Kalender Hijriah Sudah Ada, tapi Penentuan Lebaran Tidak Mengikuti Kalender


“Buktinya, setiap penentuan awal Ramadhan harus dilakukan peneropongan, harus melihat bulan, dan sesudah itu sidang isbat. Begitu pun dengan penentuan penentuan 1 Syawal untuk lebaran Idul Fitri, dan penentuan 1 Dzulhijjah untuk lebaran haji 10 Dzulhijjah. Kenapa harus dilakukan lagi peneropongan, melihat bulan dengan mata kepala secara langsung? Itu berarti mereka tidak mengikuti kalender,” kata Daeng Nappa’. (Foto: Asnawin Aminuddin / PEDOMAN KARYA)


------

PEDOMAN KARYA

Sabtu, 30 Maret 2024

 

Obrolan Daeng Tompo’ dan Daeng Nappa’:

 

Kalender Hijriah Sudah Ada, tapi Penentuan Lebaran Tidak Mengikuti Kalender

 

“Heranku kurasa,” kata Daeng Nappa’ kepada Daeng Tompo’, saat jalan-jalan pagi seusai shalat subuh berjamaah di masjid.

“Apa seng yang bikin heranki’?” tanya Daeng Tompo’ sambil tersenyum.

“Kalender Hijriah sudah ada, sudah jelas tanggal 1 Ramadhan, sudah jelas 1 Syawal, sudah jelas 10 Dzulhijjah, tapi untuk penentuan awal Ramadhan, untuk penentuan lebaran Idul Fitri dan lebaran Idul Adha, kenapa pemerintah kita tidak mengikuti kalender?” tanya Daeng Nappa’.

“Oh, begitukah?” Daeng Tompo’ balik bertanya.

“Buktinya, setiap penentuan awal Ramadhan harus dilakukan peneropongan, harus melihat bulan, dan sesudah itu sidang isbat. Begitu pun dengan penentuan penentuan 1 Syawal untuk lebaran Idul Fitri, dan penentuan 1 Dzulhijjah untuk lebaran haji 10 Dzulhijjah. Kenapa harus dilakukan lagi peneropongan, melihat bulan dengan mata kepala secara langsung? Itu berarti mereka tidak mengikuti kalender,” kata Daeng Nappa’.

“Itumi juga,” kata Daeng Tompo’.

“Yang lucunya lagi, meskipun keputusan sidang isbat menentukan 1 Ramadhan berbeda dengan yang ada di kalender, misalnya di kalender tertera 1 Ramadhan bertepatan dengan 11 Maret dan sidang isbat memutuskan 1 Ramadhan bertepatan dengan 12 Maret, tetapi kalendernya tidak diubah dan akhirnya kembali mengikuti kalender untuk hari-hari berikutnya,” tutur Daeng Nappa’.

“Itumi juga,” kata Daeng Tompo’.

“Itumi juga, itumi juga, apa maksud ta’ bilang begitu?” tanya Daeng Nappa’.

“Maksudku, saya juga heran,” jawab Daeng Tompo’ sambil tertawa dan keduanya pun tertawa-tawa. (asnawin)

 

Sabtu, 30 Maret 2024



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama