Mahasiswa “DO” Bisa Bangun Perusahaan Besar


SARJANA KEHORMATAN. Mark Zuckerberg menyalami para wisudawan setelah dirinya memberikan pidato sebagai Sarjana Kehormatan, di Kampus Harvard University, Amerika Serikat, Kamis, 25 Mei 2017. (Foto diambil dari akun Facebook Marc Zuckerberg)




------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 01 Juni 2017


Pidato Sarjana Kehormatan Pendiri Facebook (4):


Mahasiswa “DO” Bisa Bangun Perusahaan Besar


Yang kedua adalah mendefinisikan ulang kesetaraan untuk memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk mengejar tujuannya. Orangtua kita memiliki pekerjaan yang stabil di sepanjang perjalanan karier mereka.
Sekarang, kita semua adalah wirausahawan, baik menciptakan pekerjaan, menciptakan sesuatu, atau menjalankan sebuah peran. Itu semua adalah hal yang hebat.
Kultur kewirausahaan kita adalah soal bagaimana kita bisa menciptakan kemajuan. Kultur kewirausahaan berkembang ketika mudah untuk mencoba banyak gagasan baru.
Facebook bukan hal pertama yang saya bangun. Saya pernah menciptakan game, sistem chat/obrolan, perangkat belajar, dan pemutar musik. Saya tidak sendirian.
JK Rowling ditolak 12 kali sebelum menerbitkan Harry Potter. Bahkan Beyonce harus membuat ratusan lagu sebelum menciptakan lagu Halo. Semua kesuksesan besar ini datang dari kebebasan (keberanian, red) untuk gagal.
Tapi hari ini, kita mengalami level kesejahteraan yang tak seimbang yang menjadi derita semua orang. Ketika Anda tidak memiliki kebebasan untuk mewujudkan ide Anda menjadi sebuah kewirausahaan yang bersejarah, kita semua kalah.
Saat ini masyarakat kita memiliki begitu banyak standar keberhasilan yang sangat berlebihan, sehingga tidak mudah bagi semua orang untuk mengambil kesempatan. Mari kita akui saja.
Ada yang salah dengan sistem kita, ketika saya, seorang mahasiswa DO (drop out) dan bisa membangun sebuah perusahaan miliaran dolar, sementara jutaan mahasiswa tidak bisa membayar pinjaman biaya pendidikan. Apalagi memulai bisnisnya sendiri.
Saya kenal dengan banyak wirausahawan, dan saya tidak kenal satu orang pun yang menyerah saat memulai usaha hanya karena mereka tak punya cukup uang. Tapi saya kenal dengan banyak orang yang tidak mengejar impian karena mereka tak memiliki sandaran ketika kelak mereka gagal.
Kita tahu bahwa kita tidak sukses hanya karena punya ide bagus atau bekerja keras. Kita sukses juga karena kita beruntung. Kalau dulu saya harus mencari uang untuk menafkahi keluarga alih-alih punya waktu untuk menulis program, bila saya tidak tahu bahwa saya akan baik-baik saja bila Facebook tidak berhasil, saya tidak akan berdiri di sini hari ini.
Kalau kita mau akui, kita sadar seberapa beruntungnya diri kita. Setiap generasi memperluas definisi akan kesetaraan. Generasi sebelum kita berjuang untuk hak memilih dan hak sipil. Mereka menciptakan New Deal (program jaminan sosial di AS) dan Great Society (program anti rasial dan anti kemiskinan di AS). Sekarang giliran kita untuk mendefinisikan kontrak sosial baru bagi generasi kita.
Kita mesti menciptakan masyarakat yang mengukur kemajuan tak hanya berdasarkan metrik ekonomi seperti PDB, tapi berapa banyak dari kita memiliki peran yang bermakna. Kita mesti mengeksplorasi gagasan seperti universal basic income (jaminan pendapatan dasar) demi memberikan sandaran bagi setiap orang untuk mencoba hal-hal baru.
Kita akan berganti pekerjaan berkali-kali, sehingga kita perlu jaminan sosial untuk anak yang terjangkau dan jaminan kesehatan yang tak hanya bergantung ke satu perusahaan. Kita akan melakukan kesalahan demi kesalahan, sehingga kita membutuhkan masyarakat yang tidak mengkerangkeng dan menstigma kita.
Seiring dengan teknologi yang terus berubah, kita perlu masyarakat yang lebih berfokus pada pendidikan yang berkelanjutan di sepanjang hidup kita. Dan ya, memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk mengejar impiannya tidaklah gratis.
Orang seperti saya harus membayarnya. Anda juga mesti melakukannya. Karena itu Priscilla dan saya memulai Chan Zuckerber Initiative dan menyerahkan kesejahteraan kami untuk mempromosikan kesempatan akan kesetaraan. Ini adalah nilai dalam generasi kita.
Tak ada alasan untuk mempertanyakan mengapa kami melakukan ini. Satu-satunya pertanyaan adalah kapan. Millenial telah menjadi salah satu generasi paling dermawan dalam sejarah.
Dalam satu tahun, tiga dari empat millenial di AS berdonasi, dan tujuh dari sepuluh menggalang donasi sosial. Tapi ini bukan semata-mata soal uang. Anda juga bisa memberikan waktu Anda. Anda bisa meluangkan satu-dua jam dalam seminggu -- waktu yang dibutuhkan untuk membantu seseorang untuk mencapai potensi mereka.
Mungkin Anda berpikir itu adalah waktu yang banyak. Dulu saya pikir juga begitu. Ketika Priscilla lulus dari Harvard ia bekerja sebagai guru. Dan sebelum dia menjalankan pekerjaan sebagai pengajar bersama saya, ia sampaikan bahwa saya perlu mengajar sebuah kelas.
Saya protes: “Saya sibuk. Saya sedang menjalankan sebuah perusahaan”, namun ia memaksa, sehingga saya mengajar sebuah program pendidikan kewirausahaan di sebuah SMP pada komunitas lokal Boys and Girls Club.
Saya mengajarkan mereka pelajaran tentang pengembangan produk dan pemasaran. Dan mereka mengajarkan kepada saya bagaimana rasanya diincar karena ras dan rasanya memiliki anggota keluarga yang berada di dalam penjara.
Saya berbagi kisah ketika dulu saya masih sekolah, dan mereka berbagi harapan suatu saat bisa berkuliah juga seperti saya. Sepanjang lima tahun, saya makan malam dengan anak-anak ini setiap bulan. Salah satu dari mereka menghadiahkan saya dan Priscilla pemandian bayi pertama kami. Dan tahun depan mereka akan kuliah. Setiap orang dari mereka. Yang pertama di keluarga mereka.
Kita semua bisa memberi pertolongan kepada orang lain. Mari kita memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengejar tujuan mereka --- tidak hanya karena itu adalah hal yang benar, tapi karena ketika lebih banyak orang yang bisa mengubah impian mereka menjadi sesuatu yang besar, kita semua akan hidup lebih baik karenanya. (bersambung)

-----
Keterangan:
Tulisan bagian 1: http://www.pedomankarya.co.id/2017/05/pidato-sarjana-kehormatan-pendiri.html
Tulisan bagian 2: http://www.pedomankarya.co.id/2017/05/kisah-favorit-mark-zuckerberg.html

Tulisan bagian 3: http://www.pedomankarya.co.id/2017/05/gagasan-menjadi-jelas-ketika-anda.html

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama