Umar Usulkan Tawanan Perang Dibunuh, Abu Bakar Berpendapat Lain

Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabat tentang para tawanan. Umar Bin Khattab mengusulkan agar para tawanan itu dibunuh. Sangat berbahaya jika melepaskan mereka, walau keluarganya menebus dengan gunung harta, sebab mereka dapat kembali memerangi kaum muslimin. (int)





---- 

PEDOMAN KARYA

Jumat, 21 Januari 2022

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (81):

 

 

Umar Usulkan Tawanan Perang Dibunuh, Abu Bakar Berpendapat Lain

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

Meninggalnya Ruqayyah

 

Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabat tentang para tawanan. Umar Bin Khattab mengusulkan agar para tawanan itu dibunuh. Sangat berbahaya jika melepaskan mereka, walau keluarganya menebus dengan gunung harta, sebab mereka dapat kembali memerangi kaum muslimin.

Abu Bakar berpendapat lain, yang mengusulkan agar para tawanan dibiarkan ditebus keluarganya, dengan harapan mudah-mudahan suatu saat kelak mereka mau mengikuti ajaran Islam. Lagipula uang yang dibayarkan dapat digunakan untuk melengkapi persenjataan kaum muslimin. Rasulullah ﷺ cenderung pada pendapat Abu Bakar.

Beliau berdiam sementara di luar Madinah, untuk menunggu tebusan dari pihak Quraisy. Para tawanan pun ditebus dengan uang dan mereka kembali bebas, namun setelah itu Rasulullah ﷺ mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sedang mengadakan persiapan penyerbuan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar. Sebagian besar para tawanan bergabung dengan pasukan baru itu.

Akhirnya Rasulullah ﷺ menyadari bahwa saran Umar lebih tepat, tidak pantas bagi seorang Rasulullah ﷺ mempunyai tahanan sebelum menghancurkan musuh-musuhnya di muka bumi.

Setelah itu harta rampasan perang dibagikan dengan rata kepada pasukan. Mereka pun kembali ke Madinah, Rasulullah ﷺ langsung menuju masjid untuk memberitakan kemenangan, serta mengumumkan nama-nama bangsawan Quraisy yang mati.

Setelah itu Rasulullah ﷺ pergi ke rumah Utsman bin Affan untuk menjenguk Ruqayyah, putrinya yang sudah lama terbaring sakit. Utsman bin Affan memang diminta Rasulullah menjaga istri dan anaknya, sehingga Usman tidak mengerti pertempuran Badar.

Saat Rasulullah ﷺ tiba, Usman malah menangis sambil memeluk Rasulullah ﷺ, karena ternyata Ruqayyah telah wafat ketika beliau masih di luar Madinah.

Rasulullah ﷺ diantar ke makam Ruqayyah, beberapa sahabat berusaha menghibur kesedihan yang membebani dada beliau. Mereka menemani pula beliau pulang ke rumah.

Di tengah perjalanan pulang, seorang Yahudi memandang Rasulullah dengan sinis, sambil berkata para bangsawan Quraisy memang tidak mempunyai keahlian dalam perang. Kalau saja kalian berperang melawan kami, kalian baru akan mengetahui bahwa kamilah sebenar-benarnya prajurit.

Para sahabat tidak membalas perkataan sinis itu, karena tidak tega melukai kesedihan di hati Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ pun tidak menghiraukan ejekan dengki itu dan terus melangkah menuju rumah.

 

Dzun Nuraini

 

Setelah duka ditinggal Ruqayyah, Utsman kemudian menikahi adik Ruqayyah, Ummu Khultsum. Ummu Khultsum juga diusir oleh kedua mertuanya, Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil, serta suaminya Utaibah, adik Utbah. Karena menikahi dua putri nabi inilah Utsman digelari Dzun Nuraini, ‘Si Pemilik Dua Cahaya’.

 

Rasulullah Hampir Dikultuskan

 

Sudah beberapa lama putri Rasulullah, Ruqayyah terserang sakit dan tidak kunjung sembuh. Musuh-musuh Rasulullah dari kalangan Yahudi dan orang-orang munafik mulai menyebarkan desas-desus,

“Kalau memang Muhammad itu seorang nabi, tentu ia dengan mudah bisa menyembuhkan penyakit putrinya,” kata mereka.

“Jangan-jangan, dia memang bukan seorang nabi, melainkan tukang sihir,” timpal yang lain.

“Dulu di Mekah, sihirnya berhasil memikat banyak orang, tetapi di sini ternyata tidak mempan,” kata yang lain lagi.

Desas-desus yang beredar gencar, membuat keimanan sebagian orang mulai goyah. Orang-orang munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay semakin bersemangat mengatakan ini dan itu tentang pribadi Rasulullah.

Mendengar itu, sebagian Muslim bangkit amarahnya. Mereka melawan desas-desus itu dengan sanjungan pujian, dan pemujaan kepada Rasulullah.

“Jangankan menyembuhkan penyakit, menghidupkan orang mati pun tentu Rasullulah bisa,” demikian kata mereka.

Mendengar hal-hal seperti itu, Rasullulah ﷺ segera datang dan berkata, “Janganlah kalian menyanjung-nyanjung diriku.”

“Bagaimana kami tidak akan menyanjung dirimu ya Rasulullah, bukankah engkau adalah pemimpin kami semua?” jawab mereka.

Beliau menggeleng. Beliau kemudian berkata bahwa dirinya hanyalah manusia biasa, ia tidak dapat menolak atau menyembuhkan penyakit apabila hal itu memang sudah dikendaki Allah.

Beliau adalah manusia yang juga dapat menangis, tertawa, kepayahan, kesegaran, tidur, marah, senang, lapar, dahaga, makan, dan perlu pergi ke pasar seperti orang lain.

Bahkan Rasulullah sendiri menderita sakit. Seorang tabib dipanggil datang untuk melakukan penyembuhan. Tabib itu melakukan pembekaman agar darah yang mengandung penyakit keluar.

Namun, begitu darah Rasulullah keluar, tabib yang suka menyanjung itu menjilati darah beliau. Segera saja Rasulullah ﷺ melarang tabib itu dengan keras sambil berkata, “Semua darah haram! Semua darah haram!”

Demikianlah, di satu sisi ada orang yang membenci Rasulullah, sementara di sisi lain banyak orang yang justru memuja beliau secara berlebihan.

Sehari sebelum Rasulullah ﷺ  tiba di Madinah, berita kemenangan dibawa oleh Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah dari dua jurusan yang berlainan. Kaum Muslimin segera keluar rumah dan bergembira menyambut kemenangan besar ini. (bersambung)


-----

Kisah sebelumnya:

Abu Jahal Terbunuh, Pasukan Muslimin Raih Kemenangan Gemilang pada Perang Badr Kubra

Do’a Rasulullah pada Perang Badr Kubra

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama