Menulis Berita Tanpa Konfirmasi

Terus terang saya malu membaca berita ini. Tidak ada konfirmasi sama sekali. Tidak melihat fakta di lapangan. Hanya mengambil informasi yang beredar di media sosial, dan langsung diberitakan. Ini memalukan, apalagi fakta di lapangan tidak seperti yang diberitakan.


 

----------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 16 Januari 2021

 

KOLOM JURNALISTIK

 

 

Menulis Berita Tanpa Konfirmasi

 

 

Oleh : Asnawin Aminuddin

(Wartawan / Pengajar)


Sebuah link berita tiba-tiba jadi pembicaraan di beberapa grup WhatsApp (WA), Sabtu, 16 Januari 2021, karena pemberitaannya dianggap hoax alias bohong.

Media daring itu membuat berita dengan judul, “Tertidur Lelap Saat Gempa Mamuju Sulbar, Satu Keluarga Dokter Tewas Tertimbun”, pada hari Sabtu, 16 Januari 2021.

Terus terang saya malu membaca berita ini. Tidak ada konfirmasi sama sekali. Tidak melihat fakta di lapangan. Hanya mengambil informasi yang beredar di media sosial, dan langsung diberitakan. Ini memalukan, apalagi fakta di lapangan tidak seperti yang diberitakan.

Berita ini jadi pembicaraan di beberapa grup WA Muhammadiyah (Sulawesi Selatan).

Mengapa berita ini jadi pembicaraan di beberapa grup Muhammadiyah? Karena almarhumah Dr adriani Kadir yang sehari-hari bekerja sebagai dokter di RSUD Mamuju, adalah Wakil Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (Nasyiah) Mamuju, serta Ketua Majelis Pembina Kesehatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Barat.

Sementara suaminya, Ir H Salihi Saleh yang sehari-hari bekerja sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Mamuju, adalah Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Muhammadiyah Mamuju, serta Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Barat.

Ada yang mengomentari berita tersebut dengan mengatakan, “Salah satu contoh media penyebar HOAX.”

Komentar tersebut muncul karena media ini menulis, “Seorang dokter bernama dr Andriani Kadir beserta suami dan tiga orang anaknya dikabarkan meregang nyawa di kediamannya sesaat setelah gempa susulan melanda Kota Mamuju.”

“Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Dr Andriani di kota Mamuju, katanya termasuk dokter yg banyak pasiennya termasuk anak2 juga, meninggal dalam rumah bersama suami dan 3 anaknya, yang roboh karena gempa,” ungkap salah seorang netizen Abdurrahman K disalah satu grup Whatsapp.

Faktanya, hanya dua orang yang meninggal, yaitu dr Andriani Kadir, dan anak dari asisten rumah tangganya.

Suaminya, Salihi Saleh, selamat, sedangkan ketiga anaknya kebetulan sedang berada di Jawa karena mereka semua sekolah di Jawa. Jenazah almarhumah dokter Adriani Kadir sudah dibawa ke Rappang untuk dimakamkan.

Informasi tidak akurat dan tidak faktual inilah yang membuat media daring ini dianggap sebagai salah satu media penyebar berita hoax.

 

Kode Etik Jurnalistik

 

Dalam pengantar Kode Etik Jurnalistik disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Dalam pasal satu Kode Etik Jurnalistik, disebutkan “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”

Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

Berita media daring dengan judul, “Tertidur Lelap Saat Gempa Mamuju Sulbar, Satu Keluarga Dokter Tewas Tertimbun”, pada hari Sabtu, 16 Januari 2021, jelas bukan berita yang akurat, karena beritanya hanya didasarkan pada informasi yang beredar di media sosial. Tidak ada konfirmasi, tidak ada pengecekan langsung di lapangan.

Pasal dua Kode Etik jurnalistik berbunyi, ‘Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.”

Profesional diartikan antara lain yaitu menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. Berita di atas bukan termasuk berita faktual, karena tidak sesuai fakta di lapangan.

Dalam pasal tiga Kode Etik Jurnalistik dikatakan, “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”

Berita di atas jelas tidak melalui proses uji informasi.

Kelemahan-kelamahan ini yang sering membuat masyarakat tidak percaya kepada berita media, bahkan kepada media massa, dan menyama-ratakan semua wartawan dan semua media.

Kelemahannya karena banyak media, terutama media daring, yang ingin paling pertama atau paling cepat memberitakan sebuah peristiwa atau sebuah wacana, tetapi mereka kadang-kadang tidak melakukan konfirmasi, tidak melakukan pengecekan di lapangan, serta tidak melalui proses uji informasi, sehingga berita yang disajikan tidak akurat dan tidak faktual.

 

Sabtu, 16 Januari 2021


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama