Jangan Biasakan Diri Berbohong

Allah berfirman dalam Surah Az-Zariyat, surah ke-51 dalam Al-Qur’a, ayat ke-10 dan ayat ke-11, “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan dan kelalaian.”





-------

Selasa, 28 September 2021

 

KULTUM

 

 

Jangan Biasakan Diri Berbohong

 

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

(Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel)

 

Ada seorang menteri yang begitu fasih berbicara tentang korupsi, bahwa korupsi itu didorong oleh dua faktor, yaitu kebutuhan dan keserakahan. Menteri itu juga bilang, secanggih dan seketat apapun pengawasan, tetap ada celah untuk korupsi.

Untuk mencegah korupsi, kata sang menteri, paling utama adalah pengendalian diri.

“Yang penting diri sendiri, yang membentengi diri, ya kita sendiri, bukan Irjen kita, bukan KPK, bukan Jaksa Agung, bukan kepolisian,” katanya.

Sang menteri juga berkelakar bahwa, “Kalau kita serakah, punya mobil dua pengen tiga. Punya rumah satu pengen dua. Punya istri satu pengen dua.”

Menteri bersangkutan juga mengingatkan pentingnya menyesuaikan pendapatan dengan pengeluaran, sehingga tidak mendorong seseorang berutang atau bahkan melakukan korupsi.

“Kita punya gaji Rp20 juta, ya hidup sesuai dengan gaji kamu,” katanya.

Dia mengatakan, korupsi tidak hanya berdampak kepada pelakunya saja, tetapi juga berpengaruh kepada kondisi keluarga.

“Kamu melakukan korupsi, kasihan anak dan istrimu atau anak dan suamimu. Mereka keluar, malu, anak-anak yang masih kecil ke sekolah di-bully, pasti dia nangis,” kata menteri itu.

Sekitar satu tahun setelah bicara seperti itu, ia ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Itu artinya ia korupsi, karena KPK memang bertugas mencegah korupsi dan mengajukan ke pengadilan Tipikor, orang yang terbukti melakukan korupsi.

Mengapa menteri itu korupsi, padahal ia sebelumna begitu fasih berbicara tentang bahaya dan dampak korupsi? Itu karena tidak satunya kata dan perbuatan.

Ia secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa dirinya suci sebagai pejabat. Dia ingin mengatakan bahwa dia anti-korupsi, dan dia benci perbuatan korupsi, tetapi kemudian ia ditangkap oleh KPK karena korupsi.

Berarti ia berbohong kepada dirinya sendiri dan berbohong kepada semua orang, karena ia berbicara kepada wartawan dan beritanya disebar secara luas melalui media massa.

Setelah ditangkap oleh KPK, maka menteri bersangkutan akhirnya menjadi orang terkutuk, dikutuk oleh banyak orang, dicaci oleh banyak orang, dan tentu istri dan anak-anak, serta keluarga dekatnya akan menanggung malu.

Pelajaran yang bisa diambil dalam kasus ini, jangan berbohong, jangan biasakan diri berbohong, jangan biasakan diri berkata dusta, karena Allah SWT mengutuk orang-orang yang banyak berdusta.

Allah berfirman dalam Surah Az-Zariyat, surah ke-51 dalam Al-Qur’a, ayat ke-10 dan ayat ke-11:


“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan dan kelalaian.”


Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan, hingga di sisi Allah, ia akan ditulis sebagai seorang pembohong.

Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran, hingga di sisi Allah, ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.” (HR Abu Dawud)

Rasulullah SAW mengingatkan: “Berkata benar membawa ketenteraman, sedangkan berbohong menimbulkan ketidak-tenangan.”

Rasulullah SAW juga bersabda, “Katakanlah yang benar, meskipun itu pahit (berat untuk dikatakan).” (HR Ibnu Hibban)

Ada sebuah kisah yang kiranya kita dapat mengambil pelajaran di dalamnya, yaitu tentang seorang petani miskin dan seorang pemilik took.

 

Kisah Petani Miskin dan Pemilik Toko

 

Seorang petani miskin hampir setiap hari pergi ke kota untuk menjual gula merah yang dibuat isterinya. Si istri selalu membuat gula merah dengan bentuk bulat dan beratnya 1 kg.

Si petani selalu menjual gula merah itu ke salah satu toko dan juga membeli kebutuhan harian mereka untuk sekadar makan, di toko yang sama. Aktivitas rutin itu berlangsung cukup lama.

Namun suatu hari, si pemilik toko itu curiga dengan berat gula merah yang dijual oleh petani miskin itu kepadanya. Karena curiga, maka ia pun menimbang gula merah yang dibelinya dari petani itu.

Dan alangkah kagetnya ia, karena ternyata berat gula merah itu kurang dari 1 kg. Ia coba menimbang ulang, dan ternyata hasilnya sama. Beratnya hanya 900 gram. Tangan si pemilik toko gemetar dan dadanya terasa seperti ingin meledak.

“Jadi selama ini dia membohongiku. Berapa banyak kerugian yang aku alami. Dasaarr penipu!” teriaknya dalam hati.

Karena tidak bisa lagi menahan amarah, ia pun mendatangi rumah di petani. Ia membawa serta gula merah yang telah dibelinya dari si petani. Sesampainya di rumah si petani, ia langsung menyemprotkan kata-kata kasar.

“Kamu telah menipu saya! Kamu bilang gula merah ini beratnya satu kilogram, setelah saya timbang ulang ternyata beratnya hanya 900 gram!” hardik si pemilik toko.

Lelaki miskin itu tentu saja kaget. Ia pucat pasi mendengarkan ucapan kasar si pemilik toko langganannya. Ia tak menyangka si pemilik toko langganannya akan sekasar itu. Ia tertunduk malu dan kemudian bicara dengan perlahan.

“Kami orang miskin. Kami tidak punya timbangan di rumah. Kami sama sekali tidak ada niat menipu bapak, apalagi bapak selama ini selalu baik kepada kami,” si petani terdiam sejenak.

Si pemilik toko juga diam mendengarkan. Ia menunggu kelanjutan ucapan si petani dengan tidak sabar.

“Kami membeli beras di toko bapak seberat 1 kg dan itulah yang kami jadikan timbangan untuk menimbang gula merah,” lanjut si petani.

Mendengar penjelasan si petani, si pemilik toko pun tertunduk malu. Ia yang tadinya ingin mempermalukan dan memeras si petani, kini malah tertunduk malu karena perbuatan curangnya selama ini dengan mengurangi takaran beras yang dijualnya, akhirnya ketahuan.


-------

Baca juga:

Peristiwa Bersejarah dan Sunnah Berpuasa pada 10 Muharram

Samakah Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadr?


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama