Orang Munafik Berupaya Menghalangi Kaum Muslimin Berjihad

Abdullah bin Ubay bin Salul ketika itu berkemah di sebuah tempat bersama sekelompok pengikutnya. Mereka menolak berangkat bersama Rasulullah ﷺ ke medan perang. Orang-orang yang hatinya terpendam kebencian terhadap Islam mengambil kesempatan ini. Mereka menghasut banyak orang, menghalang-halangi dan menanamkan rasa enggan mereka untuk pergi berjihad. Banyak orang yang telah munafik semakin menjadi lebih munafik.



---- 

PEDOMAN KARYA

Selasa, 11 Oktober 2022

 

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (143):

 

 

Orang Munafik Berupaya Menghalangi Kaum Muslimin Berjihad

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

Orang-orang Munafik

 

Sementara orang-orang mukmin dari berbagai kabilah berdatangan untuk bergabung bersama sambil berlomba membawa sedekah ke Madinah, orang-orang munafik malah berbisik-bisik. Mereka mencari-cari alasan untuk tidak ikut di antara sesama mereka, terdengarlah cemoohan kepada ajakan Rasulullah ﷺ.

“Jangan kalian berangkat dalam keadaan udara panas ini,” demikian ajak mereka kepada yang lain.

Tentang perkataan ini turunlah firman Allah

 

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ ائْذَنْ لِّيْ وَلَا تَفْتِنِّيْۗ اَلَا فِى الْفِتْنَةِ سَقَطُوْاۗ وَاِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ ۢ بِالْكٰفِرِيْنَ

 

Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah”. Ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir. (At-Taubah 9:49)

Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan mereka berkata janganlah kamu berangkat atau pergi berperang dalam panas terik ini.

Katakanlah, “Api neraka jahanam itu lebih sangat panas, jika mereka mengetahui.”

Abdullah bin Ubay bin Salul ketika itu berkemah di sebuah tempat bersama sekelompok pengikutnya. Mereka menolak berangkat bersama Rasulullah ﷺ ke medan perang.

Orang-orang yang hatinya terpendam kebencian terhadap Islam mengambil kesempatan ini. Mereka menghasut banyak orang, menghalang-halangi dan menanamkan rasa enggan mereka untuk pergi berjihad. Banyak orang yang telah munafik semakin menjadi lebih munafik. Mereka berkumpul di rumah Sulaim, orang Yahudi. Jika dibiarkan orang-orang ini pasti akan merajalela menebar kerusakan.

Karena itulah Rasulullah ﷺ mengutus Thalhah bin Ubaidillah untuk membubarkan mereka. Thalhah datang dan membakar rumah Sulaim. Orang-orang di dalam rumah kalang kabut melarikan diri, salah seorang patah kakinya karena terjatuh. Sementara itu yang lain memaksa menerobos api dan melarikan diri ke sana kemari.

Tindakan keras Rasulullah ﷺ itu berhasil mencegah mereka untuk tidak lagi mengulangi perbuatan semacam itu.

Kemudian pasukan muslim berangkat. Rasulullah ﷺ memimpin 30.000 orang ke perbatasan Romawi nun jauh di utara. Namun masih ada yang tertinggal. Padahal mereka adalah orang-orang yang tidak diragukan lagi ke-Islam-annya. Siapa dan mengapa?

Orang-orang munafik menghindar dari satu bahaya pertempuran, tetapi akan menanggung kehinaan akibat tindakan pengecutnya. Mereka tidak punya Iffah.

Iffah adalah kemampuan menahan diri. Gunanya untuk mengekang diri jangan sampai suka menempuh kepuasan sesaat yang akhirnya akan membawa kemelaratan.

 

Abu Khaitsamah

 

Ketika pasukan berangkat, kaum wanita dan anak-anak melepas mereka dengan penuh semangat. Bahkan banyak yang naik ke loteng agar dapat melihat dengan lebih leluasa. Debu halus mengepul ke udara disertai ringkikan kuda. Inilah pasukan dahsyat yang siap menembus padang pasir dengan tidak lagi mempedulikan udara panas, rasa haus dan lapar. Semua itu demi mendapat kecintaan Allah dan Rasulullah ﷺ.

Namun beberapa orang belum tergerak hatinya untuk ikut padahal mereka bukanlah kaum munafik. Di antaranya adalah Abu Khaitsamah, Kaab bin Malik, Murarah bin Ar Rabi, Hilal bin Umayyah.

Setelah Rasulullah ﷺ dan pasukannya telah berjalan beberapa hari. Abu Khaitsamah tiba di rumah. Hari itu benar-benar sangat panas sampai hampir tak tertahankan. Kedua istri Abu Khaitsamah bangkit dan menyambutnya dengan penuh cinta.

Abu Khaitsamah berbaring di atas alas empuk yang telah disediakan istri-istrinya. Tenda yang sudah terbuka membuat angin mengalir masuk segar, apalagi tidak lama kemudian kedua istrinya itu masuk sambil membawa apa yang dia inginkan.

Yang satu kendi sejuk yang telah ditaruh lama di tempat teduh, yang lain adalah makanan segar untuk memuaskan perut yang lapar. Namun begitu merasakan semua kenikmatan ini. pikiran Abu Khaitsamah melayang kepada Rasulullah ﷺ dan pasukannya.

Ia berkata dalam hati, “Rasulullah ﷺ sekarang tengah terpanggang terik matahari dan diterpa angin panas, sedangkan Abu Khaitsamah bersantai-santai di kemah yang sejuk, menikmati makanan yang tersedia dan bersenang ria ditemani para wanita cantik ini? Ini benar-benar tidak pantas dan tidak adil!”

Seketika itu Abu Khaitsamah bangkit dan berkata kepada kedua istrinya, “Demi Allah, aku tidak akan masuk ke tenda kalian sebelum aku menyusul Rasulullah ﷺ. Tolong siapkan perbekalanku, aku akan pergi mengejar beliau.”

Ketika Rasulullah ﷺ tiba di daerah Tabuk, seseorang berkata, “Ada pengendara datang!”

“Ia adalah Abu Khaitsamah,” sabda Rasulullah ﷺ.

Abu Khaitsamah menemui Rasulullah ﷺ, beliau memaafkan dan mendoakan Abu Khaitsamah.

Untuk menghindarkan bahaya yang sangat besar, seseorang harus menghindarkan kenikmatan yang sebentar saja, itulah gunanya iffah dan untuk mencapai kepuasan besar serta abadi, seseorang perlu teguh, tahan menyeberangi kesakitan dan penderitaan yang sebentar.

Itulah gunanya syajaah atau keberanian. Abu Khaitsamah adalah contoh orang yang memiliki dua hal ini. Iffah dan syajaah tidak bisa dipisahkan seperti dua sayap burung. (bersambung)


----

Kisah sebelumnya:

Rasulullah Umumkan Perang Melawan Romawi 

Putri Rasulullah Zainab Wafat, Istri Rasulullah Mariah Melahirkan 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama