Sejarah dan Keutamaan Shalat Tarawih, serta Menjaga Kualitasnya

Malam-malam Ramadhan adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk meraih keberkahan, salah satunya melalui shalat tarawih. Shalat tarawih adalah qiyamul lail (shalat malam) yang dikerjakan secara berjamaah di bulan Ramadhan. (int)

 

-----

PEDOMAN KARYA

Senin, 10 Maret 2025

 

Sejarah dan Keutamaan Shalat Tarawih, serta Menjaga Kualitasnya

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

 

Malam-malam Ramadhan adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk meraih keberkahan, salah satunya melalui shalat tarawih. Shalat tarawih adalah qiyamul lail (shalat malam) yang dikerjakan secara berjamaah di bulan Ramadhan.

Shalat tarawih pertama kali dikerjakan oleh Rasulullah ﷺ pada bulan Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah setelah diwajibkannya puasa. Shalat ini termasuk bagian dari qiyamul lail (shalat malam) yang sudah dikerjakan Rasulullah ﷺ sepanjang tahun, tetapi di bulan Ramadhan menjadi lebih istimewa.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ melakukan shalat tarawih secara berjamaah di masjid pada malam ke-23 Ramadhan. Ketika itu, hanya beberapa sahabat yang ikut shalat bersama beliau.

Pada malam berikutnya (malam ke-24), kabar tentang shalat berjamaah bersama Rasulullah ﷺ tersebar luas, sehingga lebih banyak sahabat datang ke masjid untuk ikut serta.

Pada malam ke-25 Ramadhan, jumlah jamaah semakin bertambah, memenuhi masjid dan berdesakan karena semua ingin mendapatkan keutamaan shalat bersama Rasulullah ﷺ.

Namun, pada malam ke-26 dan seterusnya, Rasulullah ﷺ tidak lagi keluar ke masjid untuk memimpin shalat tarawih. Para sahabat pun menunggu-nunggu kedatangan beliau, tetapi hingga menjelang subuh, beliau tidak muncul.

Keesokan harinya, Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabat:

“Saya melihat apa yang kalian lakukan (menanti shalat tarawih bersama saya), tetapi saya tidak keluar karena saya khawatir shalat ini akan diwajibkan kepada kalian.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dari peristiwa ini, kita memahami bahwa Rasulullah ﷺ ingin menjaga shalat tarawih sebagai ibadah sunnah agar umat Islam tidak merasa terbebani jika shalat ini menjadi wajib.

Setelah kejadian tersebut, para sahabat tetap melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah dalam kelompok kecil atau sendiri-sendiri.

Beberapa sahabat yang dikenal sering melakukan shalat tarawih secara berjamaah adalah Ubay bin Ka’b, Mu’adz bin Jabal, dan Ibnu Mas’ud. Mereka mengajak kelompok-kelompok kecil dari kaum muslimin untuk ikut shalat bersama mereka.

Namun, tidak ada satu ketetapan jumlah rakaat yang baku, karena Rasulullah ﷺ tidak pernah menentukan jumlah rakaat tertentu.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau melihat umat Islam shalat tarawih secara terpisah-pisah. Melihat hal itu, Umar berkata:

“Saya kira akan lebih baik jika mereka shalat dalam satu jamaah dengan satu imam.”

Lalu, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat berjamaah dengan imam Ubay bin Ka’ab. Ketika Umar melihat kaum muslimin shalat berjamaah dengan tertib, beliau berkata:

“Inilah sebaik-baik bid’ah.” (HR. Bukhari)

Maksud Umar bukanlah menciptakan sesuatu yang baru dalam agama, melainkan menghidupkan kembali kebiasaan Rasulullah ﷺ yang sempat terhenti karena khawatir dianggap wajib. Sejak saat itu, shalat tarawih secara berjamaah menjadi tradisi yang terus berlanjut hingga sekarang.

 

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih di Masa Rasulullah ﷺ

 

Pada masa Rasulullah ﷺ, tidak ada jumlah rakaat shalat tarawih yang baku. Rasulullah ﷺ sendiri melakukan shalat malam (qiyamul lail) dengan jumlah rakaat yang bervariasi, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan:

“Rasulullah ﷺ tidak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Beliau shalat empat rakaat, jangan tanya betapa baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat lagi, jangan tanya betapa baik dan panjangnya. Lalu beliau shalat tiga rakaat (witir).” (HR. Bukhari & Muslim)

Dari hadits ini, beberapa ulama berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih pada masa Rasulullah ﷺ adalah delapan rakaat, kemudian ditutup dengan tiga rakaat witir, sehingga totalnya 11 rakaat.

Namun, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah shalat lebih dari 11 rakaat dalam qiyamul lail, meskipun tidak dilakukan secara rutin. Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih bersifat fleksibel, tergantung pada kemampuan dan kebiasaan masing-masing individu.

 

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih di Masa Umar bin Khattab

 

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau melihat bahwa umat Islam melaksanakan shalat tarawih dalam kelompok-kelompok kecil. Untuk menyatukan mereka, Umar mengangkat Ubay bin Ka’b sebagai imam dan menetapkan jumlah rakaat tarawih sebanyak 20 rakaat, ditambah 3 rakaat witir, sehingga totalnya 23 rakaat.

Diriwayatkan dalam Muwaththa’ Imam Malik, bahwa:

“Pada zaman Umar bin Khattab, orang-orang melakukan shalat malam di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (termasuk witir).” (HR. Malik)

Keputusan Umar bin Khattab ini didasarkan pada pertimbangan bahwa semakin banyak rakaat, semakin banyak pula kesempatan untuk beribadah dan mendapatkan pahala. Selain itu, umat Islam di masanya mampu melaksanakan 20 rakaat dengan baik, karena kondisi fisik dan semangat ibadah mereka yang tinggi.

 

Asal Kata Tarwih

 

Kata tarwih atau tarawih berasal dari bahasa Arab التراويح (at-tarāwīḥ), yang merupakan bentuk jamak dari ترويحة (tarwīḥah), yang berarti "istirahat" atau “bersantai”. Istilah ini digunakan karena dalam pelaksanaannya, shalat ini dilSayakan dengan santai, diselingi jeda istirahat setelah beberapa rakaat.

Pada zaman Rasulullah ﷺ dan para sahabat, shalat malam di bulan Ramadhan dilakukan dengan khusyuk dan tidak tergesa-gesa, sehingga setelah beberapa rakaat, mereka beristirahat sejenak sebelum melanjutkan. Dari kebiasaan ini, muncul istilah tarawih, yang kemudian menjadi nama bagi shalat sunnah malam di bulan Ramadhan.

 

Keutamaan Shalat Tarawih

 

Ada beberapa keutamaan shalat tarwih, antara lain (1) Menghapus Dosa. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan qiyamul Ramadhan (shalat malam di bulan Ramadhan) dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim)

(2) Mendapat pahala seperti shalat semalam penuh. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang shalat bersama imam hingga selesai, maka ditulis baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Tirmidzi)

(3)               Mendekatkan diri kepada Allah. Shalat tarawih adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Rabb-nya. Semakin khusyuk dan istiqamah, semakin dekat kita kepada Allah.

 

Menjaga Kualitas Shalat Tarawih

 

Agar shalat tarawih tidak sekadar menjadi rutinitas tanpa makna, kita perlu menjaga kualitasnya dengan (1) Menjaga Niat. Niatkan shalat tarawih sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sekadar menggugurkan kewajiban atau mengikuti kebiasaan.

(2)               Shalat dengan Khusyuk. Jangan terburu-buru dalam gerakan shalat. Fokuskan hati dan pikiran pada bacaan serta makna dari setiap ayat yang dibaca.

(3)               Menghindari Perilaku Tergesa-gesa. Sebagian orang shalat tarawih dengan sangat cepat hingga lupa bahwa shalat adalah sarana berkomunikasi dengan Allah. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk tuma’ninah (tenang, berhenti sejenak) dalam setiap gerakan shalat.

(4)               Memahami Bacaan Shalat. Usahakan untuk memahami makna dari surat yang dibaca dalam shalat agar hati lebih terhubung dengan Allah.

(5)                Menjaga Konsistensi (Istiqamah). Jangan hanya semangat di awal Ramadhan, lalu meninggalkan shalat tarawih di pertengahan atau akhir bulan. Istiqamah lebih baik daripada banyak amal tetapi terputus.***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama