-------
Senin, 17 November 2025
Indonesia Harus
Bersiap Menghadapi Musim Dingin Geopolitik
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Geopolitik kini bukan lagi wilayah eksklusif diplomat dan elite, melainkan sudah menjadi pengetahuan publik yang menentukan cara bangsa ini mengambil keputusan. Kesadaran geopolitik harus menjadi bagian dari literasi bersama, termasuk di kampus.
“Krisis
global sudah bergerak ke arah kita, Indonesia harus bersiap menghadapi musim
dingin geopolitik,” kata Wakil Menteri Luar Negeri, Muhammad Anis Matta, saat berbicara
dalam acara Dialog Kebangsaan, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar,
Senin, 17 November 2025.
Dialog
tersebut dipandu Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unismuh
Makassar, Dr Luhur A Prianto, dihadiri Rektor Unismuh Makassar Dr Abdul Rakhim
Nanda, perwakilan Ormas Islam dan sivitas akademika Unismuh Makassar.
Anis
menggambarkan dunia yang tengah berada dalam pusaran krisis sistemik, tatanan
global lama runtuh, sementara tatanan baru belum terbentuk. Kekosongan itu
memunculkan gelombang instabilitas, dari ketimpangan ekonomi hingga rapuhnya
komitmen internasional yang tampak jelas pada tragedi Palestina.
“Lebih
dari seratus konflik militer aktif menunjukkan bahwa ‘musim dingin’ itu sudah
menyelimuti berbagai kawasan, terutama Timur Tengah yang kini menjadi game
changer politik dunia,” kata Anis.
Dampaknya,
kata Ketua Umum DPP Partai Gelora, merembet ke Asia Selatan dan Asia Tenggara
melalui ketegangan perbatasan dan gejolak politik yang menguji stabilitas
kawasan.
“Ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi ajakan agar Indonesia bersiap sebagai bangsa,” kata Anis yang membawakan materi dengan judul ‘Strategi Indonesia di Dunia Islam’.
Untuk membaca posisi Indonesia di tengah pusaran itu, Anis menguraikan empat “halaman geopolitik” yang membentuk arena strategis Indonesia, yakni geografi sebagai halaman takdir; dunia Islam sebagai halaman identitas, Global South sebagai ruang solidaritas, serta kemanusiaan sebagai panggung universal tempat krisis global berkelindan.
“Dalam
persimpangan empat halaman ini, Indonesia memiliki dua modal besar, yakni
populasi muslim terbesar di dunia, dan posisi sentral di ASEAN. Ini perlu
dipahami publik, terutama komunitas akademik yang sedang menyiapkan generasi
pemimpin baru,” kata Anis.
Anis
Matta berharap Unismuh dapat menjadi destinasi mahasiswa dari dunia Islam di
masa mendatang. Namun ia menegaskan bahwa tugas utama kampus hari ini adalah
membangun laboratorium kesadaran geopolitik.
Forum
seperti dialog kebangsaan, katanya, harus menjadi tradisi agar mahasiswa
terbiasa membaca dinamika global dan tidak mudah terseret arus informasi
negatif. Ia mengingatkan bahwa tradisi pengembaraan dan ilmu geografi dalam
peradaban Islam adalah modal penting untuk membentuk imajinasi geopolitik
generasi muda.
Menutup
orasinya, Anis menegaskan bahwa kampus seperti Unismuh memiliki peran strategis
dalam membangun ketahanan intelektual Indonesia.
“Di
tengah musim dingin geopolitik yang kian dekat, kita berharap kampus menjadi
ruang di mana kesadaran baru tumbuh, kolaborasi antarbangsa diperkuat, dan
Indonesia bersiap menghadapi dunia yang berubah cepat,” kata Anis.
Respons
Unismuh
Rektor
Unismuh Makassar, Abdul Rahim Nanda, dalam wawancara usai acara, menyebut
paparan Anis sebagai pengingat bahwa perguruan tinggi harus memperluas
cakrawala dan keluar dari pemikiran sektoral.
Ia
menilai situasi global “sangat mengkhawatirkan” dan kampus perlu memperkuat
kerja sama internasional, terutama dengan negara-negara muslim.
Rakhim
menggarisbawahi pentingnya memasukkan geografi, sejarah kawasan, dan politik
global dalam kurikulum agar mahasiswa memiliki kesadaran ruang dan peradaban
yang lebih matang.
“Ruang
akademik harus menjadi tempat tumbuhnya kemampuan membaca dunia,” kata Rakhim.
Dalam
sambutan pembukaan, Rektor Unismuh juga memaparkan capaian Unismuh sebagai
modal diplomasi kampus, mulai dari akreditasi unggul, sertifikasi ISO
21001:2018, pemeringkatan di Times Higher Education dan QS Asia University
Ranking, hingga mandat pelatihan tenaga kesehatan untuk Arab Saudi. Rektor
berharap rekam jejak ini membuka jalan kolaborasi yang lebih luas, termasuk
dengan Kementerian Luar Negeri. (zak)
