KAMI Ingatkan Presiden Jokowi tentang Kekejaman PKI

SURAT TERBUKA. Mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo (kiri), mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin (tengah), dan mantan Ketua PW Nahdlatul Ulama DIY Rochmat Wahab, menandantangani Surat Terbuka KAMI yang ditujukan kepada Presiden RI, Joko Widodo. (int)


 

 

-----

Sabtu, 26 September 2020

 

 

KAMI Ingatkan Presiden Jokowi tentang Kekejaman PKI

 

 

-         Mengantisipasi Bangkitnya PKI

-         Meminta DPR Tidak Melanjutkan Pembahasan RUU BPIP

-         Memutar Kembali Film Pengkhianatan G 30-S/PKI

-         Tetap Diajarkan Pelajaran Sejarah Pemberontakan PKI

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan secara terbuka di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat pada Selasa, 18 Juli 2020, mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.

Surat terbuka tertanggal 22 September 2020 itu ditandatangani tiga presidisium KAMI, yakni mantan Panglima TNI Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2005-2010, 2010-2015) Din Syamsuddin, serta mantan Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta (2011-2016) Rochmat Wahab.

Dalam surat terbuka tersebut, KAMI menuntut tiga hal kepada Presiden Joko Widodo, yaitu pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neo-komunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana? 

Kedua, Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.

Ketiga, Presiden Joko Widodo sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan Film Pengkhianatan G 30-S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia.

Begitu pula, agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut diajarkan kepada segenap peserta didik, tidak dikurangi apalagi dihilangkan. Ingat pesan Bung Karno, “Jasmerah,  jangan sekali-kali lupakan sejarah.”

Dalam pengantar surat terbuka tersebut, disebutkan, KAMI dan banyak rakyat Indonesia pada setiap bulan September menyandang suasana kebatinan penuh keprihatinan dan trauma akan peristiwa-peristiwa makar Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terjadi pada bulan ini.

Masih mengiang di ingatan generasi bangsa, betapa kekejaman PKI pada Pemberontakan Madiun 18 September 1948.

Kala itu, kaum Komunis membunuh para ulama, santri, dan rakyat yang tidak berdosa, hanya karena mereka tidak bersetuju dengan ideologi komunisme.

Tujuh belas tahun kemudian, tepatnya pada 30 September 1965, PKI kembali melakukan makar dan kekejaman, yakni mereka membunuh tujuh Jenderal TNI Angkatan Darat secara biadab (membunuh dan memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur di Lubang Buaya). 

Makar dan pemberontakan itu dilakukan PKI, baik prolog maupun epilognya, dengan tindak kekerasan dan kekejaman pembunuhan terhadap rakyat, khususnya para ulama dan santri. 

Peristiwa makar dan kekejaman PKI pada 1948 dan 1965 menoreh sejarah kelam bahkan hitam dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Adalah jelas bahwa PKI dan Kaum Komunis tidak bersetuju, dan ingin selalu merongrong Negara Pancasila, baik dengan upaya menggantikan Pancasila, maupun dengan memperjuangkan penafsiran dan pemerasan terhadap Pancasila, sehingga Pancasila kehilangan esensinya.

 

Menyelusup ke Legislatif dan Eksekutif

 

Saudara Presiden yang mulia, beberapa waktu terakhir ini, KAMI dan banyak rakyat Indonesia merasa prihatin dan membangkitkan trauma dengan adanya gejala dan gelagat kebangkitan neo-komunisme dan PKI Gaya Baru. Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti.

Anak-cucu kaum komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutar-balikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban, dan kalangan non-PKI, khususnya umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat terhadap orang-orang PKI.

Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa Kaum Komunis-lah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani.

Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa Kaum Komunis-lah yang membantai para Jenderal TNI. Bahkan, Saudara Presiden, sebagian dari anak-cucu PKI itu sudah berani secara demonstratif meneriakkan kebanggaan menjadi Anak PKI.

 

Cara-cara Kaum Komunis

 

KAMI dan banyak rakyat Indonesia meyakini bahwa upaya adu domba sesama warga masyarakat (khususnya sesama Umat Islam dan antar-umat beragama), penyandungan (bullying) hingga pembunuhan karakter (character assasination) terhadap lawan politik merupakan cara-cara Kaum Komunis, yang juga pernah dilakukan pada masa lampau menjelang makar atau pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965.

Secara khusus, Saudara Presiden, KAMI dan rakyat Indonesia sangat trauma, karenanya meyakini bahwa adanya RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila/RUU HIP, dan usulan baru RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/RUU BPIP) adalah upaya merendahkan, meremehkan, menyelewengkan, dan menyalah-gunakan Pancasila.

Saudara Presiden yang mulia, berdasarkan semua itu, maka kami yang bergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia/KAMI, dan meyakini banyak rakyat Indonesia yang mendukung.

Saudara Presiden yang mulia, KAMI berkeyakinan bahwa tuntutan-tuntutan di atas adalah konstitusional dan rasional. Jawaban Presiden terhadap tuntutan-tuntutan itu akan menunjukkan derajat kenegarawanan, komitmen kepada Pancasila, dan sikap penolakan terhadap komunisme atau PKI dalam berbagai bentuk dan penjelmaannya.

Demikianlah Surat Terbuka ini disampaikan, sebagai bentuk keterbukaan dan pelurusan sejarah kebangsaan.

Kepada Jejaring  KAMI di daerah-daerah  dan manca negara agar mengawalnya. Dalam rangka memperingati kebiadaban PKI pada tanggal 30 September 1965, KAMI menyerukan kepada segenap rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada tanggal 30 September 2020.

Selanjutnya dalam rangka merayakan Hari Kesaktian Pancasila, agar pada tanggal 1 Oktober 2020 menaikkan bendera setiang penuh.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama