![]() |
| Peresmian Muhammadiyah Group Makassar dan pelantikan pengurusnya dilaksanakan pada 21 Dzulhijjah 1344 Hijriyah atau 2 Juli 1926. |
PEDOMAN KARYA
Ahad, 04 Desember 2016
Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (4):
Berdirinya
Muhammadiyah Group Makassar
Oleh: Asnawin Aminuddin
Muhammadiyah didirikan oleh seorang
bernama Muhammad Darwis–yang kemudian mengganti namanya dan dikenal dengan KH
Ahmad Dahlan–di Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepadan
dengan 18 November 1912.
Sebelum Muhammadiyah berdiri, umat Islam
di Indonesia pada umumnya, termasuk di Sulawesi Selatan, dalam keadaan jumud,
beku, dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik.
Keadaan itulah yang antara lain
menggerakkan hati KH Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah untuk
mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Al-qur`an dan hadits.
Mula-mula ajakan kembali ke ajaran Islam
yang murni melalui gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar secara terorganisir
melalui persyarikatan Muhammadiyah, mendapat penolakan, termasuk di Sulawesi
Selatan.
Namun, berkat ketekunan dan kesabaran
pimpinan, pengurus, dan kader-kadernya, ajakan tersebut akhirnya dapat
diterima, begitu pun dengan kehadiran Muhammadiyah.
Maksud dan tujuan didirikannya
Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Ketidak-murnian ajaran Islam yang dipahami
oleh sebagian umat Islam Indonesia, merupakan bentuk adaptasi tidak tuntas
antara tradisi Islam dan tradisi lokal Nusantara yang dipengaruhi paham
animisme dan dinamisme.
Dalam prakteknya, umat Islam di Indonesia,
termasuk di Sulawesi Selatan, memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan
prinsif-prinsif ajaran Islam, terutama yang berhubungan dengan prinsif akidah
Islam yang menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat.
Keadaan lain menggerakkan hati KH Ahmad
Dahlan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah, yaitu keterbelakangan masyarakat
dalam bidang pendidikan, baik pendidikan formal, maupun pendidikan non-formal
dan informal.
KH Ahmad Dahlan memandang bahwa
keterbelakangan umat Islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama
keterbelakangan dalam peradaban. Kesejahteraan umat Islam akan tetap berada di
bawah garis kemiskinan, jika kebodohan masih melingkupi umat Islam Indonesia.
Di sisi lain, kehadiran penjajah Belanda
bukan hanya mengeruk hasil bumi dan menyengsarakan rakyat Indonesia, melainkan
juga membawa misi agama, yakni Kristenisasi, baik terhadap rakyat yang memang
belum beragama, maupun sudah memeluk agama Islam.
Selain itu, imperialisme penjajah Belanda
(Eropa) juga membawa angin modernisasi model pendidikan barat (Belanda) di
Indonesia yang mengusung paham-paham sekularisme, individualisme, liberalisme,
dan rasionalisme.
KH Ahmad Dahlan berpendapat, jika
penetrasi itu tidak dihentikan, maka akan terlahir generasi baru Islam yang
rasional tetapi liberal dan sekuler.
Kondisi-kondisi itulah yang menggerakkan
hati KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan persyarikatan Muhammadiyah.
Selain ingin mengajak umat Islam agar
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-qur`an dan hadits
melalui gerakan amar ma’ruf nahi munkar, KH Ahmad Dahlan juga ingin
mencerdaskan anak bangsa, membantu mengentaskan masyarakat dari kebodohan dan
kemiskinan, serta melakukan berbagai macam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pedagang dari Sumenep
Perkembangan Muhammadiyah pada awal-awal
berdirinya memang mendapatkan banyak tantangan, terutama dari pemerintah
kolonial Belanda. Muhammadiyah dikenal dan berdiri di Sulsel (Makassar) pada 21
Dzulhijjah 1344 atau bertepatan dengan 2 Juli 1926.
Itu berarti, tiga belas tahun setelah
berdirinya Muhammadiyah di Yogyakarta (18 November 1912), barulah Muhammadiyah
berdiri di Sulsel yang diawali dengan pembentukan dan pelantikan pengurus
Muhammadiyah Group Makassar.
Proses masuk dan berkembangnya
Muhammadiyah di Sulawesi selatan, tidak bisa dilepaskan dari peranan daerah
Makassar sebagai cikal bakal lahirnya Muhammadiyah di Sulawesi Selatan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Wahab Radjab,
bahwa sekitar tahun 1922, seorang pedagang batik keturunan Arab berasal dari
Sumenep (Madura) bernama Mansyur Yamani, datang dan membuka usaha dagangnya di
jalan passarstraat (sekarang Jalan Nusantara sekarang), Makasssar.
Mansyur Yamani adalah anggota
Persyarikatan Muhammadiyah Cabang Surabaya, yang waktu itu dipimpin oleh KH Mas
Mansyur.
Mansyur Yamani dilahirkan di Sumenep,
Madura, Jawa Timur, pada sekitar tahun 1894. Ayahnya adalah seorang Madura
keturunan Arab. Sebelum hijrah ke Makassar, Mansyur Yamani menetap dan aktif
sebagai muballigh Muhammadiyah di Surabaya.
Sebagai seorang aktivis Muhammadiyah dan
juga sebagai pedagang batik, tentunya Mansyur Yamani dalam proses interaksi
dengan masyarakat Makassar memiliki niatan yang selain berdagang, juga untuk
menyebarkan ajaran Islam melalui organisasi/persyarikatan Muhammadiyah.
Selain itu, Mansyur Yamani merasa
terpanggil untuk menyampaikan dakwah Islam dimana saja dia berada, terpanggil
untuk mengadakan pembaharuan Islam terhadap masyarakat Makassar yang
dianggapnya belum murni ke-Islam-annya.
Pada saat itu, di Makassar telah terdapat
suatu perkumpulan yang yang bernama al-Shiratal Mustaqim yang anggotanya
kebanyakan terdiri dari pedagang.
Oleh karena itu, untuk memudahkan
mendakwakan ajaran Muhammadiyah serta mencari relasi dalam dagangnya, Mansyur
Yamani bergaul dengan baik dan menjalin hubungan dengan pemuka-pemuka
al-Shiratal Mustaqim.
Muhammadiyah Group Makassar
Setelah kurang lebih tiga tahun bergaul
dan memperkenalkan Muhammadiyah, para pengurus dan anggota Shiratal Mustaqim
berkehendak melebur organisasinya ke dalam persyarikatan Muhammadiyah dengan
jalan membentuk Cabang Muhammadiyah di Makassar.
Keinginan tersebut tentu disambut baik
oleh Mansyur Yamani yang kemudian meneruskan kabar gembira tersebut kepada
Pimpinan Pusat (hoofdbestuur) Muhammadiyah di Yogyakarta.
Atas restu Pimpinan Pusat Muhammadiyah
yang disampaikan melalui Mansyur Yamani, maka pada malam tanggal 15 Ramadhan
1344 Hijriyah, yang bertepatan dengan tanggal 27 April 1926, diadakanlan rapat
pembentukan Muhammadiyah, bertempat di rumah Haji Muhammad Yusuf Daeng Mattiro,
yang terletak di Pasarstraat (sekarang Jalan Nusantara), Makassar.
Rapat yang diprakarsai Mansyur Yamani,
Haji Yusuf Daeng Mattiro, dan Haji Abdullah, dihadiri tidak kurang dari lima
belas orang calon anggota Muhammadiyah, termasuk beberapa orang anggota
Shiratal Mustaqim dan jamaah Masjid Kampung Buton yang selama ini dibina oleh
Haji Abdullah.
Setelah beberapa peserta rapat
mengemukakan pendapatnya, akhirnya disepakati pendirian Muhammadyah Group
Makassar dan pembentukan pengurusnya.
Pengurus Muhammadiyah Group Makassar yang
disepakati malam itu ialah Haji Muhammad Yusuf Daeng Mattiro sebagai ketua
(voorsitter), Haji Abdullah sebagai wakil ketua, Muhammad Said Daeng Sikki
sebagai sekretaris, serta Mansyur Yamani, Muhammad Tahir Cambang, Haji Ahmad,
Abdul Karim Daeng Tunru, Haji Muhammad Yunus Saleh, dan Daeng Minggu sebagai
anggota (commissaris).
Keputusan lain yang diambil pada malam itu
ialah Muhammadiyah Group Makassar yang baru terbentuk akan mengutus Mansyur
Yamani ke Yogyakarta untuk melaporkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah
tentang telah terbentuknya Muhammadiyah di Makassar, dan memohon kepada
Pimpinan Pusat agar segera datang meresmikan dan memberikan petunjuk-petunjuk
dan bimbingan lebih lanjut.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah kemudian
mengutus Haji Muhammad Yunus Anis (Secretaris Hoofbestuur Muhammadiyah) ke
Makassar dan menetap selama sekitar sepuluh hari.
Selain meresmikan dan melantik
Muhammadiyah Group Makassar, Haji Muhammad Anis juga memberikan pengajian dan
melayani konsultasi agama. Peresmian Muhammadiyah Group Makassar dan pelantikan
pengurusnya dilaksanakan pada 21 Dzulhijjah 1344 Hijriyah atau 2 Juli 1926.
Peresmian dan pelantikan dilakukan dalam
suatu pertemuan umum terbuka (open bare vergadering) di gedung Bioskop G
Wienland, Jalan Komedian (sekarang Jalan Botolempangan). (bersambung)
-----------------
Sumber Referensi:
Assagaf,
S. Jamaluddin; Kafaah dalam Perkawinan dan Dimensi Masyarakat Sulsel
Bosra,
Mustari, dkk; Menapak Jejak Menata Langkah: Sejarah Gerakan dan Biografi
Ketua-Ketua Muhammadiyah Sulawesi Selatan; 2015; Yogyakarta, Suara Muhammadiyah
Idrus,
Mubarak, Jejak Islam di Sulawesi Selatan; Menemukan Jejak Jamaluddin al
Husaini,
https://maulanusantara.wordpress.com/2011/08/29/jejak-islam-di-sulawesi-selatan-menemukan-jejak-jamaluddin-al-husaini/
Lambe,
Sawaty, (2012), Masuknya Agama Islam ke Sulawesi Selatan, Parepare, makalah,
http://sawatyl.blogspot.co.id/2012/02/blog-post_26.html
Menelusuri
Awal Masuknya Islam di Sulsel, (2014); http://kabarmakassar.com/menelusuri-awal-masuknya-islam-di-sulsel/
Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan; http://sulsel.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html
-----------------
Artikel Bagian 5: Muhammadiyah Tetap Berkembang di Tengah Tantangan
Artikel Bagian 3: Sulawesi Selatan Menjelang Kehadiran Muhammadiyah

Tulisan Bagian Ketiga:
BalasHapusSejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (3):
Sulawesi Selatan Menjelang Kehadiran Muhammadiyah
http://www.pedomankarya.co.id/2016/11/sulawesi-selatan-menjelang-kehadiran.html