Dinamika Politik Pembangunan Wilayah Perlu Disambut Secara Konstruktif

Dalam rangka memperkuat eksistensi daerah sebagai penyangga kekuatan ekonomi nasional dengan melahirkan kepemimpinan yang tangguh dan kompetitif, maka dinamika politik pembangunan wilayah perlu kita sambut secara konstruktif.


 


--------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 04 Mei 2023

 

ARTIKEL ILMIAH

 

Entrepreneurial Governance, Pilkada, dan Produktivitas Lokal (2):

 

 

Dinamika Politik Pembangunan Wilayah Perlu Disambut Secara Konstruktif

 

(Perpektif Kesadaran Baru Demokrasi di Daerah)

 

Penulis: Andi Ilham Mappakangka

 

Implementasi Konsepsional

 

Untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata internasional dengan lahirnya semangat kesadaran baru masyarakat lokal terhadap eksistensi dan potensi sumber daya lokal, perlu pengembangan kebijakan pembangunan dalam pengelolaan sumber daya lokal secara terbuka, demokratis, sejahtera, akan menjamin pluralisme, humanism, serta kepastian hukum.

Kebijakan yang didukung dengan kepemimpinan yang visioner, maka secara fleksibel dan sistematis akan memberi pengaruh yang positif dalam upaya mempresentasikan pemikiran terhadap kebijakan pembangunan daerah dalam skema pembangunan nasional sesuai keunggulan komparatif dan kompetitif di dalam dinamika kehidupan sosial politik masyarakat, kriteria civilized, rule of low, dan polarisasi hubungan daerah dan pusat.

Membangun demokrasi ekonomi daerah berdasarkan asas kedaulatan ada di tangan rakyat, dengan segala konsekuensi logisnya, dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membangun dan memperkuat pemahaman demokrasi modern.

Mengintegrasikan dan menyinergikan cultural diversity dengan religius diversity dimana persoalan mekanisme dan implementasi program pembangunan wilayah dengan segala perbedaan warna kulit, ras, suku dan agama dalam menjembatani pencapaian kesejahteraan duniawi yang didukung moralitas dan agama, serta adat istiadat.

Restrukturisasi entitas kehidupan berbangsa dan bernegara melalui penyehatan kelembagaan pemerintah dalam fungsinya sebagai pelayan masyarakat, keorganisasian non-pemerintah, ketahanan nasional, etika profesi, clean government, kreasi-kreasi kebijakan publik, norma hukum, akuntabilitas pemerintah dan aksesibilitas publik.

Mengawal arah kepemimpinan daerah dan kepemimpinan nasional, terutaama dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.

Skenario tersebut diharapkan bisa memantapkan motivasi, orientasi dan partisipasi pembangunan nasional dan daerah secara sistemik yang menjunjung tinggi semangat kemandirian bangsa dan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin.

 

Strategi Kebijakan

 

Dalam rangka memperkuat eksistensi daerah sebagai penyangga kekuatan ekonomi nasional dengan melahirkan kepemimpinan yang tangguh dan kompetitif, maka dinamika politik pembangunan wilayah perlu kita sambut secara konstruktif.

Misalnya, globalisme yang begitu kuat dampaknya dalam mempengaruhi secara intens jatuh bangunnya suatu kepemimpinan pada tingkat nasional maupun pada tingkat lokal. Terutama di negara tujuan investasi akan menghadapi persoalan yang sama, persoalan ekonomi, kesadaran hukum, kepemimpinan yang baru bangkit dari berbagai evolusi sosial, sifat primordial kedaerahan, sektarianisme kepercayaan, keyakinan serta agama.

Kekuatan global selalu memadukan potensi efektif dari jaringan, dana, kebijakan, kekuatan, dan teknologi yang “sentripugal” (menjadikan dunia pada satu titik kesadaran kebijakan). Skenario global ini dijalankan dalam konteks perkembangan liberalisasi di berbagai bidang, tentunya aspek politik menjadi fokus dalam melancarkan ide perubahan, pembaruan dan kreativitas kebijakan. Pada sektor itulah terjadinya model skema kepemimpinan dan manajemen politik di suatu negara dan bangsa.

Melalui pola kemitraan ideology dihadapkan oleh semangat “deter-minisme” ekonomi, maka realitas kehidupan masyarakat telah bersentuhan dengan perubahan dalam komposisi paradigma dan pendekatan baru tanpa disadari dari mana motivasi dan orientasi perubaham tersebut.

Apabila kekuatan pemerintahan lamban dalam membaca posisi strategis seperti itu, maka posisi leading akan berhadapan dengan potensi kekuatan dunia serta gejala perkembangan metodologi demokrasi dan kapitaliis kemiskinan global.

Yang antara lain, kesadaran hukum diharapkan pada anarki, rasa kesatuan dihadapkan pada separatisme, kemakmuran dilawan dengan kemelaratan (managemen krisis, konflik kepentingan, informasi), nilai luhur agama dihadapkan dengan maraknya perbuatan amoral, asusila dan sebagainya.

Dari kondisi diskursus peradaban ini dapat mengubah dinamika globalisasi menjadi monster yang “zero-sum game” terhadap kepentingan, hak dan kewajiban sebagai pihak oleh karena pihak tertentu dari unsur globalisme tersebut.

Yang lebih berbahaya adalah segala potensi sumber daya dunia akan menjadi “Oasis kepentingan” sepihak oleh bangsa yang lebih maju, sehingga tindakan eksploitasi dalam posisi tersebut berusaha menguasai energy suatu negara bangsa.

Padahal dalam berbagai diplomasi dunia telah sepakat untuk menjalankan praktek pergaulan dunia yang saling menghargai, mutualistic, beradab, disclosure, non diskriminasi, good governance, clean government, moral obligation,dan lain sebagainya.

Konkretnya adalah tergambar dalam berbagai perjanjian internasional, regional dan global yang melahirkan organisasi, seperti perdagangan dunia yang meletakkan gagasan penguasaan ekonomi-bisnis dunia, terutama sector investasi, jasa dan barang adalah hasil kesepakatan global yang dicapai dari putaran perundingan Uruguay.

Putaran perundingan Uruguay ditandai terbentuknya Word Trade Organisation (WTO) dan lembaga atau badan dunia lainnya seperti, World Bank, Internasional Monetery Fund (IMF), International Standarization Organisatiion (ISO), North Atlantic Treaty Organisation (NATO), Asia Pasific Economic Copration (APEC) dan lain sebagainya.

Semua fenomena ini akan memberikan dampak langsung atau tidak langsung dalam kebijakan line of development dengan segala intensitas permasalahannya.

Adalah suatu realitas krisis ekonomi kronis di berbagai belahan dunia, pada umumnya di negara yang sedang berkembang, adalah realitas dan implikasi kebijakan ekonomi global yang diskrimanatif, sentralistik, akumulatif, konsentratif, yang memberikan pembesaran terhadap konglomesrasi dunia, sehingga negara yang masih kaya dengan potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) selalu menjadi objek rekayasa kebijakan polaristik dunia.

Kondisi ini telah mengantarkan suatu negara bangsa pada problematika domestik yang amat berat. Bagaimana bisa suatu negara berkembang bisa mengejar ketertinggalannya dari berbagai dimensi kehidupan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, dan pertahanan keamanan.

Ketergantungan terjadi di berbagai pojok persoalan domestik, mulai dari mekanisme investasi pembangunan, moneter, fiskal, dan sentimen pasar global yang menjadikan “Oase Kepentingan” di negara sedang berkembang, sehingga keterbatasan ekonomic (sacarciety) ini berdampak pada divestasi peradaban, terutama terjadinya kondisi antagonistic antara publik dengan pemerintah, antara pemrintahan dan pelaku ekonomi.

Dinamika ini telah mempersempit ruang gerak restrukturisasi pada banyak negara-bangsa dengan kebijakan nasional-lokal, karena telah diwarnai secara intens bahkan intervensi manifesto politiik globalisme. (bersambung)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama