-------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 18 Agustus 2023
Uang
Merdeka Presiden Jokowi
Oleh:
Maman A. Majid Binfas
(Sastrawan, Akademisi,
Budayawan)
Setelah dirgahayu
merayakan milad 17 Agustus 1945 yang telah berusia 78 tahun, dengan durasi 77
kali diperingati dengan bangga dan bahagia.
Semoga beriring pula
dengan harga diri dalam kejatidirian Bangsa Indonesia semakin meningkat pada
derajat yang tinggi, sebagaimana diharapkan oleh amanah UUD 45 nan diberkahi
Ilahi. __Minimal tidak berkelahi juga memiliki kelamin rasa malu, dan tidak
dimalu-maluin, terutama nilai rupiah. Mesti disadari sesungguhnya di dalam
gambar uang rupiah, itu ada Burung Garuda sebagai lambang Negara dan
bertuliskan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tentu ini tak terbantahkan
dalam bentangannya.
Nilai
Uang Pujian
Lalu, gimana nasib
nilai rupiah akhir-akhir ini? Apakah bisa dibanggakan sebagai mana rasa kebahagian
dan bangganya Presiden dan elemen bangsa di dalam merayakan hari kemerdekaan 17
Agustusan, di setiap tahun. Dan kini dengan durasi ragam aksesoris didagelani
tujuhbelasan yamg luar biasa__dan itu mesti dihargai sebagai khasanah langgam
kekayaan budaya Indonesia mesti dibanggakan pula.
Tetapi, semestinya
seiring pula dengan derajat identitas nilai uang kepada lambang Negara yang
tergambar Burung Garuda di dalamnya_hingga membahagiakan luar dalam_menjadi
jatidiri Bangsanya.
Bukan hanya kebanggaan
semu yang berias gincu aksesoris upacara tujuhbelasan saja, tetapi harapannya_andaikan
boleh usulin padamu Presiden Jokowi beserta melodi kompenennya. Tentu di dalam
perayaan mesti dimeriahkan dengan sedahsyat mungkin agar tidak memalukan Negara
kita_sekalipun biaya besar dari utang negara atas nama rakyat Indonesia.
Kalau untuk biaya
perayaan tujubelasan kami tidak akan menyesalinya, tetapi disesali oleh kami,
adalah kemubasiran dikorupsi dan mar'upin secara komponen keiblisan saja.
Termasuk, mungkin itu yang membuat nilai tukar rupiah semakin
ditelanjangi oleh dagelani yuan dan dolar_ makin bernilai aspalan, sekalipun
dengan negeri tetangga juga terkesan bancian, ini bukan benci loh bro.
Rupiah pun melorot
berkelamin ganda dalam kebancian nan asfala safilin, sungguh memalukan bila
bertukaran dengan kertas ringgitan tetanggaan__
Juga aduhai apalagi
dolaran lembaran biru_rupiahpun dibuat memaran pucatan hampa harga diri_
Rapuhnya rupiah
pun__,terlebih pada Yuan Tiongkok nan kini juga berdaulat tuankan hingga
terlumpuhin. Ini kalau tidak berubah dari dagelan logika bokongan, maka rupiah
pun semakin menohok asfala safilinnya, akibat lilitan utang pitonan yang
melumatin hingga kapapun akan jadi jongosan mungkin berhingga langit jingga
berjenggotan.
Kejinggaan hingga
jenggotan, tidaklah terkesankan benci atas kebancian bro, sekalipun di sekitaran
kompenian selalu memuji Presiden Jokowi sungguh aduhai __dan itu wajarlah.
Walau, terlepas dulu
juga 13/10/2021, saya pernah membagi goresan di tautan fb, kurang lebih
bunyinya:
Tidak mesti semua
pemuji, _itu identik dengan penjilat_ Tetapi biasanya _mayoritas memang
demikian_
Ini bukan benci tuan
Presiden, namun tanda cinta kepada Indonesia yang kami Cintai dengan
kemerdekaan sejati.
Akan lebih terpuji,
manakala Presiden Jokowi dapat memerdekakan nilai Rupiah Berlambang Garuda di
dalamnya, berhingga tidak terjajah lagi dan berkelamin jantan tanpa kebancian
berhadapan kertas uang negara lain.
Maka, Merdeka Presiden
Jokowi juga Uang Rupiah Merdeka pula___harapan ini mungkin memang idealis,
namun sangat normal sebagai warga negara Indonesia yang berkeTuhanan Yang
Maha Esa.
Tentu, Tuhan telah
merahmati butiran pertama dalam diksi Pancasila yang dirumuskan oleh pendiri
Bangsa ini,__tidak lain, adalah kita hanya mengabdi atau berjongos kepadaNya
semata bukan kepada yang lain.
Hal ini, telah saya goreskan
dengan jejak diksian 23 September 2019, atas kurang kesetujuan saya terhadap
deksis jongosan, sebagaimana berikut ini
JOKOWI
VS JONGOS
Jongos pada kamus
bahasa Indonesia yang secara bebas diartikan dengan istilah mengacu pada
pengertian abdi, pembantu, atau babu. Akan tetapi dalam praktek kehidupan
sehari-hari istilah jongos ini mengalami penyempitan arti atau peyorasi.
Jongos boleh
diidentikkan sebagai babu (laki-laki). Padahal esensi Jongos tidak hanya pada
pembantu secara sempit, tetapi setiap elemen pembantu mulai dari tingkat rendah
hingga paling tinggi pun itu sama pengertian asalnya.
Asal muasal kata jongos
berasal dari bahasa Belanda: jongen. Arti ‘jongen’ kurang lebih adalah muda,
pemuda, junior, atau semacam itu. Dari kata jongen inilah muncul istilah
jongos. Pada masa penjajahan Belanda_ yang dalam perkembangannya, jongos sering
identik dengan begundal atau kaki tangan orang Belanda.
Oleh karena itu, jongos
mengalami penyempitan makna. Makna yang berkembang kemudian menjadi sedemikian
negatif atau rendah. Padahal dimensi kata membantu secara positif itu berkorelasi
saling tolong menolong dalam segala hal, baik secara sengaja maupun tidak
disengaja sekalipun.
Dimensinya, sama
keberadaan para pembantu presiden, dan sebaliknya pula presiden membantu
pembantunya untuk mencari solusi terbaik dalam setiap tindakan untuk bergerak
atau menjalankan tugasnya. Di sini, nuansa kesannya boleh dimaknai secara
santun atau tidak, tergantung cara menempatkan diksinya.
Padahal diksi tugas DPR
dan juga presiden adalah mewakili dan membantu rakyatnya di dalam menghadapi
atau mengelola negara. Namun, pengertian ini agar tidak terkesan negatif, maka
saya tidak cenderung untuk mengidentikkan menjadi pengertian yang
dilegitimasikan pula.
Terlepas arti dari kata
jongos itu sendiri, termasuk tidak elok bila Presiden Indonesia juga diidetikkan
dengan legitimasi itu.
Jokowi bukan jongos
dari legitimasi atas kebohongan dikesankan. Namun, ia adalah lambang sistemik
yang dapat merangkul kekuatan yang berlainan, demi muara diksi kesatuan NKRI.
Soal lain, bila
terkesan kurang sana sini dan kemudian yang dimanfaatkan oleh parasit pikunan
atau pencinta retorik predatoran. Memang sifat dan karakter predatoran hanya
terbiasa memangsa. Di samping, kebiasaan mengintai mangsa tanpa belahan rasa
kasih sayang. Mengadu kerumunan sehingga mencari sela agar mangsanya berpisah
dari kerumunan hingga disergap tanpa ampun.
Ampunan buat Jokowi
bila ia tidak menjadi korban dari retorik taring predator di sekitarnya, dan
tidak menjadi jongos atas legitimasi kebohongan yang telah dan akan terjadi
meraja.
Kini Jokowi, mesti
tampil untuk membuktikan janji-janjinya agar tidak terkesan retorik sebagaimana
Presiden sesungguhnya yang diharapkan berwibawa di mata siapapun. Bukan juga
terkesan jongosan partai atau para elemen pikunan yang predator parasitan.
Bahkan, sebaiknya para pikunan menjadi parasitan diamputasi agar tidak menjadi
beban stadium kangker ganas, baik oleh negara maupun Jokowi.
Tulisan ini, tidak
bermaksud membenci siapapun, namun boleh menjadi masukan bila terasa baik,
_demi kebaikan kita bersama dalam dimensi kehidupan bernegara.
Siapapun telah
dianugerahi NKRI ini, menjadi miliknya, sehingga kita merasa diri menjadi warga
negaranya. Tentu, mengharapkan pemimpinnya berwibawa kepada siapapun, dan tidak
terkesan jongen, termasuk pada Jokowi.
Dan bagaimanapun juga,
Jokowi masih Presiden Indonesia. Soal suka atau tidak, itu soal lain. Dan
jangan pula dihina berlebihan, seperti pada cover majalah tempo saat itu.
Makassar, 18 Agustus
2023, jumat 09:08__
💖
Unismuh Makassar, tetap mencerahkan dalam memajukan pendidikan yang matabatkan Bangsa dan Merdeka__