Berinfaq dalam Kondisi Lapang Maupun Sempit

INFAQ. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran/3: 134)

 

-------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 23 November 2023

 

Berinfaq dalam Kondisi Lapang Maupun Sempit

 


Oleh: Abdul Rakhim Nanda

(Sekretaris Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)

 



(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran/3: 134)

 

Ayat ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya yakni surah Ali Imran ayat 133, dimana pada ujung ayat tersebut mengutarakan tentang ciri orang yang bertaqwa. Salah satu di antara ciri tersebut adalah berinfaq dalam segala kondisi kelapangan rezeki. 

Pada umumnya tertanam dalam benak kita selaku orang muslim bahwa yang berkewajiban berinfaq adalah orang-orang yang berpunya alias orang kaya. Akibatnya, tidak jarang di antara kita tidak merasa terpanggil, bahkan sering abai dalam hal menunaikan kewajiban berinfaq ini, oleh karena merasa tidak atau belum berkewajiban, padahal sesungguhnya tidaklah demikian.

Firman Allah SWT dalam Surah Ali Imran ayat 134 yang sedang kita baca ini mengingatkan bahwa orang bertaqwa itu seharusnya “yunfiqûna fis sarrâ-i wadh dharrâ-i” yakni senantiasa beinfak, baik dalam kondisi lapang maupun sempit. Ayat ini berpesan bahwa berinfaq itu tidak harus ‘menunggu jadi kaya terlebih dulu’, melainkan setiap kita mendapatkan rezeki dari Allah berapapun sedikitnya.

Abdul Rakhim Nanda (2019) pernah menuliskan bahwa, “berinfaq dalam kondisi memiliki harta yang cukup lapang menjadi hal yang biasa, yang luar biasa ketika manusia itu mampu berinfak dalam keadaan sempit. Bagi orang-orang yang telah merasakan kecintaan Allah dan diapun mencintaiNya, maka akan indah baginya kebiasaan berinfaq dalam segala kondisi.” 

Imam As Sa’di (2019) memaknai kata “yunfiqûna fis sarrâ-i wadh dharrâ-i” bahwa; “bila mereka sedang lapang, maka mereka akan memperbanyak infaq, dan bila mereka sedang kesulitan, maka mereka tidak menganggap remeh suatu kebaikan walaupun sedikit.”

Pengertian ini lebih dipertegas lagi oleh Allah SWT dalam firman-Nya:



Hendaklah orang yang mampu, memberi infaq menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah berinfaq dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS Ath-Thalaq/65: 7)

Berikut ini kita sadurkan penjelasan Wahbah az Zuhaili terkait ayat ini: “Sesungguhnya bersedekah (berinfaq) dalam segala keadaan merupakan sebuah bukti kuat akan ketakwaan seseorang. Secara pelan dan tidak terasa (infaq) bisa lebih menutupi kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya terus ada. Sedekah (infaq) seperti ini tidak memberatkan orang yang sedekah, dan dalam waktu yang sama juga tetap bisa membantu kebutuhan orang (kelompok orang, baca: organisasi, pen.) yang sedang dalam keadaan sempit (butuh).     

Lebih lanjut, Wahbah az Zuhaili (2021) mengatakan: “Senang kepada kebajikan dan selalu mengingat akhirat adalah dua faktor yang mampu menggerakkan perasaan kasih sayang dalam diri seseorang dan mampu mendorongnya bersedekah (berinfaq) sedikit tapi kontinyu dan istiqamah. Karena sedikit tapi kontinyu lebih baik dari pada banyak namun tidak kontinyu. Meskipun sedikit, namun jika dikumpulkan dari berbagai individu dan berbagai pihak, maka akan menjadi banyak dan mampu memenuhi apa yang dibutuhkan.”

Oleh karenanya, sebagai orang yang bertaqwa kepada Allah SWT, terutama sebagai orang-orang bergerak dalam bidang dakwah, baik secara individu maupun kelompok (organisasi dakwah), hendaknya menjadi pemahaman dan kesadaran bagi kita bahwa:

Satu, berinfaq bukan hanya dianjurkan bagi orang-orang diberi rezeki yang lapang, namun berinfaq juga dianjurkan bagi orang yang diberi rezeki yang terbatas.

Untuk dapat dipahami secara praktis, menakar nilai infaq yang harus dikeluarkan itu dalam ukuran perseratus atau persentase (%) dan dengan asumsi Allah SWT memberikan rezeki berupa uang misalnya.

Oleh karena berinfaq tidak dibatasi berapa besarnya, maka kita dapat “mendidik” diri kita untuk kuntinyu dan istiqamah. Misalnya “kita komimen” berinfaq (2,5%, 5%, 10% atau lebih) dari rezeki kita setiap Allah memberikan rezeki itu, maka setiap kita mendapat uang berapapun besarnya, maka kita “wajibkan” diri kita menyisihkannya sebesar yang telah kita sanggupi itu sebelum dibelanjakan ataupun ditabungkan. Insya Allah hal ini awal dari kebiasaan baik itu.

Kedua, kebiasaan berinfaq dalam segala kondisi ini akan lebih baik bila dilakukan secara kontinyu dan konsisten (istiqamah) dan melibatkan banyak orang, sehingga akan lahir sebuah kekuatan dari sejumlah yang kecil menjadi kekuatan yang berjumlah besar.

Ketiga, yang paling penting, jangan kita menempatkan diri kita sebagai orang yang merasa tidak mampu atau belum waktunya berinfaq.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua untuk mencintai kebajikan. Amin yâ mujîbassâilîn.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama