------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 25 November 2018
Biografi Sahban Liba (2):
Bertugas Mencari
Rumput untuk Makanan Kuda
Penulis: Hernita Sahban Liba
Sebagai petani, Ambe’ Suba dan Indo’ Empa
sudah membiasakan anak-anaknya bekerja keras. Bagi mereka, tidak boleh ada anak
petani yang malas. Tidak boleh ada anak petani yang menganggur. Tidak boleh ada
anak petani yang tidak mendapat tugas membantu pekerjaaan orangtuanya.
Maka Sahban bersama saudara-saudaranya pun
masing-masing mendapat tugas untuk membantu kedua orangtuanya. Sahban yang saat
itu masih bocah, kebagian tugas mencari rumput untuk makanan dua ekor kuda
milik keluarga. Kedua ekor kuda itu masing-masing diberi nama Cabbo’ dan
Bukku’.
Karena setiap hari memberi makanan dan
mengajaknya bercengkerama tanpa kata-kata, maka lambat laun terjalin keakraban
di antara Sahban dengan kedua ekor kuda tersebut, terutama kuda yang diberi
nama Cabbo.
Kemana pun Sahban pergi, Cabbo selalu
dibawanya. Cabbo adalah kuda dengan perawakan kekar dan ada bintik putih di
dahinya. Ikatan batin antara Sahban sebagai anak manusia dengan Cabbo yang
seekor kuda, terjalin sangat mendalam.
Pernah suatu hari, Sahban kecil agak
terlambat pulang sekolah, karena ada beberapa tugas sekolah yang harus
diselesaikannya. Saat terlambat itulah, tiba-tiba sosok Cabbo muncul di pintu
sekolahnya seakan ingin menjemput Sahban.
Teman-teman Sahban tentu saja heran.
Mereka tak menyangka bahwa ternyata kuda yang selama ini dianggap biasa saja
mempunyai satu kedekatan batin dengan Sahban, orang yang selalu memberinya
makan dan selalu bersamanya.
Mereka tak menyangka sang kuda peliharaan
akan menjemput tuannya yang masih berada di sekolah, karena pada jam yang sama,
biasanya Sahban sudah berada di rumah untuk memberi makanan rumput bagi Cabbo
dan Bukku.
Sahban memang tidak pernah melalaikan
tugasnya untuk merawat Cabbo dan Bukku. Saat berjalan ke tanah lapang atau ke
pinggir hutan untuk mencari rumput, Sahban kecil rupanya sering tergoda untuk
mengambil buah jambu milik penduduk.
Suatu hari, ia tak bisa menahan godaan
untuk memetik buah jambu milik penduduk yang sering dilewatinya saat pergi
mencari rumput untuk kuda-kudanya. Rupanya saat mengambil jambu tersebut, sang
empunya kebun memergokinya, maka tanpa menunggu si empunya pohon jambu langsung
mengejar Sahban.
Saat itu, Sahban kecil benar-benar merasa
ketakutan. Saking takutnya, adrenalinnya terpacu dan ia pun langsung berlari
kencang sambil menjunjung karung berisi rumput. Ia sama sekali tidak merasakan
beratnya menjunjung karung berisi rumput, padahal dalam kondisi normal, hal itu
tidak mungkin bisa dilakukannya.
Ia terus-menerus berlari sambil menjunjung
karung berisi rumput dan kemudian menyeberangi Sungai Mata Allo yang aliran
airnya cukup deras. Ia terpaksa menyeberangi sungai karena tidak ada jalan lain
untuk berlari menghindari kejaran si empunya pohon jambu. Sambil menjunjung
karung berisi rumput, ia berjalan menyeberangi sungai yang airnya setinggi
dadanya. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa dalam kondisi normal, hal itu
pasti akan sulit dilakukannya.
Cari Rumput di Hari Idul Fitri
Kecintaan dan rasa tanggung jawabnya yang
tinggi untuk memberi makanan rumput kepada kedua ekor kuda milik keluarganya,
kembali terbukti pada Hari Raya Idul Fitri. Sahban kecil rela bahkan dengan
senang hati pergi mencari rumput pada pagi buta, padahal saat itu semua orang
sedang sibuk menyiapkan diri pergi ke lapangan untuk melaksanakan shalat ied.
Sahban kecil berjalan sekitar satu
kilometer dari Kalimbua ke Karosi. Saat pulang membawa karung berisi rumput
dengan cara menjunjungnya di atas kepala, ternyata semua orang sudah
ramai-ramai berjalan dari rumah masing-masing ke lapangan untuk melaksanakan
shalat ied.
Saat berpapasan dengan warga itulah, ia
sempat sayup-sayu mendengarkan obrolan mereka dengan cara berbisik tentang
dirinya yang sedang menjunjung karung berisi rumput untuk makanan bagi kedua
ekor kuda keluarganya.
“Kasihan anak itu. Orang sudah mau pergi
shalat ied, dia masih pergi mengambil rumput,” ujar salah seorang tetangganya
sambil memandangi Sahban dengan pandangan iba.
“Iya memang kasihan, tapi anak seperti
inilah yang akan berhasil dalam hidupnya kelak di kemudian hari,” timpal
tetangganya yang lain.
Sahban yang mengetahui dirinya sedang
diperbincangkan, hanya bisa tersenyum, karena ia pun belum mengerti apa-apa
saat itu. (bersambung)
Editor: Asnawin Aminuddin
---------
