-----
Sabtu, 24 Mei 2025
Kuliah Umum di
Unhas, Menteri PPPA Dorong Semua Kampus Bentuk Satgas PPKS
Juga Perkenalkan Program Ruang Bersama
Indonesia
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, memberikan
kuliah umum di Ruang Senat Lantai II Rektorat Universitas Hasanuddin (Unhas)
Makassar, Sabtu, 24 Mei 2025.
Arifah Fauzi memberikan kuliah umum didampingi
Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, dan moderator Wakil Rektor Bidang SDM,
Alumni dan Sistem Informasi Unhas Prof Farida Patittingi, dihadiri Ketua
Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas Prof Andi Alimuddin Unde, Ketua Senat Akademik Unhas
Prof Bahruddin Thalib, serta sejumlah unsur pimpinan, dekan, guru besar, dosen
dan mahasiswa. Juga hadir sejumlah perwakilan kampus
Menteri PPA Arifah Fauzi dalam kuliah umumnya menyerukan semua
kampus membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
(Satgas PPKS).
Seruan tersebut bukan sekadar ajakan
administratif, melainkan merupakan panggilan moral dan kemanusiaan di tengah
terus mengemukanya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus yang selama ini
terlalu sering dibungkam tembok birokrasi, budaya patriarki, dan rasa takut
para korban.
Satgas PPKS di kampus secara partisipatif
melibatkan mahasiswa, dosen, psikolog, serta pihak eksternal yang independen.
“Satgas yang dibentuk tidak boleh menjadi
alat kepentingan birokrasi kampus, tetapi harus menjadi perpanjangan tangan
kemanusiaan yang berani berkata tidak pada kekerasan,” tegas Arifah.
Kampus bukan hanya ruang intelektual,
melainkan juga rumah kedua bagi para mahasiswa yang semestinya menjadi tempat
aman, bebas dari rasa takut dan ancaman kekerasan.
“Kita tidak boleh lagi menoleransi
pembiaran. Mahasiswa, terutama perempuan dan kelompok rentan, harus merasa
bahwa negara hadir untuk mereka bahkan di dalam ruang kelas, perpustakaan, atau
asrama,” kata Arifah.
Menurut data yang dihimpun Kementerian,
kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi mengalami peningkatan
setiap tahun. Namun ironisnya, banyak korban yang memilih diam karena tidak ada
mekanisme perlindungan yang aman dan berpihak kepada mereka.
“Ketika suara korban diredam, ketika
pelaku dilindungi atas nama reputasi lembaga, maka kita sedang menanam bom
waktu yang suatu saat akan meledak dan menghancurkan generasi,” tutur Arifah.
Ruang Bersama Indonesia
Menteri PPPA Arifah Fauzi juga
memperkenalkan program unggulan Kementerian PPPA yakni Ruang Bersama Indonesia
(RBI) sebagai kelanjutan dari program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak
(DRPPA).
Program ini diinisiasi sebagai upaya
kolaboratif lintas kementerian dan lembaga guna menyelesaikan berbagai
persoalan di tingkat desa, khususnya yang menyangkut perempuan dan anak.
Arifah menjelaskan, RBI hadir sebagai
bentuk transformasi pendekatan pembangunan desa yang sebelumnya bersifat
sektoral menjadi lebih kolaboratif.
Harapannya yaitu membangun desa yang ideal
tanpa kekerasan terhadap perempuan dan anak, tanpa stunting, dan penuh dengan
perempuan yang berdaya secara ekonomi. Sebab, jika desa sebagai struktur dasar
masyarakat dapat diberdayakan secara menyeluruh, maka kekuatan bangsa akan
tercipta dari akar rumput.
Salah satu kekuatan utama RBI adalah
sinergi antar kementerian / lembaga dan melibatkan masyarakat. RBI tidak hanya
menargetkan penguatan perempuan dan anak, tetapi juga penguatan keluarga
sebagai unit terkecil bangsa.
Arifah menyebut RBI telah
diimplementasikan di tujuh titik yang mewakili lima zona di Indonesia, yaitu
Jambi, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, DKI
Jakarta, dan Banten.
Permainan Tradisional Berbasis Kearifan
Lokal
Menurut Arifah, RBI juga merespons
tantangan zaman dengan memfasilitasi permainan tradisional berbasis kearifan
lokal untuk anak-anak. Permainan ini mampu membentuk karakter dan membangun
nilai sosial daripada gadget yang kerap membuat anak menjadi asosial.
“Permainan tradisional berbasis kearifan
lokal perlu kita hidupkan. Dalam permainan tradisional tidak ada anak main
sendiri, harus main bersama, minimal dua orang. Beda dengan gadget dimana anak
bisa asyik bermain sendiri. Dalam permainan tradisional harus main bersama,
antri, disiplin dan disitu juga diterapkan Pancasila,” kata Arifah. (kia)