Mengulik Makna Diksi pada Antologi Puisi “Takrif Aksara SA”


Untaian larik-larik beberapa puisi tampak sengaja memanfaatkan diksi dari khazanah budaya Bugis, Makassar, dan Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel). Diksi-diksi tersebut diselipkan untuk penguatan tampilan khas karya sang penyair.

 

------

PEDOMAN KARYA

Selasa, 04 April 2023

 

 

Mengulik Makna Diksi pada Antologi Puisi “Takrif Aksara SA”

 

 

Oleh: Yudhistira Sukatanya

(Sastrawan, Budayawan)

 

Disinyalir, ada ambisi besar di balik kehadiran antologi “Takrif Aksara SA”. Betapa tidak, dalam paparan pengantar, penyairnya telah menyampaikan bahwa melalui puisi ia bermaksud mengembalikan keberadaan budaya dan tradisi.

Untaian larik-larik beberapa puisi tampak sengaja memanfaatkan diksi dari khazanah budaya Bugis, Makassar, dan Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel). Diksi-diksi tersebut diselipkan untuk penguatan tampilan khas karya sang penyair.

Jika menilik riwayat singkat sang penyair, diketahui bahwa Andi Marliah, lahir di Ujung Pandang, tanggal 04 Oktober 1969, alamat rumah di Jalan Bunga Ejaya Lr. 4 No. 6 RW 02 RT D Kelurahan Bunga Ejaya, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Andi Marliah, guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Muhammadiyah 3 Bontoala Makassar. Mencapai gelar kesarjaan D2 Seni Tari pada tahun 1991, S1 Bahasa dan Sastra Indonesia/Daerah di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada tahun 2002, dan S2 Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar pada tahun 2013.

Memperhatikan latar belakang riwayatnya, maka wajarlah jika kemudian boleh dikata bahwa ia cukup mengenal pernak-pernik diksi dan aksara khas Sulsel, yang relatif sudah sangat dikenal. Signifikasi Andi Marliah adalah pada keberaniannya dalam memilih bahan puisinya.

Mari mengulik atau mengusut; menyelidik sejumlah puisi dalam antologi ini.

Coba saja simak, diksi pada judul,…..wala suji, ada dalam 4 Puisi (hal 6,7,8,9 ) Pakarena ( hal 21,22 ), Maudu lompoa ( hal 39,40) masing-masing pada 2 puisi.

Ringkasnya, nyaris seluruh puisi (47 puisi) mengadopsi diksi dari khazanah Sulsel. Sengaja dibenamkan dalam ranah epik, cerita rakyat, riwayat tokoh, landscape dan lainnya. Setidaknya hanya dua puisi di antaranya, menyempal (Tasbih Langit, hal 35, Matahari di Langit Yogya Hal 44 ).

Namun dalam hal penulisan puisi, berhasilkah penyair ini menjadi pengungkap renungan budaya? Apa benar-benar membuktikan bahwa puisinya mampu mengembalikan muruah kekayaan kearifan budaya daerahnya untuk menjadi semacam pegangan hidup?

Siri’ na Pacce, misalnya, siri’-malu jika tidak menjaga nilai budayanya-mampukah menjadi nilai pembeda dengan anak negeri lainnya? Kemudian pacce, yang bisa diartikan sebagai kepedulian, ambil saja konteks peduli untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi Sulawesi-Selatan?

Mungkin terlalu naif berharap begitu. Tentu seorang penyair bukanlah seorang influencer yang bertugas mendemamkan orang lain untuk suatu produk tertentu. Meski demikian, pertanyaan ini penting untuk menyimak apa dan bagaimana makna yang ingin disampaikan oleh penyair ketika mengulik diksi untuk ciptaan puisinya.

Coba geledah falsafah dan gambaran makna Aksara SA Lontarak Makassar. Bentuk persegi empat yang dibaca Sa, memiliki takrif yang mengungkap tentang Keesaan Allah SWT. Apakah persepsi itu bisa berterima?

Ini soal makna, adalah sebagai arti atau pengertian yang diberikan oleh bentuk kebahasaan. Makna kata itu merupakan hubungan antara ujaran dengan artinya dalam sebuah kata. Sederhananya, makna kata adalah maksud yang terkandung dari sebuah kata.

Bagaimana dengan makna gramatikalnya. Makna yang timbul karena tata bahasa dalam Bahasa Indonesia.

Mari simak. Misalnya seperti dalam puisi “Sasmita”

 

Sasmita Sa

Goresan cahaya di malam gelap ------goresan atau lukisan

Mengungkap dalam kedalaman jiwa

Pada kerabat Bugis Makassar

 

Jika kata Goresan diletakkan pada sebuah kalimat, maka akan memiliki arti yang berbeda. Bisa memberi makna lukisan. Dalam beberapa puisi menampung permasalahan yang sama. Apakah itu terbentuk dengan kesadaran penuh atau eksperimen bahasa.

Simak lagi makna leksikal puisinya, makna lambang kebahasaan sebagaimana makna terdapat di dalam kamus.

Contohnya adalah pada puisi Suara Sa

 

Tangisan kelahiran memecah tala

Mengobrak-abrik cemas melanda

Kegelapan dunia tertinggal dalam rahim

Suaranya melengking mendayu rahayu

 

Adanya menyibak kalimat bersuara

La haula walakuata illabillah

Tiada daya dan kekuatan selain Engkau ya Allah

 

Risalah aksara di daun Lontara

Melafaskan kata bersuara Sa

Menyebut asma Allah yang Maha Esa

Tempat mengabdi dan memohon

Lailahaillallah Muhammadarrasulullah

Tiada Tuhan sebenarnya selain Allah

Muhammad adalah RasulNya

 

Saat mata memandang langit

Seakan bianglala menyelimuti kulit gebu 

Raga lemas terbaring lengang

Tiada suara selain lailahaillallah

 

Jasad terbungkus kain kafan

Meninggalkan dunia yang fana

Sa menyentuh pembuluh nadi

Suaranya membelah tanah merah

Kalimat lailahaillallah menghantar

 

Tangisan kelahiran memecah tala-------Tala adalah cerita

Suaranya melengking mendayu rahayu ---- Kata mendayu- artinya berbunyi (bersuara) sayup-sayup sedang rahayu atau istilah 'Rahayu' berasal dari bahasa sansekerta. Arti yang dimaksud, selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.

Risalah aksara di daun Lontara – Jika risalah adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT, berupa prinsip hidup, moral, ibadah, akidah untuk mengatur kehidupan manusia agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat.- Kapan risalah itu sampai ditulis di daun lontara? Apakah pappasang atau pappaseng itu setara identik dengan wahyu ilahi rabbi?

Gebu di KBBI adalah: sangat bersemangat; berkobar-kobar. Lihat peletakannya pada larik ini;

Saat mata memandang langit

Seakan bianglala menyelimuti kulit gebu

Raga lemas terbaring lengang

Tiada suara selain lailahaillallah

 

Kalimat; Seakan bianglala menyelimuti kulit gebu- mengglorifikasi makna leksikal apa? Apa mungkin maksudnya terselimuti?

Lalu menyimak makna denotatif. Merupakan makna yang mengandung arti yang sebenarnya. Makna denotatif mengacu pada literatur atau kamus. Contohnya pada Puisi di bawah ini.

 

RONA WALA SUJI

 

Bentuk jajaran genjang

Berdiri kekar buluh berajut

Beratap segi tiga tertutup rumbia

 

Lamming berkilau menyebar cahaya

Di empat sudut memajang warna

Merah, hijau, biru, kuning

Aura warna sensasi menggugah

Patahkan pucuk janur menjamur

Gerbang ikatan dua mempelai

Merupa jelita Wala Suji

 

Kata dalam puisi di atas memiliki penyampaian arti kata sebenarnya, lalu dimana dapat ditemui dimensi imajinatifnya, filosofisnya?  

Makna Konotatif tentu berlainan dengan makna denotatif. Makna konotatif merupakan makna yang mengandung nilai emosi tertentu sehingga menjadi kiasan yang dapat bermakna sebagai sikap sosial, perspektif, dan nilai tertentu.

Contohnya pada puisi

 

MAKNA BADIK

 

Badik kawan lelaki pemberani

Warisan pusaka Bugis-Makassar

 

Dengarkan wejangan orang Bugis

Tania ugi narekko de’na punnai kawali

Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik

 

Tajam bergagang seni budaya

Bersarung cendana membayangi kesaktian

Rahasia malam bersama ruh menjamah

Membidas kegagahan di bilah badik

Mewakaf sakral merendam tetesan darah

 

Bugis mengenal badik “Tellu Cappa”

Tiga ujung badik tak terpisah dengan keselamatan

Ujung lidah bermakna jujur, santun bertutur

Ujung kelamin bermakna menikah memangku kehormatan

Ujung badik bermakna jalan terakhir mengawal harga diri

 

Makassar, 2 Desember 2022

 

Yang menarik dalam pusi ini adalah diksi membidas. [membidas] Arti membidas di KBBI adalah: bergerak (terlepas, memantul) dengan cepat karena digerakkan oleh barang yang.... Contoh: apabila badik terinjak tangkainya.

Lalu apa arti dari mewakafkan? Adapun secara istilah syariat (terminologi), wakaf berarti menahan hak milik atas materi harta benda (al-'ain) dari pewakaf, dengan tujuan mensedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa'ah) untuk kebajikan umat Islam, kepentingan agama dan atau kepada penerima wakaf yang telah ditentukan oleh pewakaf.

Kedua diksi ini perlu disimak, dikaji dengan saksama. Apalagi karena keberadaannya dalam larik puisi tentu menyandang tujuan tertentu dari ungkapan penyairnya.

Memang, antologi puisi “Takrif Aksara SA” akan menarik jadi pembahasan jika pembahasnya berani menyelami kedalaman makna-makna diksi yang dipilih oleh si penyair.

Tulisan ini (untuk sementara) semata jadi ajakan untuk menyelami kedalaman makna pada larik-larik puisi lainnya dalam Antologi puisi “Takrif Aksara SA”. Karena Takrif adalah penjelasan tentang penuturan sesuatu, yang dengan mengetahuinya akan melahirkan suatu pengetahuan yang lain. Sila.

 

Tamamaung, 09 Ramadhan 1444 Hijriah


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama