-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 Agustus 2025
Selasa Hari
Berdarah Kesialannya
Oleh: Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)
Goresan ecekan kali ini, mengenai analogi
mitosan yang berasumsi liar mengenai indikasi kesialan yang dialamatkan pada
hari Selasa oleh sebagian orang di berbagai belahan dunia yang berfatamorgana.
Namun, kehadiran goresan ini, hanya
berensi sebagai tembamg timangan alur berlogika untuk membedah kadar jejak
tentang pandangan, baik bersifat tradisi lisan atau mitos yang berkembang di
masyarakat tentang kesialan hari tertentu. Termasuk, dialamatkan kepada hari Selasa
sebagai “hari berdarah” berdampak kesialannya.
Padahal konon istilah “hari berdarah” bisa
muncul sebagai deskripsi untuk suatu peristiwa sejarah yang melibatkan banyak
pertumpahan darah, seperti pertempuran atau pembunuhan.
Konon atau bisa kemungkinan saja, mengenai
penyebutan “hari berdarah” mengacu pada hari Selasa karena pada hari itu
terjadi dua peristiwa penting: Siti Hawa mengalami haid pertamanya dan Qabil
membunuh saudaranya, Habil.
Bahkan penyebutan ini, hanya konon saja
diindikasikan berasal dari hadits yang diriwayatkan oleh para ulama dan
disebutkan dalam beberapa kajian ke-Islam-an sebagai konteks sejarah dan ajaran
sehingga sulit dipercaya akan kevalidannya.
Terkadang, sekalipun kurang valid pun,
masih ada saja yang memitoskan, bahwa hari Selasa adalah hari sial atau “hari
berdarah”. Dikarenakan, konon bahwa ada beberapa peristiwa penting yang terjadi
di hari Selasa, seperti wafatnya Habil (putra Adam) dan beberapa nabi
lainnya.
Namun, tidak ada dalil sahih yang
menyatakan hari Selasa adalah hari sial dan sebaliknya juga memiliki
keistimewaan serta peristiwa baik. Sekalipun, dari sebagian umat Islam yang
berpandangan, bahwa tidak ada larangan atau kewajiban khusus pada hari Selasa.
Namun, ada pandangan dari beberapa ulama,
di antaranya, KH Maimun Zubair, yang menganggap hari spesial karena
terkait dengan proses penyempurnaan dunia dengan ilmu dan berdirinya pondok
pesantren.
Sebagian tokoh juga, ada yang mengaitkan
hari Selasa dengan wafatnya beberapa ulama besar dan tokoh penting sejarah
Islam, seperti Jurjais as., Nabi Yahya as, dan Nabi Zakaria as.
Namun, memang ada pendapat dari beberapa
hari memiliki nilai historis, religius, atau spiritual tinggi. Di mana, umat
Muslim memperingati peristiwa penting atau mendekatkan diri kepada
Allah. Di antara hari-hari yang diperingati, seperti Tahun Baru Hijriyah
(peringatan hijrah Nabi), Maulid Nabi Muhammad SAW (kelahiran Nabi), dan Isra
Mi'raj memiliki makna khusus yang dirayakan oleh umat Muslim.
Sekalipun, pemaknaan hari memang terjadi
sejak masa silam, bahkan sebelum Islam hadir di bawah oleh Nabi Muhammad saw.
Tetapi, tidak mesti dinafikan, sebagaimana indikasi pemaknaan hari hari yang
ditebarkan, baik di pemasaran Google maupun dituturin secara temurun oleh
masyarakat yang meyakininya. Namun, sungguh disayangkan pemaknaannya, boleh
diindikasikan hanya sebagai legitimasi penciptaan tanpa dalil sahih yang
mendasarinya.
Makna Hari dan Paraskevidekatriaphobia
Pemaknaan hari atau masa di dalam Quran,
yakni terdapat di surah Al-Furqan ayat 59, yang berarti “Yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa...”
Namun, penafsiran yang bersifat umum di
kalangan ulama modern tentang esensi dari “enam hari” di sini merujuk pada enam
masa atau tahapan yang sangat panjang, bukan enam hari seperti hitungan
manusia, karena sistem siang dan malam belum ada pada masa penciptaan awal
tersebut.
Sekalipun, Al-Qur'an mengakui penciptaan
alam semesta dan bumi oleh Allah dalam enam hari atau masa, namun tidak merinci
peristiwa spesifik untuk setiap hari dalam seminggu secara terpisah, seperti
dalam Kitab Kejadian Agama Kristen.
Di mana, setiap hari dalam seminggu
dikaitkan dengan peristiwa penciptaan yang berbeda pula. Adapun, pemaknaan hari
yang diyakini oleh sebagian umat yang beragama Islam, berdasarkan indikasinya
masing masing secara umum, sebagaimana ditampakan dalam penelusuran pada tautan
link pasaran Google, 2025, di antaranya;
Hari Ahad / Minggu: Allah memulai
penciptaan langit dan bumi serta memunculkan gunung. Senin: Hari
penciptaan matahari, bulan, dan pepohonan, serta hari baik untuk menuntut ilmu.
Selasa: Hari penciptaan binatang ternak
dan kandungan bumi, serta hari baik untuk bekam. Rabu: Hari penciptaan
lautan dan sungai, serta hari baik untuk memulai berbagai aktivitas, seperti
berdagang atau membangun.
Kamis: Hari penciptaan hewan melata,
Surga, dan Neraka, serta hari yang baik untuk beribadah dan
merenung. Jumat: Hari raya umat Islam dan hari perkumpulan manusia,
sebagai peringatan akan nikmat Allah. Sabtu: Hari Allah menuntaskan semua
ciptaan-Nya, dan merupakan hari ketenangan serta kesenggangan.
Pemaknaan hari hari di atas, tidak ada
acuan yang jelas, baik di dalam hadits maupun ayat-ayat Tuhan. Bahkan, bila
mengacu kepada QS Al-Ashr / Demi masa, maka pesannya hanya menekankan kesan,
sesungguhnya pada setiap waktu yang berlalu tanpa digunakan untuk kebaikan dan
ibadah adalah sebuah kerugian besar.
Oleh karena itu, umat Muslim diajak untuk
memanfaatkan setiap hari, terutama hari-hari istimewa seperti Jumat, dengan
meningkatkan ibadah dan amal saleh untuk meraih keberkahan dan
keselamatan.
Nabi Muhammad saw melarang untuk
berprasangka buruk terhadap waktu atau hari apa pun. Allah SWT berfirman: “Janganlah
kamu mencela waktu, karena Aku adalah waktu /masa/ Ad-Dahr.”
Masalah masa ini dinyatakan di dalam QS
Al-Jatsiyah ayat 24 yang artinya: Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain
hanyalah kehidupan di dunia saja; kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang
membinasakan kita selain masa”. Mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.
Termasuk, menduga-duga tentang akan
terjadi kesialan pada hari Selasa dan angka 13. Ketakutan berlebihan terhadap
angka 13, terutama jika jatuh pada hari Jumat, disebut paraskevidekatriaphobia.
Terkecuali, mungkin waktu untuk
bermantrakan guna-guna dalam perdukunan, memang pilihannya hari Selasa menjadi
hari idaman di dalam melakukan kesesatannya. Termasuk, menjadikan angka
dan hari tersebut sebagai pilihan favorit untuk memphobiakan para sekutunya.
Mereka berlebihan menggunakan logika ampas
ceboan dalam paraskevidekatrianphobia tersebut, sehingga mereka beranggapan
bahwa kegiatan pada tanggal tersebut, dapat menyebabkan kerugian ekonomi. Oleh
karena itu, mereka akan menghindari aktivitas tertentu pada hari selasa dan
tanggal atau jumlah sesuatu yang berangka 13.
Angka 13 dan Kesialannya
Kesan angka 13 dianggap asing karena tidak
memiliki representasi yang umum dalam kehidupan sehari-hari (tidak ada bulan
ke-13, penggaris 13 inci, dll.). Bahkan ragam budaya, mengganggap angka 13
sebagai angka sial, terutama di negara-negara Barat. Meskipun tidak ada
bukti ilmiah yang mendukung kepercayaan tersebut, dikaitkan dengan angka 13
dalam berbagai mitos dan cerita yang telah beredar selama berabad-abad.
Dalam mitologi Norse, Loki, dewa licik,
adalah orang ke-13 yang hadir dalam pesta di Valhalla dan menyebabkan kematian
Baldr.
Kemudian, dalam tradisi Kristen, angka 13
sering dikaitkan dengan peristiwa Perjamuan Terakhir, di mana ada 13 orang yang
hadir (Yesus dan 12 rasul) dan salah satunya (Yudas) mengkhianati Yesus.
Angka 13 adalah angka yang penuh dengan
mitos dan kepercayaan yang anehan. Namun, tidak ada bukti ilmiah yang
mendukung kepercayaan bahwa angka 13 adalah angka sial, sehingga masih banyak
orang menghindarinya karena alasan budaya dan psikologis.
Meskipun angka 13 sering dianggap sial,
ada juga budaya yang memganggap angka tersebut memiliki makna
positif. Misalnya, di Italia, angka 13 dikaitkan dengan keberuntungan dan
Santo Antonius.
Kemudian, agama Islam berpandangan tentang
angka 13 secara inheren tidak memiliki makna khusus sebagai angka sial dan
tidak dilarang untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Justru, agama Islam mengganggap
sebaliknya menjadi kemestian, dan bahkan ada yang mengartikan angka 13
sebagai simbol kesatuan kekuatan tak terhingga melalui penjumlahan Rukun Iman
(6), Rukun Islam (5), dan Rukun Ihsan (2), yang totalnya 13.
Selain itu, angka 13 juga merujuk pada
peristiwa penting, seperti hari lahirnya Imam Ali dalam tradisi Syiah pada
tanggal 13 Rajab.
Jelas, tradisi atau budaya yang
beranggapan angka 13 sebagai angka sial, yakni berasal dari logika
ketakhayulan, bukan dari ajaran agama Islam.
Dalam Islam, menganggap bahwa semua angka
tidak ada yang sial, bahkan Muhammadiyah telah menggunakan pemilihan
pimpinan organisasinya dengan formatur 13. Jumlah 13 0rang untuk menjadi
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, disetiap periode dan sekaligus menghilangkan kesan
mitologi tentang angka 13 membawa sialan.
Di sini, menunjukkan yang logis bahwa
Islam, tentu menolak keras kepercayaan tahayul yang menganggap hari tertentu
membawa sial. Semua hari dianggap baik, termasuk hari Selasa, dan hari
Jumat adalah hari yang paling istimewa.
Jadi, eloknya agar lebih istimewa dan
berkewarasan di dalam berlogika untuk meyakini sesuatu, maka sesungguhnya tidak
ada ke_sial_an akan hari atau angka yang lainnya. Termasuk, dialamatkan pada
hari selasa sebagai hari berdarah atau kesialannya berdampak mautan hitam
sungguh kelam.
Memang hari begitu adanya, menjadi
struktur penamaannya dari asal mulanya. Sama halnya dengan struktur penamaan
pada raga badan manusia, mulai dari kepala hingga telapak kaki. Dan atau
struktur dari urutan penamaan angka / juga huruf 'A' hingga 'Z' dan atau sebaliknya hingga
berkalam._Wallahualam
