Membeli Tanah dan Membangun Rumah di Makassar


Dengan memiliki tanah seluas satu hektar di Kota Daeng yang merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi, Sahban pun secara tidak langsung sudah memiliki persiapan menghadapi masa pensiun nanti. (Foto: Dokumentasi Keluarga)






----

PEDOMAN KARYA
Kamis, 04 Juli 2019


Biografi Sahban Liba (23):


Membeli Tanah dan Membangun Rumah di Makassar


Penulis: Hernita Sahban Liba

Setelah menjelang orangtua dan anak, serta bersilaturrahim dengan keluarga di Kalosi, Enrekang, Sahban bersama isteri dan anak-anaknya kembali ke Makassar. Dan seperti biasa, mereka kembali menginap di Hotel Marannu.

Saat masih berada di Hotel Marannu, Sahban kedatangan dua orang tamu. Namanya Maudu’ dan Maula. Mereka warga Makassar dan keduanya bersaudara. Mereka berdua menawarkan tanahnya untuk dibeli oleh Sahban.

Harga dipatok Rp3000 per meter dengan luas keseluruhan kurang lebih 6000 meter, sehingga total harga tanah adalah Rp18 juta (delapan belas juta rupiah). Tanah mereka berada di belakang tanah adik kandung Sahban, Aminah Djafar, di Jalan Abdullah Dg Sirua.

Tanah ini cukup luas dan dapat menjadi pengganti tanah Sahban yang dimanfaatkan tentara di Makale, Tana Toraja. Tanah adiknya tersebut sebenarnya telah Sahban beli agar adiknya dapat naik haji.

Tampaknya Maudu dan Maula mengetahui kedatangan Sahban dan berkeinginan juga agar tanah mereka dibeli. Sahban mengatakan ke Maudu dan Maula bahwa ia tidak punya uang sebanyak (Rp18 juta) itu, tapi mereka meminta agar diberikan saja uang tanda jadi sebesar Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Mereka meminta uang muka alias panjar, karena ingin menggunakan uang tersebut untuk menunaikan ibadah haji. Sisa pembayaran, kata Maudu dan Maula, dapat dicicil oleh Sahban. Setelah sepakat, Sahban pun menyerahkan dana sesuai permintaan Maudu’ dan Maula, dan keduanya pun menyerahkan bukti kepemilikan tanah kepada Sahban untuk dibuatkan sertifikat atas nama Sahban. Saat berangkat ke Tanah Suci, Maudu dan Maula turut diantar oleh Sahban ke Bandara Hasanuddin.

Sahban kemudian membangun rumah di atas tanah tersebut dengan pertimbangan setiap ke Makassar, sudah ada rumah yang ditempati bermalam, katena setiap kali ke Makassar, Sahban harus bermalam di hotel.

Lanjutan cicilan tanah milik Maudu’ dan Maula pun lanjutkan, namun belum juga lunas, Maudu’ dan Maula sudah berpulang ke rahmatullah. Meskipun begitu, Sahban tetap melanjutkan membayar cicilan tanah yang dibelinya kepada ahli waris Maudu’ dan Maula, hingga cicilannya lunas.

Dalam perkembangannya, tanah dari Maudu dan Maula, serta tanah dari adiknya di Makassar tersebut bertambah luas. Seorang tetangga, pensiunan, memutuskan untuk pulang ke Bandung dan menawarakan tanah dan rumahnya kepada Sahban untuk dibeli.

Setelah sepakat dengan harga yang ditawarkan, transaksi jual belipun dilakukan, sehingga tanah milik Sahban di Jl Abdullah Dg Sirua semakin luas, yakni sekitar satu hektar. Tanah seluas itu tentu saja sangat besar artinya bagi Sahban, karena tidak banyak orang yang memiliki tanah seluas satu hektar di Makassar.

Dengan memiliki tanah seluas satu hektar di Kota Daeng yang merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi, Sahban pun secara tidak langsung sudah memiliki persiapan menghadapi masa pensiun nanti.

Sahban kemudian melakukan persiapan dengan berencana menimbun tanah yang dibelinya, karena sebagian dari tanah itu ternyata berupa rawa-rawa. Cukup banyak juga biaya yang harus dikeluarkan untuk menimbun tanah rawa tersebut.

Setelah tanahnya rata dan padat, ternyata pengurus dan jamaah Masjid Al Mukhlisin yang berada di depan dan berseberangan jalan dengan tanah tersebut, berniat menyewanya untuk dipakai sebagai tempat untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri dan Shalat Adha.

Mereka pun bertanya harga yang diminta oleh Sahban untuk sewa tanah tersebut, namun Sahban dengan tegas mengatakan ia tidak menyewakan tanahnya untuk pelaksanaan ibadah Shalat Idul Fitri dan Idul Adha.

“Kalau mau dipakai, pakai saja. Hasil celengan dari jamaah, silakan dipakai untuk keperluan masjid,” kata Sahban.

Mendengar ucapan Sahban itu, para pengurus Masjid Al Mukhlisin pun menyampaikan terima kasih dan sejak itulah mereka memanfaatkan tanah milih Sahban tersebut untuk tempat pelaksanaan Shalat idul Fitri dan Idul Adha.

Para pengurus Masjid Al Mukhlisin kemudian sepakat mengangkat Sahban sebagai pembina. Selain di masjid tersebut, Sahban juga menjadi pembina pada salah satu masjid di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang. (bersambung)

Editor: Asnawin Aminuddin

----


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama