Andai Semua Penyuluh KB Berkualifikasi Sarjana


KERJASAMA. Kepala BKKBN Perwakilan Sulawesi Selatan, Rini Riatika Djohari (kiri) dan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dwia Aries Tina Palubuhu, berjabat-tangan seusai penandatanganan kerjasama antara BKKBN Perwakilan Sulsel dengan Unhas Makassar, di Kampus Unhas Makassar, Selasa, 29 Oktober 2019.



---------

PEDOMAN KARYA
Rabu, 30 Oktober 2019



Andai Semua Penyuluh KB Berkualifikasi Sarjana


Oleh: Asnawin Aminuddin
(Anggota Ikatan Penulis Keluarga Berencana/IPKB Sulsel)


Menarik sekali upaya yang dilakukan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sulawesi Selatan, Rini Riatika Djohari, pada akhir Oktober 2019.

Rini dengan berbagai pengetahuan, pengalaman, pergaulan, dan jaringan yang dimilikinya, melakukan upaya peningkatan kualitas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dengan cara memberi kesempatan kepada para Penyuluh Keluarga Berencana melanjutkan pendidikannya pada jenjang sarjana (S1), magister (S2), ataupun doktoral (S3).

Upaya itu ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara BKKBN Perwakilan Sulawesi Selatan dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, di Kampus Unhas, Makassar, Selasa, 29 Oktober 2019, yang juga dirangkaikan penandatanganan kerjasama antara Unhas dengan PT KIMA (Kawasan Industri Makassar).

Di hadapan Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Palubuhu, Presdir Komisaris PT KIMA Saldy Mansyur, serta sejumlah pejabat lingkungan Unhas dan pejabat lingkungan PT KIMA, Rini Riatika Djohari, mengatakan, sejak tahun 2017, BKBBN menerima penyuluh dengan tingkat pendidikan yang bervariasi, mulai dari SMA sampai S3 (doktor), namun kebanyakan masih berijazah SMA.

Di sisi lain, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 21 tahun 2017, menekankan bahwa pendidikan Penyuluh KB minimal adalah Diploma Tiga (D3).

Dengan demikian, sumber daya manusia (SDM) Penyuluh KB yang kebanyakan tamatan SMA itu harus ditingkatkan kualifikasi pendidikannya. Karena itulah, Rini Riatika Djohari mendorong para Penyuluh KB melanjutkan pendidikannya, baik dari jenjang SMA ke jenjang sarjana (S1), maupun dari jenjang sarjana S1 ke jenjang magister (S2), serta dari jenjang S2 ke jenjang doktoral (S3).

Rini berharap kerjasama antara BKKBN Perwakilan Sulawesi Selatan dengan Unhas Makassar dapat menjadikan keadaan lebih baik lagi, terutama para Penyuluh KB agar bisa menyampaikan pesan secara profesional kepada masyarakat, sehingga masyarakat turut berpartisipasi mengendalikan penduduk mulai dari bawah.

Penyuluh KB Berkualitas

Tentang rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), Kementerian PAN-RB pada Juli 2019, memberikan penghargaan kepada CPNS Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Siti Riza Azmiyati.

Siti Riza Azmiyati yang lulus sebagai CPNS Penyuluh KB pada BKKBN Perwakilan Jawa Tengah, tercatat lulus tes dengan nilai tertinggi SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) nasional dengan nilai 444.

Perempuan kelahiran Tegal, 22 Januari 1991, adalah Sarjana (S1) lulusan Universitas Negeri Semarang (Unesa) tahun 2014, yang mendaftar seleksi CPNS BKKBN melalui formasi umum.

Apa kiat-kiat yang dilakukannya sehingga menjadi CPNS dengan nilai tertinggi pada Seleksi Kompetensi Dasar? Riza ternyata jauh-jauh hari sebelum proses seleksi, sudah mempelajari tes SKD, baik dari buku maupun internet.

Ia juga membiasakan diri dengan tipe-tipe soal SKD, seperti TIU (Tes Intelegensi Umum) yang biasanya mempunyai pola-pola soal tertentu dan menguji logika serta analisis, TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yang diharuskan memahami tentang sejarah bangsa, falsafah bangsa, Pancasila dan UUD 1945, dan sistem kepemerintahan, serta TKP (Tes Karakteristik Pribadi) yang menguji apakah karakter CPNS sesuai dengan karakter seorang PNS yang berjiwa melayani.

“Dari awal saya memang berniat untuk menjadi PNS, karena saya melihat PNS adalah jalan hidup yang mulia, mengabdikan dan mendedikasikan diri bagi masyarakat, dan saya ingin jadi bagian dari orang-orang hebat tersebut,” ungkap Riza yang juga merupakan wisudawan terbaik jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Unesa Tahun 2014.

Kita berharap para Penyuluh KB baru yang diterima pada setiap rekrutmen CPNS, juga memiliki kualitas yang sama dengan Siti Riza Azmiyati.

Dengan kualifikasi pendidikan S1 dan pengetahuan yang memadai tentang Penyuluh KB dan masalah-masalah kependudukan dan keluarga berencana pada umumnya, para Penyuluh KB sebagai ujung tombak Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), diharapkan dapat berkomunikasi secara baik dengan masyarakat untuk menyukseskan program KKBPK.

Siti Riza mengatakan, menjadi Penyuluh KB merupakan pekerjaan mulia dan mengasyikan. Mengasyikan karena bisa langsung bertemu masyarakat, mengetahui sisi berbeda dari suatu perilaku masyarakat yang mungkin perlu diperbaiki, dan bersama dengan masyarakat memperbaiki hal tersebut dengan pendekatan-pendekatan personal maupun komunitas.

Penyuluh KB juga disebut pekerjaan mulia karena bisa terjun langsung menemui masyarakat, memberi edukasi tentang kesehatan dan mendorong masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Tentu saja kita pun berharap agar para Penyuluh KB lainnya memiliki pandangan yang sama dengan Siti Riza Azmiyati yang memandang Penyuluh KB sebagai pekerjaan yang mengasyikkan dan mulia, sehingga mereka menikmati pekerjaannya sebagai Penyuluh KB.

Kompetensi Teknis Penyuluh KB

Sebagaimana diketahui bersama, BKKBN terus melakukan penataan pengelolaan dan pendayagunaan bagi Penyuluh KB/Petugas Lapangan KB (PLKB) yang bertujuan menyiapkan dan menciptakan Penyuluh KKBPK yang kompeten dan profesional dalam melaksanakan tugas fungsi dan perannya di lini lapangan.

Penyuluh KB/Petugas Lapangan KB merupakan “ujung tombak” Program KKBPK yang diandalkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, para Penyuluh KB diharapkan mengetahui kompetensi teknis yang harus mereka miliki, antara lain melakukan pendataan keluarga, membuat peta keluarga, melakukan pendataan IMP, pendataan pelayanan, fasilitasi dan koordinasi kemitraan kependudukan.

Selain itu, Penyuluh KB juga harus menyusun Rencana Penyuluhan KB, menyiapkan Materi Penyuluhan KB, melaksanakan advokasi, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dan Penggerakan Program KKBPK, melaksanakan Konseling KB, melaksanakan pembinaan Kader IMP, mengembangkan Media KIE KKBPK.

Penyuluh KB juga diharuskan melaksanakan Pembinaan Peserta KB, menyusun Rencana Pelayanan KB, melakukan pendampingan calon Akseptor KB, melakukan pendampingan komplikasi Peserta KB, Fasilitasi dan Koordinasi Kemitraan KB.

Tak kalah pentingnya, Penyuluh KB diharapkan menginisiasi dan memfasilitasi pembentukan dan melaksanaan pembinaan Kelompok Bina-bina (BKB, BKR, BKL), PIK-R/M, dan UPPKS, melakukan fasilitasi dan koordinasi kemitraan pembangunan keluarga, melakukan monitoring dan evaluasi Program KKBPK, serta menyusun Laporan Kegiatan KKBPK.

Kelihatannya kompetensi teknis dan tugas-tugas yang diemban para Penyuluh KB tidak mudah, tapi jika semua Penyuluh KB memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan mulia dan mengasyikkan sebagaimana diutarakan Siti Riza Azmiyati, apalagi bila semua Penyuluh KB sudah memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 sebagaimana diimpikan Ibu Rini Riatika Djohari, maka kompetensi teknis dan tugas-tugas tersebut bukan sesuatu sulit untuk diwujudkan dan dilaksanakan di lapangan.

Andai semua Penyuluh KB berkualifikasi sarjana dan sebagian bahkan berkualifikasi magister atau doktor, tentu akan lebih mudah menyukseskan tugas BKKBN dalam melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

-------
Baca juga:

Terbentuknya Kampung KB Percontohan se-Sulsel 

Ketika Kampung KB Jadi Objek KKN Tematik 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama