------
Rabu, 02 Oktober
2024
Muhammadiyah
Tumbuhkan Kesadaran Nasional untuk Rebut dan Pertahankan Kemerdekaan
MAKASSAR, (PEDOMAN
KARYA). Organisasi Muhammadiyah (berdiri
18 November 1912) bersama Sarekat Islam (berdiri 16 Oktober 1905), Boedi Oetomo
(berdiri 20 Mei 1908), dan Nahdlatul Ulama (NU, berdiri 31 Januari 1926)
sama-sama berjuang dengan caranya masing-masing untuk merebut kemerdekaan
Republik Indoensia.
Boedi Oetomo bergerak di Pulau
Jawa, Sarekat Islam lewat perdagangan dan kemudian berubah merambah politik dan
agama, sedangkan Muhammadiyah berjuang lewat pendidikan, sosial, dan agama.
“Muhammadiyah berperan
merekatkan persatuan karena sudah terbentuk di berbagai wilayah di Indonesia dan
setiap tahun mengadakan kongres. Tidak bisa tidak, Muhammadiyah berperan besar
dalam merebut kemerdekaan. Lewat Muhammadiyah ditumbuhkan kesadaran nasional
untuk berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan,” kata Wakil Ketua
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Prof. Mustari Bosra.
Hal tersebut ia kemukakan saat
menjadi pembicara pada Pengajian Umum Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sulsel, di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar,
Senin, 30 September 2024.
Pengajian Umum dengan tema “Hubbul
Wathan minal Iman (Cinta Tanah Air adalah Bagian dari Iman) dan diawali dengan
sambutan oleh Ketua Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse, menghadirkan dua
pembicara.
Kedua pembicara tersebut yaitu
Prof KH Mustari Bosra yang membawakan materi berjudul “Peran Kesejarahan dan
Komitmen Muhammadiyah terhadap Kedaulatan NKRI”, dan Mayor Inf. Dr Khaedir
Makkasau SAg MPd, yang membawakan materi berjudul; “Ancaman Ideologi Asing
terhadap Kedaulatan NKRI: Komunisme, Liberalisme, dan Radikalisme.”
Mustari Bosra mengatakan, Muhammadiyah
melahirkan banyak tokoh nasional, antara lain Proklamator dan Presiden pertama
Republik Indonesia, Soekarno, serta Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan mantan
Perdana Menteri Indonesia, Ir H Juanda Kartawijaya.
“Soekarno pernah jadi Ketua
Majelis Dikdasmen Muhammadiyah di Bengkulu. Mertua Soekarno (Hasan Din, ayah
dari Fatmaati, red) juga pengurus Muhammadiyah. Ir Juanda juga orang
Muhammadiyah (pernah menjabat Direktur SMA Muhammadiyah Jakarta, red),” sebut
Mustari.
Guru Besar Ilmu Sejarah
Universitas Negeri Makassar (UNM) menambahkan, orang-orang Muhammadiyah juga
termasuk yang mempelopori berdirinya Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) yang kemudian pernah menjadi partai politik terbesar di Indonesia.
“Peran orang-orang
Muhammadiyah sangat besar dan Muhammadiyah tidak punya keinginan mengubah
Indonesia menjadi negara Islam,” kata Mustari.
Pengajian Umum Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel turut dihadiri Wakil Ketua Muhammadiyah Sulsel Dr Syaiful Saleh, Dr KH Abbas Baco Miro, Dr Dahlan Lama Bawa, Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel Dr Nurdin Mappa, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Maros Muhammad Amin Duddin, Lc, serta seratusan warga Muhammadiyah, termasuk dosen, karyawan, dan mahasiswa Unismuh Makassar. (asnawin)
-----
Berita terkait: