Baca Puisi


BACA PUISI. Setelah lebih 40 tahun berlalu, saya baru tampil lagi di panggung untuk membaca puisi, dan kali ini saya memilih puisi berjudul "Karawang-Bekasi." (Foto: Basri Pabottingi)




-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 03 September 2019


Baca Puisi 



Pada pertengahan hingga akhir tahun 70-an, saat masih duduk di bangku sekolah dasar, saya beberapa kali tampil di panggung membaca puisi. 

Baik sekadar tampil untuk pertunjukan atau hiburan pengisi acara, maupun untuk lomba pembacaan puisi. 

Waktu itu, orang lebih sering menyebut sajak, mungkin untuk membedakan antara anak-anak dan orang dewasa. Untuk anak-anak diberikan diksi sajak, sedangkan untuk orang dewasa diberikan diksi puisi.

Puisi yang populer ketika itu antara lain puisi berjudul "Diponegoro", "Aku", dan "Karawang-Bekasi", yang ketiga-tiganya merupakan puisi karya Chairil Anwar.

Hampir setiap ada lomba baca puisi (biasa juga disebut deklamasi), ketiga puisi ini selalu menjadi pilihan, baik oleh peserta (puisi wajib) maupun oleh panitia penyelenggara.

Mengapa ketiga puisi ini sering jadi pilihan? Karena ketiga puisi ini mengandung jiwa patriotik dan jiwa perjuangan, untuk merebut atau mempertahankan kemerdekaan.

Jiwa patriotisme dan nasionalisme ini sangat perlu ditanamkan kepada anak-anak, dan alasan itulah yang mendasari para guru dan pengambil kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan sehingga mereka selalu memilih puisi berjudul "Aku" dan "Diponegoro" untuk dilombakan.

Setelah lebih 40 tahun berlalu, saya baru tampil lagi di panggung untuk membaca puisi, dan kali ini saya memilih puisi berjudul "Karawang-Bekasi."

Saya tampil membaca puisi pada acara Malam Ramah-tamah HUT ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI, di Kompleks Perumahan Berlian Indah Pallangga, Desa Jenetallasa, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Ahad, 01 September 2019.

Tentu saja saya berupaya tampil membaca puisi dengan penuh penghayatan, agar anak-anak, pelajar, mahasiswa, dan semua yang hadir malam itu, turut larut menyimak dan menghayati baris-baris puisi yang saya bacakan.

Yang membedakan antara saat membaca puisi ketika masih SD dengan saat membaca puisi di acara Malam Ramah-tamah Agustusan, yaitu dulu tidak ada yang memberi saweran, sekarang Ketua ORW kami memberikan saweran dua lembar amplop warna putih.

Amplop itu tentu saja berisi uang, tapi berapa lembar dan pecahan berapa isinya, itu menjadi "rahasia perusahaan", ha..ha..ha.. (Asnawin Aminuddin)

Selasa dinihari, 03 September 2019

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama