Jokowi dan Ferdy Sambo Berguru

Barang tentu sebagai manusia biasa yang bernurani, Jokowi, Kapolri, dan Ferdy Sambo juga yang lainnya telah berguru kepada guru menjadi pamong yang memomonginya. Kini terngiang untuk dikenang pada hari guru secara nasional ini.

Maman A Majid Binfas -
 




----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 28 November 2022

 

 

Jokowi dan Ferdy Sambo Berguru

 

 

Oleh: Maman A Majid Binfas

(Akademisi, Sastrawan, Budayawan)

 

 

Mengutip kembali tulisan saya pada Pedoman Karya (8/2022) tentang “Kapolri, Momongin Peluru Cinta”. Dalam penggalan goresan tulisan tersebut, saya akan mengutip kembali sebagiannya, di antaranya sebagai berikut.

Kehadiran polisi sesungguhnya menjadi pamong; pengaman melindungi segenap masyarakat tanpa kecuali sehingga negeri aman sentosa. Bukan menjadi momok yang menakutkan, tetapi ia sebagai momong yang memomongi masyarakat bah anaknya sendiri. Manakala diidentikkan dengan pengertian kata momongan itu sendiri, berarti boleh diindikasikan __bagaikan peran ibu dan atau guru.

Secara bebas dalam Google diartikan momong adalah suatu kegiatan, usaha dan tindakan seseorang untuk mengasuh, membimbing, mengasihi, menyayangi, mengayomi dan menjaga anak, yang dilakukan dengan sepenuh hati dengan tujuan agar anak bisa mendapatkan asuhan dan pendidikan yang lebih baik dan lebih layak bagi sang anak.

Ini berarti, ia sama halnya dengan esensi guru mesti digurui yang patut jadi panutan, bukan sebaliknya menjadi momok yang sungguh seram dan menakutkan.

Kalau demikian esensinya menjadi citranya adalah guru, maka apa yang dinyatakan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (2021) yang mengingatkan anggota polisi agar bersikap bijaksana dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Kemudian, “Ke depan saya inginkan polisi dicintai, karena kita melindungi dan mengayomi masyarakat. Karena itu Polri hadir di tengah-tengah masyarakat itu yang ingin kita ciptakan,”

Dikarenakan tindakan tiap anggota polisi berpengaruh terhadap citra institusi Polri. Ia menegaskan, agar semangat perubahan melalui konsep “Presisi”, yaitu prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan, diimplementasikan setiap saat.

Bahkan “Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang polisi, hal itu akan berdampak pada citra dari Polri”, maka, menjadi gravitasi dicintai sebagaimana guru yang berjiwa ketulusan. Hal demikian, manakala dihadirkan dengan sungguh-sungguh bukan sebagai retorik tamengan, maka tidak akan muncul kesan beragam dari publik, termasuk proses pengadilan Ferdy Sambo, dkk.

 

Gravitasi Ferdy Sambo

 

Lebih terkesan radius dalam mengadilan Ferdy Sambo seakan tidak ada kepastian yang berarti, bah ramalan permainan bola ghoib. Belum lagi bermunculan jamuran pengalihan isu bergravitasi sehingga esensi masalah utama mengenai pembunuhan sadis di rumah dinas __tidak menjadi terfokuskan dan publik menjadi lelah juga melupakannya keganasan gravitasinya.

Tentu, publik sekaligus masyarakat Indonesia dan dunia semesta mengharapkan kepastian hukum yang sesungguhnya, dan tidak dibenturkan dengan isu sehingga menjadi kabur, sebagaimana proses didagelan selama ini.

Manakala, diawal muncul bangkai kelakuan pembunuhan sadis, kami sebagai publik awam, mungkin wajar saja menduga ada radius gravitasi. Termasuk, benturan bintang langitan jingga__berhingga membumi jadi bara berdebu kasmaran dubur kuburan.

Bukan terkadang lagi, namun telah biasa terjadi, dan meteor pun terlintasi, _digadangi juga dikadalin, __dan berserakan juga menjadi rongsokan berhamburan, demi menyelamatkan aset kekuasaan terselubung berantai.

Logis sebagai manusia biasa tentu mungkin Ferdy Sambo tidak mau jadi dikorbankan sendirian, dan bila dijatuhkan hukum mati yang berkeadilan nurani sesungguhnya__ sekalipun kini mungkin hanya lembaian angin surga yang sering dihembusin.

Andaikan saja terjadi demikian, mungkin sebelum menghembus nafas finalnya, tentu Ferdy Sambo, tidak akan bungkam. Dan bukan mungkin akan mati-matian menghembuskan juga radius keakuratan dan kevalidan fakta yang bergravitasi tinggi, __ tentu itu sungguh sangat dahsyat.

Hal demikian, diharapkan dan tentu sekalipun terkesan akan melukai yang lainnya. Namun, marwah dimensinya menjadi jejak pelajaran berbudi luhur, dan terhormat di mata dunian dan Tuhan-nya.

Kami sebagai orang awam dan yang bertuhan, berharap kepada siapapun pemimpin saat ini, baik di pucuk hingga akar rumputan sekalipun. Mari belajar pada tapak jejak sejarah keburaman para pemimpin masa lalu. Jangan sampai tuan-tuan, hanya dikenang sebagai mumi artevak perusak nilai asasi kemerdekaan Indonesia sejati.

Jejak, goresan pengaburan di atas, tentu tidak diharapkan, apalagi menjadi tuan bah lalatan berkerumun.

 

Tuan Lalatan

 

Kalaulah lebah berkerumun meramu tetesan sari madu jadi obatan, mungkin aku sangat menghargai kalian dengan doa bersalaman

Dikarenakan lebah sungguh berguna, dan juga mereka saling menghargai satu sama lain, dan melepas belenggu bungkusan arogansi pengabdiannya__

Tetapi, kalaulah cuma hanya kerumunan bagaikan lalat hijau _dan kesannya bertuan bah pengrajin yang hanya pandai meramu butiran telur belatung temurun untuk membangkaikan raga berongga jiwa alami_

Maka, jujur mata jiwa apapun tiada akan mengenang__apalagi menghargai raga arogansi demikian,_dan kesannya tuan hanya bah lalatan, juga telah melampaui lupa daratan dari tapak jejak berjiwa ketulusan_ nan dititahkan QS. Al-Fajr:27-30:

“Yaa Ayyatuhan Nafsul Muthmainnah, irji'i ilaa rabbiki raa dhiyatam mardhiyah, Fadkhuli fii'ibadi, wadkhuli janaati”

Artinya:

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya.”

Esensi ayat di atas, sekalipun Jokowi dan Kapolri mungkin aparat pemerintah lainnya, tidak sekeyakinan, namun tidak mejadi masalah di dalam perbedaan saling mengingatkan. Tentu, ini tidak bermaksud untuk memaksakan keyakinan saya untuk diyakini pula, tetapi manakala berkiblat demikian alangkah indahnya lambang bintang berketuhanan berdada garuda pancasila itu.

Termasuk, tanda bintang yang melekat di pundak para jenderal, saya tetarik meliriknya, mungkin berasakan lambang bintang di sila pertama, yakni Ketuhanan YME berarti ketauhidan.

Wajar dan boleh saja mungkin sebagai warga negara tertarik pada hal demikian, dan mengidentukannya.

Dan semoga kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J dapat dituntaskan oleh Kapolri dan pengadilan tanpa gravitasi bersifat spekulatif dari pihak manapun.

Maka, patut dihaturkan Bravo kepada Jokowi dan Kapolri beserta Hakim yang mengadili kasus dumaksudkan di atas ini. Hal ini sehingga kesannya bukan menjadi dagelan gravitasi, sebagaimana diksi berikut ini.

 

Butir butir peluru cinta

dari rongsongan cemburu buta

kasmaran jadi bara api _

__ biar teman kuburan bertaman

bintang tertanda batu nisan...

 

Akhirnya, bukan jua citra dari memomongin cinta berdasarkan butir butir peluru dalam rongsongan cemburu membabi buta.

Tetapi, diharapkan citra polisi menjadi pamong yang memomongi keamanan negeri sehingga masyarakat merasa nyaman sentosa nan perlu diaminkan. Apalagi, menjadi pamong yang melakukan dengan sepenuh hati, bah guru yang dapat diteladani.

Barang tentu sebagai manusia biasa yang bernurani, Jokowi, Kapolri, dan Ferdy Sambo juga yang lainnya telah berguru kepada guru menjadi pamong yang memomonginya. Kini terngiang untuk dikenang pada hari guru secara nasional ini.

 

GURUKU

 

Kepadamu

aku berguru

hingga jadi guru

sungguh jasamu berjiwa

 

Pengabdianmu luar biasa

dalam mengasah logika

dengan mata berjiwa

mengeja tulis baca

 

Guruku

aku bisa begini

jujur memang darimu

berjurus ragam durasi

juga aksara dedikasi

tak mungkin dipungkiri

 

Guruku

Teriring doa syahdu

mengalir tiada henti

berakar mata nurani

dari muridmu ini

 

semoga jasamu berjiwa

husnul khotimah terpadu

bening tanpa noda

dalam genggaman Ilahi

bersalaman keberkahan slalu

 

Aamiin ya Tuhanku

Termuliakan untuk guruku

 

_ SELAMAT MERAYAKAN HARI GURU _

 

Wahai, guru berjiwa sejati, kibarkan terus pencerahan kepada generasi bangsa yang cedas dan tulus dalam mengabdi. Menjadikan murid-muridmu jadi guru patriot sejati di dalam berdikari dan berkarya yang bermutu tinggi, demi kejayaan negeri tercintanya.

Didiklah mereka menjadi pengabdi sejati, dan malu menodai bangsanya dengan lumuran dusta, __bah tapak jejak mumi artevak masa lalu, dan juga kini dikenang selalu. Jadikan mereka yang logis berpikir Merdeka, namun tetap santun menjadi keyakinan sejatinya.

 

UHAMKA Jakarta, tetap unggul dan berguru pada keintelektualitas nan tulus Buya HAMKA

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama