Menggagas Eduwisata dan Desa Wisata di Takalar


BALLA LOMPOA Karaeng Polongbangkeng, di Kelurahan Canrego, Kecamatan Polongbangkeng Selatan, Kabupaten Takalar, merupakan salah satu objek wisata budaya yang kerap dikunjungi pelajar, mahasiswa, guru, dan dosen. (Foto: Asnawin Aminuddin)









----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 26 Mei 2016


Menggagas Eduwisata dan Desa Wisata di Takalar


Oleh: Asnawin Aminuddin

Kata “eduwisata” dan “desa wisata” mungkin belum banyak didengar, diucapkan, apalagi dibahas secara serius. Telinga kita lebih akrab dengan kata “objek wisata” atau “pariwisata”. Kamus Besar Bahasa Indonesia pun belum memasukkan istilah atau kata “eduwisata” sebagai salah satu kosakata.
Mungkin itulah salah satu sebabnya, sehingga banyak objek wisata yang sebenarnya menarik dan bermanfaat untuk dikunjungi, tetapi kurang diminati, tidak terlalu dikenal, dan jarang dikunjungi wisatawan, terutama oleh pelajar dan mahasiswa.
Penyebab lain, objek wisata yang sesungguhnya menarik dan bermanfaat untuk dikunjungi itu, belum dikelola dengan baik, kurang diperhatikan oleh pemerintah (daerah), serta jarang dipromosikan.
Di Sulawesi Selatan misalnya, ada ribuan objek wisata yang menarik, tetapi tidak terlalu banyak objek wisata yang “banjir” wisatawan, apalagi wisatawan dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Tentu saja tidak ada kata terlambat untuk memulai. Para bupati dan walikota se-Sulawesi Selatan, dapat memulai kapan saja, membuat program, merancang, mempromosikan, mengundang, dan menggelar atau melaksanakan paket eduwisata.
Kita ambil contoh Kabupaten Takalar. Daerah dengan sebutan “butta panrannuangku” ini memiliki banyak objek wisata dan potensi wisata yang belum tergarap atau belum dikembangkan secara optimal.
Objek wisata yang ada pun belum diintegrasikan satu sama lain, sehingga para pengelolanya atau para pelaku pariwisata seolah-olah berjalan sendiri-sendiri, padahal (maaf) ada pemerintah daerah setempat yang bisa membina dan menyatukan mereka, untuk mengoptimalkan pengelolaan, membuatkan paket kunjungan wisata, dan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya.

Objek Wisata

Kabupaten Takalar yang terdiri atas sembilan kecamatan dan 100 desa/kelurahan (76 desa dan 24 kelurahan), memiliki banyak objek wisata alam, serta sejumlah wisata sejarah dan budaya.
Sebagai daerah pesisir, Takalar yang luasnya 566,51 km2, memiliki banyak pantai, yaitu Pantai Lamangkia, Pantai Galumbaya, Pantai Puntondo, Pantai Parialau, Pantai Punaga,Pantai Boe, Pantai Gusunga, dan Pantai Cinta (Cikoang, Topejawa, Lakatong).
Di perairan yang masuk wilayah Kabupaten Takalar, terdapat tiga pulau yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi daerah kunjungan wisata, yaitu Tanakeke (hutan bakau), Sanrobengi, dan Dayang-dayangan.
Yang menarik, meskipun memiliki garis pantai yang cukup panjang, daerah berpenduduk sekitar 270.000 jiwa (Tahun 2012) ini juga memiliki gunung, yakni Gunung Buakang.
Di daerah pegunungan itu, terdapat dua objek wisata yang cukup indah, yaitu Telaga Ko’mara dan kawasan perburuan rusa Barugaya.
Telaga Ko’mara adalah sebuah sebuah kawasan pegunungan dengan alam yang asri dan sejuk, serta sungai-sungai yang mengalir dari celah pegunungan, sehingga menghasilkan air terjun yang bertingkat-tingkat, sedangkan kawasan perburuan rusa Barugaya lengkap dengan wisata lintas alam (outbound), mancing, berkuda, panjat tebing, dan berkemah.

Wisata Sejarah

Selanjutnya, ada objek wisata sejarah Monumen Lapris (Laskar Pemberontak Rakyat Sulawesi) dan Benteng Sanrobone.
Monumen Lapris dibuat untuk mengenang perjuangan pahlawan nasional Ranggong Daeng Romo, Panglima Laskar Pemberontak Rakyat Sulawesi/Lapris, yang beranggotakan 19 organisasi kelaskaran di seluruh Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Objek wisata ini sangat cocok dikunjungi oleh peneliti sejarah, pelajar, dan mahasiswa, karena selain bernilai sejarah, lokasinya juga cukup indah karena dibangun di sebuah bukit di Desa Bulukunyi yang memiliki mata air dan tempat permandian yang dikenal dengan nama Permandian Alam Saluka.
Objek wisata sejarah lain di Takalar, yaitu Benteng Sanrobone, di Desa Sanrobone, Kecamatan Sanrobone.
Benteng Sanrobone dibuat pada sekitar abad ke-16, ketika Dampang Panca Belong menjabat Raja I Kerajaan Sanrobone. Atas perintah Raja Gowa, benteng tersebut dikerjakan oleh rakyat secara gotong royong.
Dibuat dari batu bata dan berbentuk perahu, Benteng Sanrobone memiliki panjang sekitar 3,7 km dengan tujuh pintu benteng, yang terdiri atas empat pintu besar searah dengan mata angin, dan tiga pintu kecil.
Di dalam benteng terdapat meriam dengan berat sekitar 150 kg, keris pusaka, dan makam Raja Sanrobone (kabbanga). Tak jauh dari Benteng Sanrobone, juga terdapat Masjid Tua Sanrobone yang juga merupakan peninggalan Kerajaan Sanrobone.
Nilai-nilai sejarah dan peninggalan benda-benda bersejarah itulah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, khususnya wisatawan dari kalangan peneliti, pelajar, dan mahasiswa.

Wisata Budaya & Keagamaan

Dengan latar-belakang sejarah yang cukup panjang, Takalar juga memiliki sejumlah kegiatan wisata budaya dan keagamaan, antara lain Assoso Pa’rasangan, Pesta Nelayan Galesong, Pesta Lammang, Akkio Bunting, Angngaru, Je’ne Sappara, Accera Kalompoang, Gaukang Karaeng Galesong, Maudu Lompoa, dan Qur’an Barakka.

Paket Eduwisata

Objek-objek wisata, wisata sejarah, serta wisata budaya dan keagamaan tersebut, merupakan modal besar bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Takalar untuk membuat paket eduwisata.
Eduwisata merupakan singkatan dari kata education (pendidikan) dan pariwisata. Dengan demikian, eduwisata merupakan liburan berkualitas yang memadukan antara kegiatan wisata atau liburan dengan kegiatan pendidikan atau belajar.
Para wisatawan tidak hanya disuguhi objek wisata, kegiatan budaya dan keagamaan, atau atraksi-atraksi menarik, tetapi juga belajar dan melakukan praktek pembelajaran, antara lain belajar sejarah, mengenal budaya, serta praktek membuat aneka keterampilan, kerajinan, dan praktek bertani.
Agar para wisatawan yang diundang atau datang dengan inisiatif sendiri itu tetap merasa senang dan merasa terlayani dengan baik, pemerintah daerah bersama para pelaku atau pengelola pariwisata, harus membuat dan mencetak sebanyak-banyaknya brosur dan buku saku yang berisi panduan dan keterangan tentang objek-objek wisata, jenis wisata, lokasi, dan cuaca.
Pemerintah dan pelaku atau pengelola pariwisata juga dapat bekerja-sama membuat paket eduwisata berupa kunjungan sehari sampai dengan tiga hari bagi para pelajar atau mahasiswa dengan harga yang terjangkau.


Desa Wisata

Pengelolaan objek wisata dan paket eduwisata tersebut akan lebih paripurna jika pemerintah daerah setempat memilih dan menetapkan beberapa desa dan atau kelurahan sebagai desa wisata, dengan mengintegrasikan antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat, yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.
Di desa wisata tersebut, para wisatawan bisa datang setengah hari (one day trip) atau menginap di rumah penduduk, serta bergaul dan menyatu dengan keseharian penduduk setempat untuk menyaksikan, melakukan, dan atau belajar menari, menenun, bertani, atau belajar bahasa daerah setempat.
Tentu saja pengembangan desa wisata ini harus direncanakan secara hati-hati untuk mencegah dampak negatif atau agar dampak yang timbul dapat dikontrol.
Potensi dan pengelolaan pariwisata, serta paket eduwisata dan program desa wisata, diharapkan dapat menjadi andalan baru guna mempromosikan dan mengangkat citra Kabupaten Takalar, sekaligus menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan lahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Satu hal lagi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Takalar dan para pengelola atau pelaku pariwisata, yaitu melakukan publikasi dan promosi yang tak henti-hentinya melalui berbagai media (terutama media internet), agar masyarakat dunia dapat dengan mudah menemukan dan mengenal Kabupaten Takalar, lengkap dengan berbagai potensi wisata yang dimilikinya.


JUARA. Dari kiri ke kanan, Ketua Dewan Kehormatan Daerah PWI Sulsel 2010-2015, Ronald Ngantung, Juara I Hasdar Sikki, Juara II Elvianus Kawengian, Juara Harapan III Muhammad Said Welikin, Juara III Asnawin Aminuddin, foto bersama seusai penyerahan hadiah Lomba Karya Jurnalistik HPN Tingkat Provinsi Sulsel Tahun 2013, di Islamic Centre Takalar. (ist) 




--------

(Keterangan: Artikel opini ini keluar sebagai Juara III Lomba Karya Jurnalistik Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013)



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama