Mau Kuracuni Suamiku'


"Tapi... Bagaimana caranya? Racun apa mau kupakai? Bagaimana caranya supaya tidak ketahuan? Kalau ketahuan, pasti dipenjaraka'," gumam Yanti. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)


-----

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 05 Desember 2020


CERPEN



Mau Kuracuni Suamiku'



Karya: Asnawin Aminuddin


Yanti merasa sudah tak tahan lagi. Ia tidak mau lagi menjalani kehidupan rumah tangga bersama suaminya, Rahmat.

"Kan belum adapi juga anakku'," gumam Yanti.

Ia kemudian berpikir. Bagaimana caranya ia berpisah dengan suaminya? Apakah ia harus pergi meninggalkan rumahnya? Ataukah ia sekalian membunuh suaminya?

Setelah berpikir agak lama, akhirnya ia memutuskan akan meracuni suaminya.

"Tapi... Bagaimana caranya? Racun apa mau kupakai? Bagaimana caranya supaya tidak ketahuan? Kalau ketahuan, pasti dipenjaraka'," gumam Yanti.

Ia pusing memikirkannya. Akhirnya ia mendatangi ibunya, karena selama ini ibunyalah yang selalu menjadi tempatnya mencurahkan isi hatinya.

"Ma', capekma' kurasa hadapi suamiku'. Tidak mauma' sama dia," kata Yanti.

Ibunya dengan lembut membelai rambut dan wajahnya, disertai pelukan sayang. Yanti merasakan adanya keteduhan dan kegalauan hatinya seperti menghilang seketika.

"Jadi apa mau kibikin nak?" tanya sang ibu.

"Mau kuracuni suamiku'," jawab Yanti dengan tegas.

"Oh, begitu," ujar ibunya.

"Masalahnya sekarang, racun apa mau kupakai? Masalah berikut, bagaimana supaya tidak ketahuan? Kalau ketahuangi, pasti dipenjaraka' to?" kata Yanti.

"Jadi bulatmi tekadta' mau racuni Rahmat?" tanya ibunya dengan suara lembut.

"Iye' bulatmi ma'," tegas Yanti.

"Kalau itu padeng mauta', lakukanmi saja. Kebetulan adaji racunna mama'," kata ibunya.

"Manami padeng ma'?" tanya Yanti.

"Tapi sebelum kiracuni suamita' dan supaya suamita' tidak curiga, dan tidak ada orang yang curiga nanti, aturki' dulu strategi," kata ibunya.

"Iye' ma', bagaimana caranya?" tanya Yanti penasaran.

"Yang pertama, haruski selalu cantik di hadapanna suamita'," kata ibunya.

"Oh, begitu ma'?" kata Yanti dengan nada tanya.

"Kalau selaluki' cantik di hadapanna, pasti senangi dan tidak mungkin curigai," kata ibunya.

"Terus apalagi ma'?" tanya Yanti.

"Rajin-rajinki' juga masak, bikinkangi makanan kesukaanna. Kitau'ji makanan kesukaanna to?" tanya ibunya.

"Baa, kutau'ji ma," jawab Yanti sambil tersenyum.

"Baik-baikki' juga sama keluargana, jadi tidak mungkin curigai to?" kata ibunya dengan nada tanya.

"Oke ma'," ujar Yanti masih sambil tersenyum.

"Janganki' juga boros belanjata'. Kalau tidak penting, janganmaki' beli atau belanja. Yang penting-pentingmo," kata ibunya.

"Siap ma'," potong Yanti tersenyum.

"Pokoknya lakukanmaki' yang terbaik, supaya suamita' senang dan keluarganya juga senang, jadi tidak mungkin ada yang curigaiki' nanti kalau matimi suamita'," tutur ibunya.

"Beres ma'," ujar Yanti dengan mata berbinar-binar.

"Satu bulanmo lakukan ini. Bulan depan datangmaki' lagi di sini ambil racunna mama' untuk racuni suamita'," kata ibunya.

"Oke ma', pulangma' padeng dulu," kata Yanti sambil mencium tangan ibunya, memeluknya dan mencium pipi ibunya kiri dan kanan.

Yanti kemudian melakukan strategi yang dibuat ibunya. 

Ia selalu tampil cantik di depan suaminya, ia rajin memasak, menyapu, mengepel, menyeterika.

Yanti pun rajin memasak makanan kesukaan suaminya, termasuk menyiapkan menu istimewa bila keluarga suaminya datang berkunjung.

Ia pun jarang belanja, padahal biasanya ia boros, bahkan kerap mentraktir teman-teman atau tetangga-tetangganya.

Yanti berubah total dari perempuan yang suka keluar rumah, suka ngerumpi, suka bikin acara kecil-kecilan bersama tetangga atau teman-temannya, menjadi perempuan rumahan.

Ia jarang sekali keluar rumah. Ia yang dulunya malas shalat dan malas mengaji, sekarang jadi rajin shalat dan rajin mengaji, bahkan ia pun rajin puasa Senin - Kamis, dan mulai membiasakan diri shalat dhuha dan shalat malam.

Suatu pagi, seseorang mengetuk pintu rumahnya. Dan betapa kagetnya ia, karena orang yang datang itu adalah ibunya.

Ia langsung mencium tangan ibunya, memeluk dan menciumnya.

"Kenapaki' tidak bilang-bilang. Mestinya itu bilangki', supaya kubikinkanki makanan kesukaanta'," kata Yanti.

Ia pun menggamit tangan ibunya menuju ruang tengah. Di sana ada karpet merah dan meja kecil ala Jepang, ada televisi layar lebar dan ada sofa.

"Tunggu dulu ma', kupanggilki dulu menantuta'. Pasti kagetki juga," kata Yanti tersenyum.

Ibunya mengangguk sambil tersenyum. Tak lama kemudian Yanti muncul bersama Rahmat, suaminya, dan suaminya pun langsung menyalami dan memeluk ibunya.

"Dari manaki' ini ma', kenapa tiba-tibaki' datang dan tidak bilang-bilang," tanya Rahmat.

"Kebetulanji mauka' ke rumahna temanku, jadi sekalianmi kesinika'," jawab mertuanya.

"Ma', sudahmaki' nakasittau Yanti?" tanya Rahmat sambil tersenyum.

"Tidak. Apakah?" tanya mertuanya penasaran.

"Kak, janganki' dulu bilang-bilang," teriak Yanti.

"Apakah ini? Janganki' main rahasia-rahasia deh," desak ibunya.

"Anu ma'..." kata Rahmat sambil tersenyum dan melirik ke arah Yanti.

"Kak, saya pi yang bilang," potong Yanti seraya menggamit tangan ibunya dan membawanya masuk ke kamar tidurnya.

Setelah mengunci pintu kamar, Yanti langsung menangis. Ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk dan mencium pipi ibunya.

"Ma', saya jalankan semua strategi yang kita' bilang bulan lalu, tapi justru hilangmi niatku' mau meracuni Rahmat. Saya tiba-tiba juga jadi rajin shalat dan puasa. Dan satu lagi ma'..." kata Yanti sengaja tidak meneruskan ucapannya.

"Apa itu?" tanya ibunya.

"Apa coba ma'? Cobaki' beng terkai," kata Yanti.

"Ededeh, bilangmaki' deh, janganki' bikin penasarangi mama'," kata ibunya tersenyum.

"Ma', ternyata dua bulanma' tidak haid. Jadi tadi malam, natemanika' Kak Rahmat ke dokter untuk periksa, dan ternyata positif ma'," ungkap Yanti sambil tersenyum bahagia.

"Berarti hamilmaki'?" tanya ibunya.

"Iye' ma'. Alhamdulillah," jawab Maya.

"Alhamdulillah," ujar ibunya seraya memegang perut Maya, dan sebaliknya Maya langsung memeluk ibunya dengan perasaan yang sangat bahagia.

Tombolo, 05 Desember 2020

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama