Kegembiraan Mahrus Andis Saat Tak Sengaja Bertemu Wartawan dan Penulis

TAK SENGAJA. Dari kiri ke kanan, Rusdy Embas, Mahrus Andis, M Dahlan Abubakar, Suradi Yasil, dan Muhammad Amir Jaya bertemu dan foto bersama di Kafebaca, Jalan Adhyaksa, Makassar (dekat pertigaan Jl Hertasning), Jumat, 31 Desember 2021. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA) 





------- 

PEDOMAN KARYA

Senin, 03 Januari 2022

 

 

Kegembiraan Mahrus Andis Saat Tak Sengaja Bertemu Wartawan dan Penulis

 

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

(Wartawan)

 

-------

AKHIR TAHUN. Dari kiri ke kanan, Muhammad Amir Jaya, Asnawin Aminuddin, M Dahlan Abubakar, Rusdy Embas, dan Mahrus Andis, foto bersama di Kafebaca, Jalan Adhyaksa, Makassar (dekat pertigaan Jl Hertasning), Jumat, 31 Desember 2021. (Dokumentasi pribadi)

------



Seusai shalat Jumat di Masjid Kantor BKKBN Sulsel, 31 Desember 2021, saya ke Kafebaca, di Jalan Adhyaksa, Makassar (dekat pertigaan Jl Hertasning). Baru saja tiba di Kafebaca, Pak Dahlan Abubakar juga datang.

Saya tentu saja kaget, karena saya bersama beliau sekitar setengah jam sebelumnya berpisah seusai shalat Jumat di Masjid Kantor BKKBN Sulsel, dan tanpa sengaja karena memang tidak janjian, ternyata kami sama-sama pergi dan bertemu di Kafebaca, he..he..he…

Saat masuk ke Kafebaca (yang dikelola oleh rekan Rusdy Embas), ternyata di dalam sudah ada Pak Mahrus Andis sedang ngobrol dengan Rusdy Embas, dan mereka berdua langsung melempar senyum gembira melihat kedatangan kami.

Maka suasana di Kafebaca pun “agak ramai” dengan canda tawa kami berempat, yaitu saya, Pak Dahlan Abubakar, Pak Mahrus Andis, dan rekan Rusdy Embas.

Dahlan Abubakar adalah seorang doktor dan magister humaniora pensiunan dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Beliau juga mengajar pada beberapa perguruan tinggi lainnya.

Selain dosen, Dahlan Abubakar juga dikenal sebagai wartawan dan mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat Makassar. Di harian Pedoman Rakyat itulah, saya dan Rusdy Embas mengenal dan cukup lama berinteraksi dengan beliau.

Saya dan Rusdy Embas menjadi wartawan di Harian Pedoman Rakyat sejak akhir 1992 dan kemudian menjadi wartawan definitif (karyawan tetap yang mendapatkan gaji bulanan dan berbagai tunjangan) pada tahun 1993 di harian tersebut.

Mahrus Andis, saya kenal sebagai seorang seniman, budayawan, dan seorang kritikus sastra. Saya terlebih dahulu mengenalnya lewat karya-karyanya (puisi, artikel, dan buku) sebelum berkenalan secara langsung dengan beliau.

Lewat bacaan, saya akhirnya juga tahu bahwa Mahrus Andis, dulu, saat masih kuliah di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Unhas, juga aktif berkesenian di Dewan Kesenian Makassar (DKM) bersama seniman dan budayawan seperti Rahman Arge, Husni Djamaluddin, Daeng Mangemba, Aspar Paturusi, Arsal Al Habsyi, Ishak Ngeljaratan, Ramto Ottoluwa, Fahmi Syarif, dan Udhin Palisuri.

Ada kebanggaan tersendiri berkenalan dan bertemu dengan beliau, antara lain karena kami (saya dan Mahrus Andis) sama-sama berasal dari Kabupaten Bulukumba.

Saat kami sedang ngobrol-ngobrol, muncul pula Muhammad Amir Jaya (seorang seniman dan budayawan, wartawan, penulis, dan pembaca puisi, serta seorang muballigh), Dr Suradi Yasil (novelis), Anwar Nasyaruddin (cerpenis, dan penulis buku), serta Idwar Anwar (penulis novel sejarah).

Maka suasana pun menjadi semakin ramai. Mahrus Andis dan kami semua sangat menikmati suasana hari itu. Saking gembiranya, Mahrus Andis pun bernostalgia.

Mahrus mengaku sebenarnya dirinya sangat ingin menjadi dosen di Fakultas Sastra Unhas. Waktu itu, hanya satu dosen yang akan diterima untuk jurusan (program studi) yang digelutinya dan ia bersaing dengan Fahmi Syariff.

“Fahmi Syariff akhirnya diterima jadi dosen dan saya kalah, karena tim pengujinya adalah teman-temannya Pak Fahmi,” kenang Mahrus sambil tertawa.

Setelah “gagal” menjadi dosen Unhas, Mahrus Andis (kelahiran Bulukumba, 20 September 1958) kemudian memilih “pulang kampung” mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Pemerintah Kabupaten Bulukumba hingga pensiun beberapa tahun silam.

Mahrus juga mengungkapkan bahhwa salah satu orang yang paling “ia takuti” adalah Dahlan Abubakar.

“Saya takut kalau Kak Dahlan menulis tentang diri saya dan mengeritik saya lewat tulisannya,” ungkap Mahrus lagi-lagi sambil tertawa.

 

Bertemu di Akhir Tahun

 

Kegembiraannya bertemu dengan beberapa wartawan dan penulis, juga ia ungkapkan lewat tulisan pendek di akun Facebook-nya, Andi Mahrus (Mahrus Andis) - https://web.facebook.com/andi.mahrus.1232.

Tulisannya ia beri judul (dengan huruf kapital); BERTEMU DI AKHIR TAHUN.

Isinya, “Seakan kami susut ke ceruk masa lalu, ketika tiba-tiba, bertemu sahabat klasik hari ini. Dr. M. Dahlan Abubakar, penulis beberapa buku, senior saya di kampus Sastra Unhas di tahun 70-an, ikut bergabung dalam bincang lepas bersama para sastrawan, Jumat 31 Desember 2021 di Kafe Baca-Adiyaksa Makassar. Banyak cerita lucu yang terburai dari mulut aktivis KONI ini. Tapi itu tidak saya bicarakan di sini.

Pada paragraph kedua ia menulias, “Tunggu di buku saya nanti,” kata Kak Dahlan, lelaki asal Bima-NTB yang bangga punya istri satu itu.

Di bagian akhir tulisan pendeknya ia menulis keterangan gambar dari foto yang ia tampilkan di akun Facebook-nya, Dari kiri: Rusdy Embas (Penulis, dan Pengamat Budaya), Mahrus Andis (Kritikus Sastra), Dr. M.Dahlan Abubakar (Penulis buku dan Tokoh Pers), Dr. Suradi Yasil (Novelis), Muh. Amir Jaya (Penyair), Asnawin Aminuddin (Penulis dan Tokoh Pers), Idwar Anwar (Penulis novel sejarah), dan Anwar Nasyaruddin (Cerpenis).

 

Romantisme Kepenulisan

 

Muhammad Amir Jaya juga membuat tulisan pendek di akun Facebook-nya mengenai pertemuan tak disengaja di Kafebaca.

Ia menulis seperti ini, “Pertemuan bagi wartawan dan penulis senior selalu seru dan asyik. Bukan saja membincang satu tema aktual; peluang Timnas Garuda melawan Thailand leg ke 2, tetapi juga membincang banyak hal dan romantisme kepenulisan di masa lalu. Semuanya membangkitkan semangat untuk melahirkan karya-karya baru.”

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama