Kisah Orang Buta Mengenal Gajah

Deng Lie Wang pun memperkenalkan dirinya bahwa dia berasal dari dusun bernama Baro Mbong, dan ia melakukan perjalanan dengan menggunakan gajah. Ketiga warga Dusun Tong Bolo itu penasaran mendengar kendaraan bernama gajah, dan Deng Lie Wang menjelaskan bahwa gajah itu binatang, bukan kendaraan seperti dokar yang lazim digunakan penduduk Dusun Tong Bolo. (int)

 




---------

PEDOMAN KARYA

Kamis, 27 Mei 2021

 

ANEKDOT

 

 

Kisah Orang Buta Mengenal Gajah

 

 

Seorang bijak bernama Deng Lie Wang melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan gajah sebagai kendaraannya. Di sebuah dusun bernama Tong Bolo, Deng Lie Wang singgah sejenak.

Tidak berapa lama dia singgah, tiga orang lelaki mendatangi dirinya. Deng Lie Wang memperhatikan ketiganya, ternyata mereka semua buta. Deng Lie Wang pun menegur ketiganya dan terjadilah perkenalan basa basi di antara mereka.

“Kami penduduk Dusun Tong Bolo semuanya dilahirkan dalam keadaan buta,” kata salah seorang di antara mereka.

Sebaliknya, Deng Lie Wang pun memperkenalkan dirinya bahwa dia berasal dari dusun bernama Baro Mbong, dan ia melakukan perjalanan dengan menggunakan gajah.

Ketiga warga Dusun Tong Bolo itu penasaran mendengar kendaraan bernama gajah, dan Deng Lie Wang menjelaskan bahwa gajah itu binatang, bukan kendaraan seperti dokar yang lazim digunakan penduduk Dusun Tong Bolo.

Karena penasaran ketiga warga Dusun Tong Bolo itu pun mendekati dan meraba-raba gajah tersebut. Setelah itu, mereka bertiga pamit kepada Deng Lie Wang dan tak lupa mereka mengucapkan selamat tinggal, serta mendoakan Deng Lie Wang selamat dalam perjalanan.

Saat ketiganya berjalan pulang, terjadilah diskusi di antara mereka. Pria pertama yang bernama Deng Nyang Pha mengatakan, “Gajah itu lebar tapi agak tipis dan bisa dilipat.” Deng Nyang Pha berkata begitu karena tadi ia memegang kuping gajah.

Pria kedua yang bernama Deng Tong Pho, langsung membantah pernyataan Deng Nyang Pha. Ia mengatakan, “Gajah itu mirip pipa, ada lubangnya di tengah, tetapi dapat melengkung seperti ular.” Ia berkata begitu karena kebetulan ia memegang belalai gajah.

“Salahki’ bos. Gajah itu seperti pohon kelapa, berdiri tegak dan kuat,” potong pria ketiga yang bernama Deng Toe Jeng. Ia berkata begitu karena kebetulan ia memegang kaki gajah.

Perdebatan pun tak dapat dielakkan. Mereka bertiga baru berhenti berdebat setelah tiba di masjid dan ketiganya sepakat menghentikan perdebatan karena waktu shalat lohor sudah masuk. (asnawin)

-------

Keterangan:

Kisah ini konon awalnya berasal dari India dan telah ditulis ulang dalam berbagai versi sesuai situasi dan kondisi setempat, baik dalam bentuk kisah lisan maupun dalam bentuk kisah tertulis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama