Jokowi, Turun atau Belenggu

Tentu, tuntutan mahasiswa dan publik, tidak dapat dipungkiri masuk akal, tidak perlu dicekal dengan cara-cara feodal lagi. Walaupun, Tuan Presiden bersama aparatnya merasa terbelenggu, dan boleh jadi para pendemo selama ini, merasa logika pemimpin terkesan hanya jadi belenggu__ hanya mampu melahirkan solusi pengalihan gorengan isu yang membelenggu.


 


------

PEDOMAN KARYA

Ahad, 10 April 2022

 

OPINI SASTRAWI

 

 

Jokowi, Turun atau Belenggu

 

 

Oleh: Maman A Majid Binfas

(Akademisi, Sastrawan, Budayawan)


Filosof Bertrand Russel sempat berkata, ‘’Sesungguhnya dunia sedang menunggu tokoh reformasi yang akan menyatukan dunia di bawah bendera tunggal dan satu panji.’’ Soal kemunculan sosok Mahdi juga sempat diutarakan ilmuwan Albert Einstein (Republika, 2012).

Penggalan kalimat di atas, boleh jadi menjadi kegelisahan atau keputusasaan Albert Einstein, menyaksikan kemuakan perilaku kepemimpinan di permukaan bumi ini, di mana belum ditemukan sosok pemimpin yang berwibawa dan berilmu kharismatik,  _berdasarlan takaran kajian logikanya.

Hal ini sehingga mengharaplan kehadiran Imam Mahdi_ untuk mengakhiri polemik ketidakberesan pemimpin mengelola negeri yang menjadi amanah diemban dengan penuh tanggungjawab moralisasi bertuhan.

Dan itu menjadi asas yang membuat diri pemimpin tersebut, mengais simpatik yang berwibawa alami, tentu buah dari tindakan yang adil dan berimbang sebagaimana diharapkan secara logika kemanusiaan yang sesungguhnya.

Pada Pedoman Karya (4/2021), saya menulis tentang esensi kewibawaan tidak mesti dipoles dengan bungkusan baju dinas juga deretan titelan dan hartaan, namun ia hadir bercahaya alami bercermin dari jiwa sanubari. 

Kewibawaan alami tak bisa didesain dengan rekayasa pencitraan, dan justru akan sirna bersama uang kertas sogokan berterbangan yang terbagikan, _bahkan menjadi belenggu. 

Dan itu, bisa menjadi bom waktu sebagaimana terjadi di negeri ini, berhingga kewalahan menuai kritikan yang tanjam_dan memang demikian apa adanya. Akibat adanya demikian sehingga pengelola negeri menggoreng isu ece-ece, biar anak asongan pun sudah membaca arah angin dimunculkannya.

Termasuk, soal digorengnya minyak goreng hingga dilangkakan, dan rutinitas perbedaan teropongan soal awal puasa dan lebaran_ yang sungguh lebih terkesan isu nuansa politik menjadi belenggu bagi kewibawaan pemimpin itu sendiri,__terpoleskan.

Polesan isu berlebihan yang sungguh kesan berlogika alademis, maka tidak mengherankan disetiap tahun muncul demo menuntut turunnya pemimpin negeri.

Tahun 2019, mahasiswa menuntut Jokowi turun dari kursi presiden sehingga Jokowi menginstruksikan Menteri Pendidikan-nya, saya merangkai diksi berikut ini.

 

TURUN INSTRUKSIKAN

 

Presiden

Instruksikan Menristekdikti

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Menristekdikti

Instruksikan Rektor

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Rektor

Instruksikan Dekan

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Dekan

Instruksikan Prodi

Turun Redam demo Mahasiswa

 

Prodi

Instruksikan Dosen

Turun redam Demo Mahasiswa

 

Dosen

Instruksikan Mahasiswa

_redamkan demo

 

Mahasiswa

Instruksikan Presiden

TURUN_ ...

(26090201908023)

 

Tentu, tuntutan mahasiswa dan publik, tidak dapat dipungkiri masuk akal, tidak perlu dicekal dengan cara-cara feodal lagi. Walaupun, Tuan Presiden bersama aparatnya merasa terbelenggu, dan boleh jadi para pendemo selama ini, merasa logika pemimpin terkesan hanya jadi belenggu__ hanya mampu melahirkan solusi pengalihan gorengan isu yang membelenggu.

 

BELENGGU

 

Sungguh, kebenaran itu nyata diturunkan ke bumi melalui Nabi utusan Tuhan. Namun, sungguh sangat sedikit meyakini dan mengakuinya akan kebenaran dari Tuhan-nya.

Bahkan para Nabi pun dihina dengan tuduhan gila dan dilempari dengan kotoran binatang__ bahkan lebih dari itu, digantung dengan palang paku, sekalipun disamarkan.

Apalagi, manusia biasa yang bukan sebagai Nabi, sekalipun sungguh memiliki kebenaran diyakininnya, tentu tercampakkan melebihi nasib para nabi dimaksudkan.

Dulu, Kiyai Ahmad Dahlan,  (1912) membawa pemahaman agama yang logis pun, dituduh sebagai kiyai kafir dan dilempari rumahnya karena telah mengikuti cara atau gaya ala Belanda;_ mengajar santrinya dengan memakai meja dan kursi dalam belajar_

Walau kini, hampir semua pesantren telah mengikuti cara belajar dengan menggunakan kursi dan meja di dalam belajar di pesantrennya.

Terkadang, kita tertipu dengan asesoris penampakan, sekalipun tidak dipikirkan secara logis bermata batin. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda berdasarkan hadits riwayat ad-Dailamy: “Bukan pada pakaian dan penampilan, melainkan kebaikan itu terletak pada ketenangan dan keteguhan.”

Walaupun, kita dilogiskan dengan penciptaan yang kurang teguh berperasaan sebagaimana QS. Al Mariij: 19, yang artinya ”Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” Namun, esensinya untuk diuji kepasrahan tulen, guna meyakini keteguhan agar tidak merugi, baik di dunia maupun di akhirat kelak menanti.

Sungguh kehidupan dunia hanya ujian bertepi, bah hingga berbatas antara sahur dan berbuka puasa saja, berdasarkan akar OS. Al Hajj: 11 yang artinya;

“Dan di antara manusia, ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana atau musibah, maka berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”

Nyatanya, hanyalah sedikit sekali yang bisa melalui kepasrahan tulen dalam keimanan yang sesungguhnya sebagaimana diharapkan Tuhan. Berdimensi kepasrahan tulen hanya kepada Tuhan semata, namun lebih manyoritas manusia di dunia mencuri kesempatan dalam kesesatan nyata.__ demi mencuri mata kekafiran duniawi saja.

Semoga di bulan bercahaya batin ini, dapat kembali bersiuman menyadari dengan kepasrahan tulen pada radius keimanan sejati__diharapkan bisa bersalaman dengan kebenaran jalan Tuhan.

Sekalipun, telah menjadi Presiden, juga sebagai menteri agama, tidak lepas dari kekhilafan tulen sehingga terbebas belenggu beragam.

Boleh jadi berdimensi akan tuduhan berdagelan agama__terbelenggu, bukan hadir dari pikiran logisnya, mungkin saja yang berkeimanan sesungguhnya bersalam kepada keyakutan atau durasi berkeyakinan. Tetapi, boleh saja terjadi karena beban ketakberdayaan hampa kewibawaan diembannya hingga turun pun terbelenggu.

Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama