Istilah Halal Bihalal Sudah Digunakan Muhammadiyah Sejak 1924

SYAWALAN IDUL FITRI. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti, membawakan Hikmah Syawalan Idul Fitri 1445 Keluarga Besar Muhammadiyah Sulsel, di Balai Sidang Muktamar 47 Kampus Unismuh, Jl Sultan Alauddin, Makassar, 20 April 2024. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)

 

-----

Sabtu, 20 April 2024

 

Istilah Halal Bihalal Sudah Digunakan Muhammadiyah Sejak 1924

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Istilah halalbihalal atau halal bihalal atau halal bi halal (saling mengunjungi dan saling maaf memaafkan setelah Idul Fitri, red) sebagai budaya agama berakar kuat sejak lama di Muhammadiyah. Setidaknya tercatat sudah ada sejak 1924.

Akar budaya halal bihalal sudah didokumentasikan dengan jelas di Majalah Suara Muhammadiyah (SM) tahun 1924, dengan istilah Alal bi Alal, dan pada 1926 ada iklan di Majalah Suara Muhammadiyah yang sudah menyebutnya sebagai Halal bi Halal.

“Bukti sejarah berupa publikasi di Suara Muhammadiyah tersebut adalah artefak otentik sejarah Halal Bihalal di Indonesia,” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti, saat membawakan Hikmah Syawalan Idul Fitri 1445 Keluarga Besar Muhammadiyah Sulsel, di Balai Sidang Muktamar 47 Kampus Unismuh, Jl Sultan Alauddin, Makassar, 20 April 2024.

Muhammadiyah dalam beberapa tahun terakhir menggunakan istilah Syawalan yang maknanya sama dengan halal bihalal dan memiliki akar kuat bagi masyarakat muslim Indonesia.

Kalimat yang sering diucapkan atau dituliskan pada Hari Raya Idul Fitri dan pada acara Syawalan atau Halal Bihalal antara lain “minal aidin wal faizin”. Ungkapan ini memiliki makna do’a agar setiap individu dapat kembali kepada fitrahnya yang suci, serta meraih kemenangan melawan hawa nafsu.

Abdul Mu’ti mengungkapkan, asal-usul kalimat “minal aidin wal faizin” tidak berasal dari ajaran Rasulullah SAW, melainkan dari seorang penyair terkemuka asal Andalusia, Shafiyuddin al-Huli. Dalam konteks budaya, Mu’ti menjelaskan bahwa kalimat ini pertama kali diucapkan Al-Huli bersama para perempuan Andalusia yang merayakan kegembiraan saat itu.

“Secara kultural tiap kali Idul Fitri kita mengucapkan ‘minal aidin wal faizin’, ini ungkapan yang berasal dari penyair Andalusia, penyair Spanyol, yang merayakan kegembiraan bersama dengan para perempuan Andalusia pada waktu itu,” terang Mu’ti.

Karena itulah, ungkapan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya umat Islam. Meskipun tidak memiliki dasar hadits yang eksplisit, namun esensinya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Ungkapan ini sebenarnya mengandung doa yang mendalam yakni harapan agar setiap individu menjadi hamba Allah yang kembali kepada fitrahnya yang suci, serta termasuk dalam golongan yang berhasil mengalahkan hawa nafsu dalam menjalani ibadah dan berupaya keras melawan hawa nafsu selama bulan Ramadhan.

Mu’ti juga menambahkan bahwa selain ungkapan “minal aidin wal faizin”, umat Islam juga memiliki tradisi lain dalam mengucapkan selamat Idul Fitri yang berakar dari hadits Nabi, yakni “taqabbalallahu minna wa minkum”, yang berarti “Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan kamu semua, dan terimalah ya (Allah) Yang Maha Mulia.”

Dalam tradisi Islam di Indonesia, katanya, ungkapan tersebut sering ditambahi dengan permohonan maaf lahir dan batin.

“Dengan demikian, kalimat lengkap yang menyemarakkan kegembiraan Idul Fitri adalah taqabbalallahu minna wa minkum, minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Dengan penyatuan tiga ungkapan ini, umat Islam merayakan momen suci dengan do’a dan permohonan maaf yang penuh makna,” tutur Mu’ti. 


Syawalan Setelah Puasa 6 Hari

 

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Prof Ambo Asse, dalam sambutannya juga menyinggung makna Syawalan sebagai silaturrahim yang dilakukan setelah melaksanakan puasa Syawal.

“Setelah puasa Syawal enam hari, muncullah Syawalan,” ungkap Ambo Asse.

Ia juga mengapresiasi kehadiran ribuan warga Muhammadiyah yang menghadiri Syawalan Keluarga Besar Muhammadiyah Sulawesi Selatan.

“Saya menyampaikan terima kasih dan rasa gembira, pada hari ini, alhamdulillah warga persyarikatan Muhammadiyah se Sulawesi Selatan hadir untuk bersilaturrahim,” ungkap Ambo Asse yang sehari-hari juga menjabat Rektor Unismuh Makassar.

Acara Syawalan dihadiri Gubernur Sulsel dan Forkopimda Sulsel, para pimpinan Ortom Muhammadiyah Tingkat Wilayah, para Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Sulsel, Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulsel Dr Mahmudah, para Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah se-Sulsel, para pimpinan perguruan tinggi Muhammadiyah – Aisyiyah se-Sulsel, serta ribuan pengurus, kader, dan simpatisan Muhammadiyah. (asnawin)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama