yang bertemakan anak-anak, seperti mendongeng, lomba menggambar, dan kegiatan lain yang mendorong kreativitas anak.

Namun, akibat pandemi Covid-19, pada HAN 23 Juli 2020, kegiatan-kegiatan yang memberikan keceriaan kepada anak-anak itu, tidak diselenggarakan. Pasalnya, ada kebijakan pembatasan sosial yang mesti dipatuhi demi memutus mata rantai persebaran virus corona.

Perpustakaan dan anak-anak bagai dua sisi dari keping mata uang. Sulit menyebut perpustakaan tanpa kehadiran anak-anak. Boleh dikata, semua perpustakaan, baik di provinsi maupun di kota dan kabupaten, menyediakan layanan khusus bagi anak-anak.

Lalu, bagaimanakah layanan perpustakaan yang ramah anak itu? Disini, penulis mengutip artikel dari Komunitas Taman Bacaan Pelangi (Rainbow Reading Gardens) tentang studi kasus terkait layanan perpustakaan ramah anak.

Dalam artikel itu digambarkan diskusi antara guru dan pemateri pelatihan “Manajemen dan Kegiatan Membaca di Perpustakaan” yang diadakan di SD Negeri 1 Katoi, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.

Dalam artikel itu, perpustakaan pertama digambarkan mempunyai banyak buku dengan jenjang berbeda-beda yang dipajang di rak-rak buku. Perpustakaan menyediakan ruang bagi anak-anak untuk membaca. Beberapa poster menarik dipajang. Anak-anak bisa meminjam buku setiap hari. Guru berkeliling dan mengamati anak-anak saat membaca untuk memastikan mereka membaca. Guru memberitahu anak-anak untuk mengembalikan buku yang dipinjam ke perpustakaan setelah tiga hari.

Perpustakaan kedua digambarkan memiliki banyak buku dengan jenjang berbeda-beda yang dipajang secara teratur di rak-rak. Ada ruang bagi anak-anak untuk membaca. Setiap karya anak ditempelkan di dinding. Anak-anak bisa meminjam buku setiap hari. Guru berkeliling untuk mendengarkan anak membaca, dan menunjukkan letak kesalahan mereka. Guru menyuruh anak yang terlambat mengembalikan buku berdiri di depan kelas, sehingga murid lain tahu siapa saja yang belum mengembalikan buku.

Berikutnya, kondisi perpustakaan ketiga digambarkan bahwa perpustakaan punya banyak buku dengan jenjang berbeda-beda yang dipajang di rak. Ada ruang bagi anak-anak untuk membaca. Anak-anak bisa meminjam buku sekali seminggu. Tidak ada karya anak yang dipajang. Guru berkeliling dan mendengarkan anak ketika membaca, dan memuji upaya mereka dalam hal membaca. Guru membantu anak yang kurang pandai untuk memahami kata-kata sulit yang ditemui saat membaca. Guru memberi piagam kepada anak yang meminjam paling banyak buku pada setiap semester.

Dari ketiga perpustakaan itu, manakah yang paling disukai oleh anak-anak? Ternyata, hampir semua peserta pelatihan memilih perpustakaan pertama sebagai perpustakaan yang paling diminati oleh anak-anak.

Alasanya, karena ketersediaan buku-buku, poster yang menarik, dan anak dapat meminjam buku setiap hari.

Pemateri kemudian menjelaskan bahwa perpustakaan ramah anak itu bukan hanya tentang buku yang banyak, poster yang menarik, serta peminjaman buku yang bisa dilakukan setiap hari.

Sikap pengelola perpustakaan dalam memberikan pelayanan, itulah kuncinya. Sekalipun gedung perpustakaan terlihat mewah dengan fasilitas yang lengkap, namun bila pengelolanya ketus, sering marah, dan kasar ketika menegur, maka dipastikan perpustakaan itu tidak akan dikunjungi anak-anak.

Pengelola perpustakan, sebagaimana digambarkan pada perpustakaan ketiga, tentu juga akan disenangi anak-anak karena perlakuannya yang penuh perhatian. Pengelola responsif dengan sesekali berkeliling melihat atau mendengarkan anak ketika membaca, dan memuji upaya yang dilakukan oleh anak-anak sebagai motivasi.

Pengelola membantu anak yang kurang bisa memahami isi bacaan atau menemukan kata-kata sulit dengan penuh kesabaran. Pengelola memberi apresiasi berupa piagam kepada anak yang meminjam buku paling banyak pada tiap semester sebagai strategi mendorong gerakan literasi membaca.

Setelah berdiskusi melalui tiga contoh kasus yang diberikan, peserta pelatihan menyadari bahwa faktor utama perpustakaan disukai dan diminati oleh anak-anak bukan semata-mata karena fasilitas yang bagus dan koleksi buku yang banyak.

Perpustakaan yang paling diminati anak-anak itu, apabila perpustakaan yang kalau kepala sekolah, guru, pengelola perpustakaan, komite sekolah, orang tua, tenaga kependidikan, dan semua orang dewasa lainnya bersikap ramah dan berbahasa tubuh yang positif terhadap anak-anak.

Perpustakaan ramah anak (child friendly library) itu berorientasi demi dan untuk kepentingan terbaik anak. Perpustakaan ramah anak itu memahami betul kebutuhan tumbuh kembang anak, perpustakaan yang dikelola dengan mendengarkan suara atau aspirasi anak-anak sesuai usia dan kematangannya tanpa perlakukan diskriminatif yang berdasarkan gender, ras dan kesukuan, serta status sosial dalam pelayanannya.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan tengah membangun Layanan Perpustakaan Khusus bagi Ibu dan Anak di Makassar atas inisiatif Ibu Hj Liestiaty Nurdin, istri dari Nurdin Abdullah (Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan).

Itu dilakukan demi mempersiapkan anak-anak sebagai generasi masa depan dan itu harus dibarengi dengan menghadirkan perpustakaan ramah anak yang terbaik, karena di tangan anak-anak itulah peradaban bangsa ini digantungkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama