Rasulullah Merindukan Mekah Setelah Menang pada Perang Ahzab

MERINDUKAN MEKAH. Bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, Fatimah menarik kesimpulan bahwa duka Rasulullah ﷺ adalah akibat kerinduan beliau kepada Mekah, tanah air kaum Muhajirin. apalagi saat itu adalah bulan Dzulhijjah, saat musim haji akan segera tiba. (int)
 





------

PEDOMAN KARYA

Rabu, 11 Mei 2022

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (118):

 

 

Rasulullah Merindukan Mekah Setelah Menang pada Perang Ahzab

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

“Dan mereka mengganggu kaum laki-laki dan wanita yang sudah beriman tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, orang-orang itu sebenarnya telah berbuat kebohongan dan dosa terang-terangan.” (Al-Ahzab / 33: 58)

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab / 33: 59)

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar,” (Al-Ahzab / 33: 60)

“dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” (Al-Ahzab / 33: 61)

“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (Al-Ahzab / 33: 62)

Setelah itu, turunlah perintah agar kaum muslimah mengenakan jilbab yang menutup dada,

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (Surah An-Nur 24: 30)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Surah An-Nur 24: 31)

Jilbab artinya pakaian longgar menutup aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangan. Kerudung berarti tudung yang menuntup kepala, leher, dan dada wanita. Hijab adalah tabir atau dinding penutup. Purdah adalah pakaian luar atau tirai berjahit. Cadar adalah penutup wajah sehingga mata saja yang tampak.

Islam mewajibkan jilbab dan kerudung. Hijab hukumnya sunnah, Purdah atau cadar serta sarung tangan tidak diwajibkan.

 

Merindukan Mekah

 

Dalam tahun-tahun pertama di Madinah itu, beberapa muslimah Muhajirin pun sudah melahirkan. Di antaranya adalah putri Rasulullah ﷺ, Fatimah az-Zahra putra pertama Fatimah bernama Hasan, dan yang kedua bernama Husein. Rasulullah ﷺ sangat senang bermain dengan kedua cucunya itu.

Suatu ketika, Rasulullah ﷺ memandangi dalam-dalam Hasan dan Husain yang sedang berlarian di hadapannya. Anak-anak ini lahir di perantauan, sama sekali belum mengenal Mekah, tanah air mereka.

Hasan mengejar Husein yang bersembunyi di dalam kamar. Sambil berteriak kegirangan, Husein kabur dan melompat ke punggung kakeknya. Fatimah hendak mencegah perbuatan itu, namun Rasulullah ﷺ mengisyaratkan agar mereka dibiarkan. Fatimah yang sangat dekat dengan ayahnya itu segera menangkap isyarat lain di mata Rasulullah ﷺ.

“Mengapa ayah tampak berduka? Bukankah Ayah baru saja membuat kemenangan yang belum pernah dilakukan Suku Arab mana pun dengan mengalahkan pasukan Ahzab dan Bani Quraizhah? Atau ayah kini sedang teringat kepada almarhumah ibuku, Khadijah?” tanya Fatimah lembut.

Rasulullah ﷺ hanya menjawab dengan linangan air mata yang bergulir di kedua pipi beliau. Fatimah tahu yang paling baik ialah membiarkan ayahnya tercinta bermain dengan cucu-cucu sampai dukanya hilang.

Bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, Fatimah menarik kesimpulan bahwa duka Rasulullah ﷺ adalah akibat kerinduan beliau kepada Mekah, tanah air kaum Muhajirin. apalagi saat itu adalah bulan Dzulhijjah, saat musim haji akan segera tiba.

Akhirnya, Ali bin Abi Thalib dan Fatimah pun larut dalam kedukaan itu. Mereka terkenang negeri tempat mereka dibesarkan. Bagaimanakah keadaan Mekah kini setelah mereka tinggalkan? Walau kebun-kebun hijau Madinah menyejukkan hati, hamparan kota putih Mekah, juga selalu terindukan siang malam.

Semua kaum Muhajirin sangat rindu untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Sebagai penduduk Mekah, mereka jugalah pemilik Rumah Tua Ka’bah yang diberkati.

Kini, Quraisy merintangi kaum muslimin pergi berhaji. Itu benar-benar tidak adil, karena siapa pun bisa berhaji ke Mekah. Dari dahulu, pihak-pihak yang bermusuhan selalu bisa saling bertemu dengan damai di Mekah dalam bulan haji. (bersambung)


-----

Kisah sebelumnya:

Saad Bin Muadz Putuskan Membunuh Semua Laki-laki Yahudi Bani Quraizhah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama