Jusuf Kalla: Terjebak Middle Income Trap, Indonesia Emas Sulit Terwujud

SARASEHAN EKONOMI. Mantan Wapres Jusuf Kalla, Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, foto bersama para pembicara, penanggap, dan peserta Sarasehan Ekonomi Batch 1, di Arsjad Rasjid Lecture Theater, Kampus Unhas Tamalanrea, Senin, 15 Desember 2025. (Foto: Humas Unhas)   

 

-----

Senin, 15 Desember 2025

 

Jusuf Kalla: Terjebak Middle Income Trap, Indonesia Emas Sulit Terwujud

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla (JK) memperingatkan bahwa Indonesia berada pada titik krusial pembangunan ekonomi.

Ketergantungan berlebihan pada sumber daya alam, lemahnya sektor manufaktur, serta kebijakan yang kurang tepat berisiko membuat Indonesia terus terjebak dalam middle income trap, sehingga sulit mewujudkan cita-cita Indonesia Emas.

Peringatan itu disampaikan JK saat menjadi pembicara utama Sarasehan Ekonomi Batch 1 yang diselenggarakan oleh Ikatan Keluarga Alumni Ilmu Ekonomi (IKAIE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas, di Arsjad Rasjid Lecture Theater, Kampus Unhas Tamalanrea, Senin, 15 Desember 2025.

Kegiatan ini mengangkat tema “Jalan Baru Ekonomi Indonesia: Evaluasi dan Rekonstruksi Strategi Pembangunan Indonesia” dan dihadiri akademisi, alumni, praktisi ekonomi, serta pemangku kepentingan.

Hadir sebagai pembicara dan penanggap pada sarasehan tersebut Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, Drs Taslim Arifin MA (mantan Dekan FEB Unhas), Prof Phil Sukri (Dekan Fisip Unhas), Madjid Sallatu, Prof Abdul Hamid Paddu, Prof Wasiaturrahma (Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga), Prof Marzuki DEA (Guru Besar FEB Unhas).

Prof Mursalim Nohong (Dekan FEB Unhas), Dr Eka Sastra (Ketua IKAIE), Prof Anas Iswanto Anwar (Guru Besar FEB Unhas), Syamsul Anam SE MEc Dev (Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Kendari), moderator Prof Nursini (Ketua Prodi Gender dan Pembangunan Pascasarjana Unhas).

Dalam keynote speech-nya, JK menegaskan bahwa Indonesia saat ini berada pada kategori negara berpendapatan menengah, dengan pendapatan per kapita sekitar USD 5.000–15.000. Untuk naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi, pendapatan nasional harus meningkat hingga empat kali lipat.

“Kalau kita ingin Indonesia Emas, maka pendapatan per kapita harus di atas USD 15.000. Artinya ekonomi kita harus naik sekitar empat kali lipat dari sekarang,” ujar JK.

Namun, upaya tersebut dinilai terhambat oleh kesalahan arah kebijakan ekonomi, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam. JK mengkritik pemberian insentif fiskal seperti tax holiday yang justru lebih banyak dinikmati sektor pertambangan, bukan sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi, penyerapan tenaga kerja besar, serta transfer teknologi.

“Kesalahan terbesar kita adalah memberikan insentif besar kepada sektor sumber daya alam seperti nikel dan batu bara. Padahal seharusnya insentif itu diberikan ke sektor manufaktur,” tegasnya.

JK juga menyoroti kebijakan hilirisasi yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan rakyat. Menurutnya, sebagian besar industri pengolahan nikel dikuasai pihak asing, sementara dampak lingkungan dan kerugian fiskal justru ditanggung negara.

“Pertumbuhan ekonomi memang terlihat tinggi di daerah tambang, tapi itu bukan untuk rakyat. Pajaknya minim, lingkungannya rusak, dan keuntungannya lebih banyak dibawa keluar,” ungkap JK.

Dalam konteks global, JK menjelaskan bahwa dunia tengah memasuki fase deglobalisasi dan meningkatnya nasionalisme ekonomi akibat konflik geopolitik, seperti perang Rusia–Ukraina dan perang dagang Amerika Serikat–China. Situasi ini berdampak pada melemahnya permintaan global dan fluktuasi harga komoditas unggulan Indonesia.

Ia juga menyinggung kondisi ekonomi domestik yang mulai melambat, tercermin dari menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya pengangguran terselubung, serta ketidakseimbangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja.

“Sekarang, 25 persen pengemudi ojek online itu sarjana. Ini menunjukkan lapangan kerja kita tidak seimbang dengan jumlah lulusan perguruan tinggi,” kata JK.

Dalam paparannya, JK menekankan pentingnya peran perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan gagasan strategis pembangunan. 

“Kampus harus menjadi motor penggerak perubahan melalui penguatan sumber daya manusia, riset, serta pemikiran ekonomi yang adaptif terhadap dinamika global,” kata JK.

Sarasehan Ekonomi Batch 1 ini menjadi forum dialog kolaboratif antara akademisi, alumni, praktisi, dan tokoh nasional untuk merefleksikan arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-77 FEB Unhas. (kia)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama