Perintah Meniti Jalan Menuju Keberuntungan


Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al-Maidah/5: 35)






-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 24 Mei 2020


Al-Qur’an Menyapa Orang-orang Beriman (33):


Perintah Meniti Jalan Menuju Keberuntungan



Oleh: Abdul Rakhim Nanda
(Wakil Rektor I Unismuh / Wakil Sekretaris Muhammadiyah Sulsel)


Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Al-Maidah/5: 35)

Kali ini Allah SWT menyapa hamba-hamba-Nya untuk menuntun mereka menuju jalan keberuntungan. Dimulai-Nya dengan mengingatkan predikat iman yang sudah disandang oleh hamba-Nya itu.

Kemudian diminta-Nya dengan lembut untuk meningkatkan nilai iman dengan membina taqwa kepada-Nya yakni mengokohkan ketaatan, kecintaan, dan kerinduan kepada-Nya; “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah..!” dengan segenap taat, cinta dan merinduiNya.

Taqwa juga terkandung arti khauf yakni takut akan adzab atau siksa Allah sebagai balasan atas kedurhakaan hamba-Nya, dan juga mengandung arti raja’ yakni mengharap rahmat dari Allah SWT, hingga ia mencintai Allah SWT dan Allah pun mencintainya.

Kemudian Allah SWT menunjukkan dua jalan yang harus ditempuh oleh seorang hamba yang telah sungguh-sungguh beriman dan bertaqwa itu, dan ditempuhnya dengan penuh keyakinan jika mereka benar-benar ingin memperoleh keberuntungan.

Karena Allah SWT memintanyakepada orang-orang beriman dalam bentuk perintah yakni; “dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya.”

Inilah dua perintah Allah SWT bagi orang-orang beriman sebagai ikhtiar meraih keberuntungan. Ada baiknya kedua jalan ini diberikan sekelumit uraian untuk dipahami.

Pertama, carilah wasîlahyang mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam tafsir al-Misbah, Quraish Shihab memberi pengertian bahwa: Kata wasîlah (dengan huruf “sin”) bermakna “sesuatu yang menyambung dan mendekatkan sesuatu dengan yang lain, atas dasar keinginan yang kuat untuk mendekat.”

Kata ini mirip maknanya dengan kata washîlah (dengan huruf “shad”) yang bermakna sesuatu yang menyambungkan antara sesuatu dengan yang lain.

Bila wasîlah sebagai penyambung yang mendekatkan, maka wasîlah ‘cara’ mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah dengan ibadah. Muhammadiyah dalam putusan tarjihnya menjelaskan ibadah dalam pengertian ‘taqarrub ilalLâhi bimtitsâli awâmirihi wajtinâbi nawâhihi wal ‘amalu bimâ adzina bihi syâri’ yakni ‘mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan menaati segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan Allah (melalui syariah-Nya).

Bentuk amalan yang lebih rinci dari pengertian ibadah tersebut yang dijadikan wasîlah juga digambarkan oleh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di yakni taqarrub ilalLah ‘mendekatkan diri kepada Allah’ dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap-Nya yang terkait dengan hati (jiwa) dan juga terkait badan (fisik), serta kewajiban yang terkait dengan keduanya.

Adapun yang dengan hati antara lain mencintai Allah atau mencintai sesuatu karena-Nya, rasa takut dan berharap kepada-Nya, serta kembali dan tawakkal kepada-Nya, sedangkan kewajiban yang terkait dengan badan (fisik) seperti zakat dan haji.

Selain itu ada juga kewajiban yang terkait dengan kedua kewajiban –jiwa dan fisik-ini seperti shalat, macam-macam dzikir dan bacaan, macam-macam perbuatan baik kepada makhluk dengan ilmu, harta, kedudukan, badan dan nasehat kepada hamba-hamba Allah.

Semua amalan tersebut jika senantiasa dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh seorang hamba, maka dapat menjadi wasîlah untuk ber-taqarrub ‘mendekatkan’ diri kepada Allah hingga Dia mencintai hamba-Nya itu. Demikian dinukilkan dari Syekh As Sa’di dalam tafsir al-Karimar-Rahman Fi tafsir Kalam al-Mannan.

Apabila cinta Allah SWT sudah didapatkan oleh seorang hamba, maka janji Allah kepadanya dinyatakan dengan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Nabi s.a.w. bersabda: “…Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku senangi dari pada melaksanakan apa yang aku pardhukan atasnya. Dan tidak pula hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri dengan melakukan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, menjadilah aku telinganya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang dengannya ia menghajar, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Apabila ia bermohon kepada-Ku maka pasti kukabulkan permohonannya, apabila ia meminta perlindungan-Ku maka pasti ia Kulindungi.

Demikian penggalan hadits Qudsi yang dinukil secara lengkap oleh Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah-nya.

Sayyid Quthb mengisyaratkan agar hamba-hamba Allah bersungguh-sungguh berupaya melatih diri untuk senatiasa menggantungkan rasa butuhnya kepada Allah karena ini adalah posisi yang paling tepat bagi seorang hamba dalam melakukan ubudiah ‘penghambaan hakiki’ kepada Allah yang dapat memperbaiki hati dan menghidupkan nurani, serta menyampaikan kepada keber-untungan yang diharapkan.

Kedua, dan berjihadlah pada jalan-Nya. Setelah menggugah keimanan dan ketaqwaan hamba-Nya dan menuntun hamba-Nya mencari wasilah untuk mendekatkan diri kepada-Nya hingga menjadi hamba yang dicinta-Nya, selanjutnya Allah SWT menuntun hamba-Nya menuju jalan keberuntungan berikutnya yakni berjihad pada jalan-Nya.

Berikut ini disampaikan apa yang dipahami dari para ahli tafsir bahwa jihad itu adalah mengeluarkan segala daya, kekuatan atau potensi untuk memerangi segala bentuk kekufuran dan kekafiran.

Syekh As Sa’di menuliskan bahwa jihad di jalan Allah juga berupa segala bentuk usaha untuk menjunjung agama Allah dengan apa yang mampu dilakukan oleh seorang hamba, karena bentuk ini termasuk ketaatan yang paling mulia dan ibadah yang paling utama, juga karena siapapun yang menunaikan –jihad di jalan Allah,- maka dia pasti menunaikan yang lainnya, bahkan lebih.

Orang yang berjihad di jalan Allah itulah orang-orang yang benar di mata Allah SWT sekaligus menjadi bukti keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS Al Hujurat/49: 15)

Inilah dua jalan bagi orang-orang beriman dan bertaqwa, yakni beribadah dengan sungguh-sungguh –dengan segala bentuknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya- serta berjihad di jalan Allah juga dalam segala bentuknya serta menggunakan segenap potensi yang dimilikinya, yang mana pada hakekatnya milik manusia –yang dititipkan Allah kepadanya- itu memang hanya dua yaitu -harta dan nyawa-, gunakanla itu!

Itulah jalan menuju keberuntungan. Semoga Allah SWT memberi kekuatan kepada hamba-hambaNya meniti jalan ini. (bersambung)

-----
Artikel sebelumnya:

Mengingat dan Bersyukur atas Nikmat Allah 

Perintah Menjadi Sebenar-benar Penegak Keadilan Karena Allah dan Menjadi Saksi yang Adil 

Perintah Berthaharah untuk Shalat 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama