-----
Kamis, 02 Oktober 2025
Rektor Kini Punya
Wewenang Penuh Tata SPMI
MAKASSAR, (PEDOMAN
KARYA). Rektor perguruan tinggi kini memiliki
kewenangan penuh untuk menata Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) tanpa
perlu mendapat persetujuan Senat maupun Badan Pembina Harian (BPH).
Hal ini ditegaskan
Anggota Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT),
Prof Agus Setyo Muntohar, dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Tinggi, Sains, dan Teknologi (Pemendiktisaintek) Nomor 39 Tahun 2025 tentang
Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
Makassar, Kamis, 02 Oktober 2025.
“Yang
menggembirakan, rektor sekarang diberi kewenangan untuk menata SPMI. Tidak
perlu dibawa ke Senat, tidak perlu ke BPH dulu. Tugas rektor menjamin agar
proses pembelajaran tercapai. Senat tidak perlu ikut-ikut lagi,” ujar Agus.
Sosialisasi yang
berlangsung di Ruang Teater I-GIFt Lantai 2 Menara Iqra Unismuh ini dihadiri
langsung Rektor Unismuh Dr Abdul Rakhim Nanda, Wakil Rektor I Prof Andi Sukri
Syamsuri, Wakil Rektor II Dr Ihyani Malik, Wakil Rektor III Dr KH Mawardi
Pewangi, Wakil Rektor IV Dr Burhanuddin, anggota BPH, para dekan, wakil dekan,
ketua program studi, serta pimpinan unit dan lembaga lingkup Unismuh Makassar.
Menurut Agus,
Pemendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 merupakan perubahan dari
Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023.
“Ini pertama kali
saya sosialisasikan sedikit tentang perubahan sistem penyelenggaraan mutu
sebagai akibat dari perubahan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025,”
jelasnya.
Ia menekankan
pentingnya sosialisasi ini, terutama karena Unismuh Makassar akan menghadapi
masa habis akreditasi institusinya pada 2029.
“Unismuh Makassar
kan akan habis masa akreditasinya tahun 2029, maka tahun 2027 sudah siap-siap
mengajukan akreditasi ulang. Tidak lama Pak, kita tidur sebentar sudah tahun
2027, tidak lama Pak,” katanya sambil tersenyum.
Salah satu
perubahan penting dalam aturan baru adalah terkait beban belajar program
magister. Jika sebelumnya, berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Permendikbudristek
53/2023, beban belajar berada pada rentang 54–72 SKS dengan masa tempuh 3–4
semester, maka pada aturan baru (Pasal 19 ayat (1) Pemendiktisaintek 39/2025),
beban belajar ditetapkan paling sedikit 36 SKS dengan masa tempuh minimal 3
semester.
“Beban SKS pada
Permen lama besar sekali yakni antara 54 sampai 72, sedangkan di Permen yang
baru dikembalikan ke 36 SKS, dan masa tempuhnya paling sedikit tiga semester,”
jelas Agus.
Pada program
profesi, Permendikbudristek 53/2023 Pasal 22 ayat (1) menetapkan beban belajar
minimal 36 SKS dengan masa tempuh 2 semester, serta pada ayat (2) disusun
bersama organisasi profesi, kementerian terkait, dan lembaga pemerintah
nonkementerian.
Namun, dalam
Pemendiktisaintek 39/2025, Pasal 22 ditegaskan bahwa beban belajar dan masa
tempuh kurikulum program profesi, spesialis, maupun subspesialis sepenuhnya
disusun oleh perguruan tinggi bersama pihak-pihak tersebut sesuai regulasi.
Perpanjangan
Akreditasi
Selain sosialisasi
aturan baru, Agus juga menyampaikan Peraturan BAN-PT Nomor 5 Tahun 2024 tentang
Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Mutu Perguruan Tinggi untuk Perpanjangan
Status Terakreditasi melalui Mekanisme Automasi.
Dalam peraturan
tersebut terdapat 15 indikator yang menjadi acuan, yakni (1) Rerata persentase
penurunan mahasiswa baru (S1, D4, D3) dalam 5 tahun terakhir, (2) Semua program
studi aktif memiliki dosen tetap (NIDN/NIDK) dengan kualifikasi akademik sesuai
program.
(3) Keterlibatan
dosen tidak tetap, (4) Rasio jumlah mahasiswa aktif (S1, D4, D3) terhadap dosen
tetap, (5) Rerata persentase penurunan lulusan (S1, D4, D3) dalam 5 tahun
terakhir, (6) Semua program studi aktif terakreditasi.
(7) Minimal 2 guru
besar per program doktor, (8) Persentase dosen tetap dengan jabatan akademik
(GB, LK, L, AA), (9) Kelulusan tepat waktu sesuai masa tempuh kurikulum
(rata-rata tiga tahun terakhir untuk tiga angkatan).
(10) Kelulusan
tepat dua kali masa tempuh kurikulum, (11) Prestasi mahasiswa di tingkat
internasional/nasional/provinsi, (12) Persentase lulusan yang terserap di dunia
kerja ≤ 1 tahun (TS-2), (13) Luaran penelitian dan PkM dalam bentuk jurnal
terindeks (Scopus, Sinta 1, Sinta 2), (14) Kepesertaan mahasiswa eligible dalam
MBKM, dan (15) Karya dosen tetap yang terekognisi atau diterapkan masyarakat
dalam tiga tahun terakhir.
Agus mengatakan, karya
dosen tetap yang terekognisi atau diterapkan di masyarakat dalam tiga tahun
terakhir dibagi dengan jumlah dosen tetap.
“Apa yang dianggap
terekognisi? Paten, paten sederhana, desain industri, desain info, desain
geografis, dan sebagainya. Hak cipta buku tidak dihitung. Yang kita hitung itu
paten, paten sederhana, desain industri, dan geografis. Hak cipta tidak begitu.
Kalau buku, dia sudah punya hak cipta sendiri,” papar Agus. (zak)
