Ketika itu Abu Thalib menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun dilangsungkan. Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya yang ikut berbahagia. Jarang ada pernikahan dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang.
-----------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 10 Oktober 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (22):
Pernikahan
Muhammad dengan Khadijah Binti Khuwailid
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Perasaan
Khadijah
Setelah beberapa bulan,
kafilah Mekah pun datang kembali. Di tempat perhentian Marr Al Zahran, sehari
perjalanan dari Mekah, para agen biasanya mendahului datang ke Mekah untuk
memberi laporan perdagangan. Muhammad pun demikian. Ia lebih dulu tiba di
Mekah. Namun, sebelum bertemu Khadijah, ia berthåwaf dulu tujuh keliling
mengelilingi Ka’bah.
Dari atas balkonnya yang
megah, Khadijah bergegas datang menyambut dan Muhammad pun melaporkan hasil
penjualan, barang yang dibeli, serta berbagai pengalaman kecil dalam
perjalanan.
Saat itu, Khadijah sudah
sangat terkesan dengan hasil yang diperoleh Muhammad, tetapi itu belum
seberapa. Setelah Muhammad pulang, Maisaråh menceritakan sendiri kesan-kesannya
terhadap Muhammad.
“Sungguh, belum pernah
aku melihat pemuda yang demikian sempurna memandang masa depan.
Keputusan-keputusannya selalu tepat dan perkiraannya tidak pernah salah. Ia
juga sangat jujur dan sopan,” demikian sebagian kisah Maisaråh.
Khadijah betul-betul
sangat terkesan dengan agen barunya itu. Waraqah bin Naufal pun datang dan
mendengar sendiri kisah Maisarah tentang Muhammad.
Ada hal yang aneh pada
diri Maisarah. Biasanya, ia sangat menekankan laporannya pada masalah-masalah
bisnis. Akan tetapi, kini persoalan dagang seolah-olah menjadi hal kecil.
Yang dibicarakan Maisarah
kali ini hanya tentang Muhammad, Muhammad, dan Muhammad. Padahal, keuntungan
yang mereka dapat kali ini benar-benar luar biasa. Jika dikatakan bahwa
Khadijah memiliki “Sentuhan Emas”, tepatlah apabila Muhammad disebut memiliki “Sentuhan
penuh berkah.”
Ketika Waraqah telah
mendengar semua itu, ia tenggelam dalam pemikiran yang sungguh-sungguh. Setelah
cukup lama berdiam diri, ia berkata kepada Khadijah, “Mendengar darimu dan dari
Maisarah mengenai Muhammad, dan juga dari apa yang kulihat sendiri, aku
berpendapat bahwa ia memiliki semua sifat dan kemampuan sebagai seorang utusan
Allah. Mungkin dialah yang ditakdirkan untuk menjadi salah seorang di antara
para rasul pada masa yang akan datang.”
Pernikahan
Agung
Khadijah memiliki teman
seorang wanita bangsawan bernama Nafisah binti Munyah. Nafisah tahu setelah
suami kedua Khadijah meninggal, banyak bangsawan Quraisy yang melamarnya, namun
Khadijah menolak. Nafisah tahu bahwa Khadijah takut semua lamaran itu hanya
bertujuan mengincar hartanya. Lebih dari itu, Nafisah juga tahu bahwa yang
diinginkan Khadijah adalah seorang laki-laki berakhlak agung. Nafisah juga tahu
bahwa ada satu laki-laki yang seperti itu di Mekah, ia adalah Muhammad.
Karena itulah, begitu
Khadijah membuka diri kepadanya tentang Muhammad, Nafisah tidak terkejut lagi.
Khadijah meminta Nafisah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana pandangan
Muhammad tentang dirinya.
Maka, ketika Muhammad dalam
perjalanan pulang dari Ka’bah, Nafisah menghentikannya. Nafisah pun bertanya, “Wahai
Muhammad, Anda telah menjadi seorang pemuda. Banyak lelaki yang lebih muda dari
Anda telah menikah dan beberapa di antaranya bahkan telah mempunyai anak.
Mengapa Anda tidak menikah?”
“Aku belum mampu menikah,
ya Nafisah. Aku belum mempunyai kekayaan yang cukup untuk menikah,” jawab
Muhammad.
“Apa jawaban Anda jika
ada seorang wanita yang cantik, kaya, dan terhormat mau menikah dengan Anda
walaupun Anda belum mampu?” tanya Nafisah.
Muhammad balik bertanya
dengan sedikit terperangah, “Siapakah wanita itu?”
Nafisah tersenyum, “Wanita
itu adalah Khadijah putri Khuwailid.”
Alis Muhammad tambah
terangkat, “Khadijah? Bagaimana mungkin Khadijah mau menikah denganku? Bukankah
Anda tahu bahwa banyak bangsawan kaya raya dan kepala-kepala suku di Arab ini
yang telah melamarnya dan ia telah menolak mereka semua?”
“Jika Anda mau
menikahinya, katakan saja dan serahkan semuanya kepadaku. Aku akan mengurus
semuanya,” kata Nafisah.
Ketika itu Abu Thalib
menyetujuinya, Muhammad pun mengiyakan Nafisah. Maka, pernikahan pun
dilangsungkan. Sebagai pengantin, Muhammad datang didampingi paman-pamannya
yang ikut berbahagia.
Perawakan
Muhammad
Jarang ada pernikahan
dilangsungkan demikian agung. Dalam acara itu, semua pemimpin Quraisy dan
pembesar Mekah diundang. Mempelai laki-laki menunggang kuda yang gagah diiringi
para pemuda Bani Hasyim yang menghunus pedang.
Sementara itu, kaum
wanita Bani Hasyim berjalan lebih dulu dan telah diterima di rumah mempelai
wanita.
Rumah Khadijah yang megah
saat itu telah diterangi cahaya lilin dalam lampion-lampion yang digantung
dengan rantai-rantai emas. Setiap lampion terdiri atas 7 batang lilin.
Semua pembantu Khadijah
diberi seragam khusus untuk menyambut para tamu yang datang menjelang sore
hari. Kamar pengantin benar-benar istimewa. Kain sutera dan brokat digantung
begitu serasi. Lantainya tertutup karpet putih dan diharumi dupa dari guci
perak.
Khadijah sendiri begitu
anggun hingga tampak bercahaya seperti matahari terbit. Ia mengenakan pakaian
pengantin yang sangat indah dan jarang ada duanya saat itu. Abu Thalib adalah
wakil mempelai laki-laki dalam memberi sambutan, sedangkan Waraqah bin Naufal
adalah wakil pengantin wanita.
Tidak ada laki-laki
segagah Muhammad. Paras wajahnya tampan dan indah. Perawakannya sedang, tidak
terlampau tinggi, juga tidak pendek. Rambutnya hitam sekali dan bergelombang.
Dahinya lebar dan rata di
atas sepasang alis yang lengkung, lebat dan bertaut. Sepasang matanya lebar dan
hitam, di tepi putih matanya agak kemerahan, tampak lebih menarik dan kuat.
Pandangannya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dengan
barisan gigi yang bercelah-celah.
Cambangnya lebar,
berleher jenjang, dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna
kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kaki yang tebal.
Jika berjalan, badannya agak condong ke depan, melangkah cepat-cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, membuat orang patuh kepadanya. (bersambung)
Kisah sebelumnya: