Ibu-ibu di Desa Bontonyeleng Bulukumba Tidak Ingin Anaknya Disebut Stunting

REMBUK STUNTING. Pemerintah Kabupaten Bulukumba menggelar Aksi III Konvergensi Penurunan Stunting (Rembuk Stunting) di Ruang Pola Kantor Bupati Bulukumba, Rabu, 13 Maret 2024. (Foto: Humas Pemkab Bulukumba)


-----

Kamis, 14 Maret 2024

 

Ibu-ibu di Desa Bontonyeleng Bulukumba Tidak Ingin Anaknya Disebut Stunting

 

BULUKUMBA, (PEDOMAN KARYA). Ibu-ibu di Desa Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, malas membawa anaknya untuk diperiksa dan diberi bantuan pelayanan kesehatan di Posyandu karena tidak ingin anaknya disebut stunting.

Hal itu diungkapkan Kepala Desa Bontonyeleng, Andi Mauragawali, dalam acara Aksi III Konvergensi Penurunan Stunting (Rembuk Stunting) di Ruang Pola Kantor Bupati Bulukumba, Rabu, 13 Maret 2024.

Ia mengatakan, tingkat kehadiran masyarakat membawa bayinya ke Posyandu relatif kecil. Sebagai contoh, kasus stunting di Desa Bontonyeleng yaitu sebanyak 22 kasus, tetapi ibu-ibu yang datang membaya bayinya ke Posyandu hanya sekitar 10 orang.

“Kenapa seperti itu? Alasannya, dia tidak mau anaknya disebut stunting. Itu masalahnya,” ungkap Opu, sapaan akrab Andi Mauragwali.

Pemberian makan tambahan (PMT), katanya, dilakukan setiap hari kepada enam bayi, sedangkan enam bayi lainnya diberikan intervensi, dan selebihnya diberikan susu.

Kegiatan Aksi III Konvergensi Penurunan Stunting (Rembuk Stunting) dibuka oleh Bupati Bulukumba Andi Muchtar Ali Yusuf, dan dalam sambutannya ia meminta seluruh pemangku kepentingan agar bersama-sama “mengeroyok” penurunan stunting.

“Angka stunting Bulukumba dari 30 persen lebih turun menjadi 28 persen lebih. Ini bisa lebih diturunkan lagi dengan kerja yang lebih terukur dan terstruktur,” kata Andi Utta, sapaan akrab Andi Mukhtar.

Ia meminta para kepala desa untuk lebih fokus lagi menangani stunting di desanya masing-masing. Meski anggaran terbatas, penurunan stunting harus jadi perhatian bersama.

Menurut Andi Utta, inflasi Bulukumba tergolong baik. Dengan demikian, ke depan harus diikuti dengan penurunan angka stunting yang lebih progresif.

“Inflasi kita bagus, tapi stunting masih cukup besar. Inflasi yang bagus salah satu tanda ekonomi bagus. Olehnya saya harap ke depan tak ada lagi anak-anak bayi yang lahir stunting. Kalau bisa zero stunting,” ujar Andi Utta.

Andi Utta mengatakan, ekonomi merupakan kunci dari semuanya. Akar persoalan terjadinya stunting disebabkan oleh rendahnya ekonomi keluarga.

“Inti permasalahan dari hulu adalah ekonomi. Makanya pertanian Bulukumba harus digenjot.  Pertanian didorong untuk memberdayakan ekonomi masyarakat,” kata Andi Utta, seraya menambahkan bahwa terus mengupayakan agar ekonomi Bulukumba jauh lebih baik ke depan.

 

Delapan Aksi Konvergensi

 

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bulukumba, Dokter Wahyuni, dalam laporannya menerangkan, ada 8 aksi konvergensi percepatan penurunan strunting di daerah yang dibina dan dikendalikan oleh Kemendagri bersama dengan kementerian lembaga terkait.

Aksi konvergensi ini memiliki peran strategis sebagai kerja-kerja afirmasi penurunan stunting oleh Pemda Provinsi dan Kabupaten, di mana diharapkan dapat meningkatkan keberpihakan dukungan kebijakan dan anggaran daerah terhadap percepatan penurunan stunting yang lebih efektif, serta mendorong peningkatan kualitas intervensi layanan spesifik dan sensitif dari multisektor secara terpadu dan berkelanjutan.

“Sebelum pelaksanaan aksi 3 rembuk stunting ini, tim percepatan penurunan stunting sebelumnya telah melaksanakan aksi 1 dan aksi 2,” ungkap Wahyuni.

Setelah aksi 1 dan aksi 2 tersebut, katanya, selanjutnya dilaksanakan rembuk stunting yang merupakan suatu langkah penting yang harus dilakukan Pemda untuk memastikan pelaksanaan rencana kegiatan intervensi pencegahan dan penurunan stunting secara terintegrasi. (dar)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama