Kerakusan kepada Kekuasaan Hilangkan Jati Diri dan Nurani

KERAKUSAN kepada dunia, termasuk kepada kekuasaan, menjadikan manusia kehilangan jati diri dan nurani, buta dengan nilai kebenaran dan kejujuran. Dorongan ketamakan menjadikannya kehilangan rasa malu dan sensitifitas dalam mendemonstrasikan berbagai kebohongan, keculasan dan ketidakjujuran bahkan dengan berbagai rekayasa justifikasi yang dimanipulasi.

 

-------

PEDOMAN KARYA

Selasa, 23 April 2024

 

Kerakusan kepada Kekuasaan Hilangkan Jati Diri dan Nurani

 

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi

(Diaspora Indonesia di Kota New York)

 

Saya menuliskan ini karena teringat sebuah cerita yang terjadi antara pelari marathon dari Kenya dan dari Spanyol dalam sebuah kompetisi marathon beberapa tahun lalu. Dalam kompetisi marathon itu, pelari Kenya Abel Mutai, berada di garis terdepan dan hampir dipastikan memenangkan marathon itu. Akan tetapi beberapa jarak dari garis finish Abel agak bingung dan menyangka jika dia telah sampai di garis finish. Dia pun berhenti.

Sementara itu di belakangnya pelari Spanyol, Ivan Fernandez, mengikutinya dengan cepat. Di saat dia melihat lawan larinya itu berhenti dia pun berteriak, berhenti dan mendekatinya. Diambilnya tangan dia dan diajak berlari bersama. Mendekati garis finish, Ivan sengaja lari lambat untuk memberikan kesempatan kepada Abel mencapai garis finish sebelum dirinya. Abel pun memenangkan marathon itu. Sementara Ivan harus puas di posisi kedua.

Di saat wawancara Ivan ditanya oleh wartawan: “Mengapa Anda melakukan itu?” Dia jawab: “Mimpi saya adalah untuk melihat suatu ketika kita hidup dalam bermasyarakat saling mendorong untuk sukses dan menang Bersama.”

Wartawan kembali bertanya: “Tapi kenapa Anda membiarkan orang Kenya itu memenangkan pertandingan?” Dijawabnya: “Saya tidak membiarkan dia menang. Dia memang harusnya menang. Pertandingan ini memang dimenangkan oleh dia.”

Wartawan kembali seolah memaksa Ivan untuk memberikan jawaban yang berbeda: “Tapi Anda harusnya menang”. Ivan melihat padanya dan menjawab: “Tapi lalu apa nilai kemenangan saya? Kemuliaan apa yang akan saya dapatkan dari kemenangan yang tidak seharusnya? Dan bagaimana Ibu saya menanggapinya?”

Beginilah nilai (kebenaran dan kejujuran) yang seharusnya ditransfer dari generasi ke generasi. Nilai apa yang kita ajarkan kepada anak-anak dan generasi pelanjut kita dengan berbagai ketidakjujuran yang dipertontonkan tanpa malu dan dengan muka tebal kepada masyarakat luas?

Kerakusan kepada dunia, termasuk kepada kekuasaan, menjadikan manusia kehilangan jati diri dan nurani, buta dengan nilai kebenaran dan kejujuran. Dorongan ketamakan menjadikannya kehilangan rasa malu dan sensitifitas dalam mendemonstrasikan berbagai kebohongan, keculasan dan ketidakjujuran bahkan dengan berbagai rekayasa justifikasi yang dimanipulasi.

Sesungguhnya perilaku kebohongan dan ketidakjujuran bukan sekadar memalukan dan menjijikkan, melainkan menjadi racun yang mematikan nurani dan rasa kemanusiaan generasi bangsa.

Bahwa dengan mempertontonkan berbagai penyelewengan, kecurangan dan kebohongan, yang kemudian dibungkus dengan berbagai pembenaran yang direkayasa, menjadikan bangsa dan generasi masa depan mewarisi perilaku buruk yang berkepanjangan.

Pada akhirnya jika ini dibiarkan berlanjut, bangsa itu akan menjadi bangsa yang bercirikan, berkarakter, bahkan beridentitas kebohongan, manipulasi dan perilaku culas. Bangsa yang akan tenggelam dalam jurang kehancurannya.

Bangsa yang kerap melakukan berbagai rekayasa yang merusak, yang mengantar kepada kehancuran diri sendiri (self destruction). Namun secara terus menerus merasa benar dan mengaku melakukan kebaikan.

Perilaku seperti ini dalam bahasa Al-Qur’an menjadi bagian dari “kemunafikan.” (Al-Baqarah: 11-12). Semoga Allah menjaga!

 

NYC Subway, 22 April 2024

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama