Orang Bertaqwa pun Tidaklah Sebersih Kain Putih


Al-qur’an menunjukkan kondisi realistis bahwa ternyata orang yang bertaqwa pun tidaklah sebersih kain putih tanpa noda. Dia juga, pada suatu kondisi, bisa jatuh ke dalam perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri (sudah tahu salah masih melakukan).






---------

PEDOMAN KARYA
Sabtu, 18 Mei 2019


Suluh Ramadhan 1440 H – Jalan Menuju Taqwa (11):


Orang Bertaqwa pun Tidaklah Sebersih Kain Putih


Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel / Wakil Rektor I Unismuh Makassar)


Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran/3 : 135)

Ayat 135 Surah Ali Imran ini masih merupakan penjelasan sifat dan kebiasaan orang-orang bertaqwa (muttaqien) yang terdapat di Surah Ali Imran, ayat 133. Pada ayat 134 menjelaskan sifat ketaqwaan yang tinggi yang bersemayam dalam diri seorang hamba Allah dan dijadikannya perangai dalam menghadapi orang lain, sedangkan pada ayat 135 ini menggambarkan kondisi ketaqwaan yang mencapai titik terendah yang–mungkin saja dapat–terjadi  dalam diri seorang hamba Allah, dan jalan keluar atau penyelesainnya.

Berikut uraian singkatnya.

Sifat ke-15, yakni mereka yang mengingat Allah dan segera memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka ketika terlanjur melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri.

Dalam ayat ini, Al-qur’an menunjukkan kondisi realistis bahwa ternyata orang yang bertaqwa pun tidaklah sebersih kain putih tanpa noda. Dia juga, pada suatu kondisi, bisa jatuh ke dalam perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri (sudah tahu salah masih melakukan).

Hanya saja, orang bertaqwa dalam hal ini, jika dia jatuh maka dia segera mengingat Allah dan segera memohon ampun atas dosa-dosanya. Jatuhnya hanya sekali itu saja. Jadi tidak ‘berlarut’ dalam dosanya, tidak justru ‘menikmati’ apalagi bergelimang dalam dosanya.

-----
Artikel terkait:

Memaafkan Tanpa Meninggalkan Goresan Luka di Hati

--------

Quraish Sihab dalam tafsir al-Misbahnya berpendapat bahwa maksiat dan kedurhakaan yang segera diikuti dengan mengingat Allah (dzikrullah) dan segera memohon ampunan-Nya (beristigfar), tidak sampai menggugurkan identitas ketaqwaan seorang hamba, namun sekali lagi harus segera mengingat Allah dan mohon ampun kepada-Nya, karena hanya Dialah Allah yang memiliki pengampunan.

Sifat ke-16, yakni tidak meneruskan perbuatan keji atau perbuatan menganiaya diri yang pernah diperbuatnya sementara dia sudah mengetahui. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa orang bertaqwa tidak berlarut dalam dosanya, tidak menikmati dan bergelimang di dalamnya.

Bahkan atas kesadaran dan pengetahuannya akan kesalahan yang menimbulkan dosa tersebut, maka dia bertekad untuk tidak berketerusan dalam perbuatan keji dan menganiaya dirinya, itulah sebagai pertanda bahwa identitas ketakwaannya tidaklah gugur.

Imam al Gazali memberikan pemahaman bahwa terdapatnya kata-kata: (1) mengingat Allah lalu memohon ampun, (2) tidak meneruskan perbuatan kejinya, dan (3) mereka mengetahui, pada ayat 135 ini adalah mencakup makna ‘taubat’, artinya seorang hamba Allah yang bertaqwa bila ‘terjatuh’ maka dia tidak larut dalam dosanya, namun segera bertaubat kepada Allah SWT. Semoga kita memiliki sifat orang-orang bertakwa (muttaqien).

-------
Baca juga:

Memohon Ampun di Waktu Sahur 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama