“PWI Gowa Panas! Diskusi Budaya & Gempuran Digital Ungkap Keresahan Wartawan: ‘Jika Tak Bertransformasi, Kita Tenggelam di Lalu Lintas Konten!’”
SUNGGUMINASA — Sekretariat PWI Gowa di Jalan Tumanurung No. 1 (GOR Bulutangkis) mendadak riuh pada Minggu, 7 Desember 2025. Diskusi tematik bertajuk “Budaya, Jurnalisme, dan Peran Wartawan Gowa di Tengah Gempuran Digitalisasi Informasi” menghadirkan perdebatan hangat tentang masa depan wartawan di era arus cepat media sosial.
Diskusi dipandu oleh Ivan Kalembang dengan narasumber Riswansyah Muhsin (mantan Komisioner KPID Sulsel), Muhammad Idris alias Baba Ong (konten kreator), serta Andi Baso Tenri Gowa (Pelaksana Tugas PWI Gowa).
Ketiganya membeberkan realitas getir yang kini dihadapi banyak jurnalis: derasnya konten media sosial membuat berita serius sering kalah cepat, kalah menarik, bahkan kalah perhatian.
Riswansyah Muhsin: “Digital tak membunuh pers—yang hilang adalah mereka yang tak beradaptasi.”
Riswansyah mengingatkan bahwa gempuran teknologi bukan alasan untuk menyerah.
“Menghadapi tantangan ini, wartawan harus meng-upgrade kemampuan dalam mengelola karya tulis di berbagai platform digital. Zaman digitalisasi tak akan mampu menghilangkan kerja-kerja wartawan dalam menyampaikan berita yang aktual dan faktual,” tegasnya.
Ia kemudian menambahkan kutipan yang membuat peserta mengangguk:
“Masalahnya bukan pada teknologinya. Tantangannya adalah apakah kita, para wartawan, siap meninggalkan cara lama? Kalau tidak, kita yang akan ditinggalkan oleh pembaca. Wartawan harus menjadi multiplatform storyteller, bukan sekadar penulis teks.”
Baba Ong: “Berita harus hidup — bukan sekadar link mati di timeline.”
Sisi lain diskusi makin hidup saat Baba Ong membagikan pengalamannya sebagai kreator digital yang berhasil memonetisasi konten bermuatan jurnalistik.
“Menyebarkan link berita di Instagram, Facebook, atau YouTube harus dibarengi kreasi. Gunakan kecerdasan buatan untuk membuat tampilan lebih menarik, integrasikan visualnya, buat judul hidup. Berita itu harus ‘menggoda diklik’, bukan sekadar numpang lewat,” jelasnya.
Baba Ong juga membongkar bagaimana wartawan bisa membangun personal branding secara organik:
“Konten bukan hanya diposting, tapi dikemas. Pilih tagar yang relevan, tulis deskripsi meta yang kuat, konsisten dengan algoritma. Jangan malu tampil di kamera—follower datang dari wajah, suara, dan konsistensi, bukan hanya teks.”
Andi Baso Tenri Gowa: “Digital boleh berubah, tapi martabat profesi wartawan jangan goyah.”
Dalam kesempatan yang sama, Plt PWI Gowa Andi Baso menekankan bahwa transformasi digital tidak boleh melunturkan etika jurnalistik.
“Wartawan PWI harus memperkaya diri dengan wawasan, kemampuan teknis, dan tentu saja menjaga kode etik. PWI berkomitmen menjaga marwah profesi, sekaligus mendorong jurnalis untuk adaptif dengan perubahan zaman,” ungkapnya.
Ia menegaskan,
“Kita bukan hanya mencetak berita, tapi membangun peradaban informasi. Maka kualitas diri adalah kewajiban, bukan pilihan.”
Penutupan: Dari diskusi panas hingga konsolidasi menuju Konfercab PWI Gowa 2025
Usai diskusi, suasana semakin meriah ketika Revin Paturahman mengumumkan pemenang Turnamen Domino Antar Wartawan, disusul pengumuman lomba Karya Tulis Jurnalistik bertema Kearifan Lokal yang dipandu oleh Dr. Asnawing, Yos Rizal, dan Arfandi Palallo.
Lomba tersebut menjadi rangkaian panjang menuju Konfercab PWI Gowa dan Semarak Hari Jadi Gowa ke-705, yang telah berlangsung sejak 15 November hingga 6 Desember dengan melibatka peserta wartawan dari berbagai media di Kabupaten Gowa
Acara ini menjadi momentum konsolidasi besar:
PWI Gowa menegaskan diri siap memasuki babak baru—memadukan budaya, jurnalisme, dan digitalisasi, tanpa kehilangan jati diri. Sebuah sinyal kuat bahwa wartawan Gowa tak akan tinggal diam menghadapi gelombang perubahan.