Penyesalan


Pada saat itulah banyak karyawan yang menyesali dirinya karena selama ini tidak bisa menerima kehadiran Si Fulan dengan baik, bahkan cenderung berpikir negatif. Pimpinan perusahaan pun menyesali dirinya karena terlalu sibuk sehingga seolah-olah lupa akan keberadaaan Si Fulan, padahal dirinyalah yang beberapa bulan sebelumnya memanggil dan meminta kesediaan Si Fulan untuk ‘’menghidupkan’’ bagian humas di perusahaannya.




--------


Esai:

Penyesalan


Oleh: Asnawin

Si Fulan dan rekan-rekannya hanya bisa pasrah ketika perusahaan tempat mereka bekerja akhirnya dinyatakan bangkrut. Pemutusan hubungan kerja pun terpaksa dilakukan, tetapi perusahaan hanya mampu memberikan kompensasi satu bulan gaji.

Kecewa dan marah bersatu dalam benak Si Fulan dan rekan-rekannya, tetapi mereka tak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana pun juga hidup tetap harus dijalani dan mereka tak boleh larut dalam kesedihan, apalagi dalam keputus-asaan.

Sebagai orang yang sudah punya banyak pengalaman, Si Fulan tidak merasa khawatir menghadapi masa depan. Ia yakin dengan bekal pengalaman dan upaya yang tak kenal lelah pasti akan membuahkan hasil.

Hanya sekitar dua minggu setelah pemutusan hubungan kerja, Si Fulan sudah mendapatkan pekerjaan baru pada sebuah perusahaan. Pimpinan perusahaan tersebut yang tidak lain mantan mitra kerja Si Fulan, membutuhkan seorang yang sudah punya pengalaman dalam mengelola bagian humas atau public relation.

Sebelum menerima tawaran tersebut, Si Fulan membuat beberapa perjanjian dengan mantan mitra kerjanya. Setelah terjadi kesepakatan tidak tertulis, Si Fulan pun langsung bekerja.

Sebagai humas, Si Fulan diberi ruangan khusus lengkap dengan peralatan komputer dan sebuah laptop, serta dibantu seorang staf yang juga sudah lama bekerja sebagai humas.

Dalam tempo tiga bulan, bagian humas di perusahaan tersebut sudah mampu memperlihatkan hasil kerjanya, termasuk mempromosikan dan mengangkat citra perusahaan. Website dikelola secara baik dan selalu diperbaharui informasinya. Majalah internal pun diterbitkan secara rutin. Hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar juga terjalin dengan baik, karena Bagian Humas sering melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar.

Memasuki bulan keempat, Si Fulan terpaksa mengendurkan laju kinerjanya, karena tampaknya tidak semua karyawan senang dengan keberadaannya yang seolah-olah diturunkan dari langit dan tampak sangat menonjol.

Mereka yang merasa terganggu dan merasa tersingkirkan dengan kehadiran Si Fulan kemudian melakukan berbagai upaya untuk ‘’menjatuhkan’’ Si Fulan. Mereka melakukan tindakan boikot secara halus dan menyebar gosip miring tentang Si Fulan. Awalnya Si Fulan tidak peduli dan tetap bekerja seperti biasa, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu juga.

Selain karena adanya boikot halus dan gosip miring, Si Fulan juga menurun semangat kerjanya karena gaji yang diterima disetarakan dengan karyawan baru sesuai aturan perusahaan, sama besar dengan gaji sekuriti dan cleaning service, padahal ia bekerja secara fungsional sebagai manajer humas dan ada kesepakatan dengan pimpinan perusahaan bahwa ia akan mendapatkan gaji yang setimpal serta mendapatkan banyak fasilitas.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama isteri dan lima anaknya, Si Fulan terpaksa mencari pekerjaan sambilan yang sifatnya paruh waktu pada perusahaan lain, serta beberapa pekerjaan parsial yang sifatnya tidak terikat.

Gosip miring yang menyebar seolah-olah mendapat pembenaran ketika Si Fulan tidak lagi rutin masuk kantor dan bahkan beberapa kali terpaksa bolos. Pimpinan perusahaan tidak tahu menahu dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh ‘’Si Fulan’’, karena ia sangat sibuk dengan berbagai urusan dan melihat seolah-olah semuanya berjalan seperti biasa.

Maka sungguh ia sangat kaget ketika suatu hari Si Fulan datang menghadap dan menyatakan ingin berhenti bekerja di perusahaan tersebut. Si Fulan minta maaf atas keputusannya mengundurkan diri.

Setelah didesak akhirnya Si Fulan menceritakan kepada pimpinan perusahaan bahwa selama ini ia sudah bekerja maksimal, tetapi ia menerima gaji sangat minim. Selain itu, ia merasakan adanya sikap penolakan dan kecemburuan dari beberapa karyawan atas kehadiran dan kinerjanya yang cukup menonjol.

Pimpinan perusahaan yang tidak lain mantan mitranya kemudian meminta maaf karena ternyata instruksinya kepada sekretaris perusahaan dan bagian keuangan tidak dijalankan. Ia berjanji akan melakukan peninjauan ulang asalkan Si Fulan bersedia tetap bekerja, tetapi keputusan Si Fulan sudah bulat.

Setelah kepergian Si Fulan, bagian humas di perusahaan tersebut akhirnya seolah-olah kembali mati suri seperti sebelum Si Fulan datang. Promosi dan pencitraan perusahaan tidak lagi intensif dilakukan. Hubungan dengan masyarakat sekitar  pun tidak lagi terjalin dengan baik.

Pada saat itulah banyak karyawan yang menyesali dirinya karena selama ini tidak bisa menerima kehadiran Si Fulan dengan baik, bahkan cenderung berpikir negatif.

Pimpinan perusahaan pun menyesali dirinya karena terlalu sibuk sehingga seolah-olah lupa akan keberadaaan Si Fulan, padahal dirinyalah yang beberapa bulan sebelumnya memanggil dan meminta kesediaan Si Fulan untuk ‘’menghidupkan’’ bagian humas di perusahaannya.

Penyesalan itu semakin terasa ketika mereka membaca berita di beberapa koran tentang berdirinya sebuah perusahaan baru yang ternyata dipimpin oleh Si Fulan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama