![]() |
Tidak berapa lama kemudian, Halimah berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan Abdullah. |
----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 21 Mei 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (13):
Muhammad Berpisah
dengan Syaima, Unaisah, dan Abdullah
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Karena kejadian itu, Halimah kembali ke
Mekah dan menyerahkan Muhammad kepada ibunya. Aminah menerima kedatangan mereka
dengan rasa heran.
“Mengapa engkau mengantarkannya kepadaku,
wahai ibu susuan? Padahal sebelumnya engkau meminta ia tinggal denganmu?” tanya
Aminah.
“Ya,” jawab Halimah, “Allah telah
membesarkan Muhammad. Aku sudah menyelesaikan apa yang menjadi tugasku. Aku
merasa takut karena ada banyak kejadian terjadi padanya. Jadi, ia aku
kembalikan kepadamu seperti yang engkau inginkan.”
“Sebenarnya, apa yang terjadi?” tanya
Aminah, “berkatalah dengan benar kepadaku.”
Halimah terdiam sejenak, lalu bercerita
dengan rasa berat, “Ada dua orang berbaju putih membawanya ke puncak bukit.
Mereka membelah dan mengeluarkan sesuatu dari dalam dadanya.”
Setelah berkata demikian, Halimah
mengangkat wajahnya memandang Aminah, tetapi ia terkejut melihat wajah Aminah
demikian tenang.
“Apakah engkau takut setanlah yang
mengganggunya?” tanya Aminah.
Halimah mengangguk, “Itulah sebenarnya
yang membuatku khawatir sehingga cepat-cepat mengembalikannya kepadamu.”
Aminah menarik napas.
“Demi Allah,” katanya, “Setan tidak akan
mendapatkan jalan untuk masuk ke dalam jiwa Muhammad. Sesungguhnya, anakku akan
menjadi orang besar di kemudian hari. Ketika aku mengandungnya, aku melihat
sinar keluar dari perutku. Dengan sinar tersebut aku bisa melihat istana-istana
Busra di Syam menjadi terang-benderang.”
Aminah melanjutkan, “Demi Allah, aku belum
pernah melihat orang mengandung yang lebih ringan dan lebih mudah seperti yang
kurasakan. Ketika aku melahirkannya, ia meletakkan tangannya di tanah dan
kepalanya menghadap ke langit.”
Halimah mendengar semua itu dengan takjub.
Aminah menyentuh tangan Halimah dan berkata lembut, “Biarkan ia bersamamu dan
pulanglah dengan tenang.”
Muhammad kecil pun kembali dibawa pulang.
Namun, lagi-lagi terjadi sebuah peristiwa yang akhirnya membuat Halimah
benar-benar khawatir dan mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
Orang-orang Habasyah
“Kak, tunggu!” seru Muhammad sambil
berlari menuruni bukit.
Saat itu, usia Muhammad sudah lima tahun.
Ia sedang berlari mengejar saudara-saudaranya, yaitu anak-anak Halimah. Mereka
sedang menggembala kambing.
“Ayo Muhammad kejar kami kalau bisa!” ujar
Syaima, anak perempuan sulung Halimah sambil tertawa.
Anak-anak itu terus bermain. Diam-diam,
ada beberapa orang Nasrani dari Habasyah sedang memerhatikan mereka.
“Lihat, Kak! Itu Ibu datang!” seru
Muhammad.
Anak-anak menoleh. Mereka memekik senang
melihat Halimah datang menjemput.
Namun, wajah Halimah tampak khawatir. Ia
mencurigai beberapa bayangan yang sedang mengintai sambil berbisik-bisik di
kejauhan. Hatinya makin berdebar ketika orang-orang Habasyah itu datang
mendekat. Tanpa memedulikan dirinya, mereka langsung mendekati Muhammad.
“Paman mau apa?” tanya Muhammad.
“Berbaliklah, Nak! Kami ingin melihat
punggungmu!” perintah salah seorang dari mereka.
Muhammad membalikkan badan, lalu
orang-orang Habasyah itu saling pandang dengan wajah terkejut. Tanpa berkata
apa-apa lagi, mereka berbalik ke tempat semula dan kembali berunding
berbisik-bisik.
“Kalian bermainlah lagi, Ibu akan mencari
tahu apa yang mereka bicarakan!” kata Halimah kepada Muhammad dan
saudara-saudaranya.
Diam-diam, Halimah mendekati tempat
orang-orang Habasyah itu berada dan terkejut mendengar apa yang mereka katakan,
“Kita harus merampas anak ini dan membawanya kepada raja di negeri kita. Kita
telah mengetahui seluk beluk tentang dia! Ada tanda di punggungnya yang
meramalkan anak ini kelak akan menjadi orang besar.”
Diam-diam, Halimah menjauh, “Aku harus
melarikan Muhammad dari mereka sekarang juga!”
Tanda-Tanda Rasul Terakhir pada Injil
Orang-orang Nasrani Habasyah itu tahu
bahwa seorang Rasul terakhir akan dibangkitkan dan mereka diperintahkan
mengikutinya seperti yang tertera pada Injil di bagian Kitab Ulangan (18):
15-22, “Bahwa seorang nabi di antara kamu, dari antara segala saudaramu dan
yang seperti aku ini, yaitu akan dibangkitkan oleh Tuhan Allah-mu bagi kamu,
maka dia haruslah kamu dengar.”
Muhammad Menghilang
Halimah cepat-cepat mengajak Muhammad
pergi, namun dari kejauhan orang-orang Habasyah itu terlihat bergegas mengikuti
mereka. Untunglah Halimah mengenal daerah itu dengan baik, sehingga mereka bisa
melepaskan diri dari kejaran orang-orang Habasyah walaupun dengan susah payah.
Tidak berapa lama kemudian, Halimah
berkemas menyiapkan Muhammad untuk segera kembali ke Mekah. Sedih sekali
Muhammad harus berpisah dengan saudara-saudaranya. Syaima, Unaisah, dan
Abdullah.
“Muhammad, jangan lupakan kami ya?” pinta
Syaima dengan mata berkaca-kaca.
Muhammad mengangguk sambil memeluk mereka
satu persatu. Kemudian, berangkatlah Muhammad meninggalkan dusun Bani Sa’ad
dengan semua kenangan indah yang tidak akan pernah hilang dari benaknya seumur
hidup.
Halimah mengelus kepala Muhammad penuh
sayang, “Bergembiralah, Muhammad. Engkau akan berjumpa dengan ibu dan kakekmu.”
Mekah pada malam hari sangat ramai ketika
mereka tiba. Saat melalui kerumunan orang itulah, Muhammad terpisah dan hilang.
Halimah kebingungan. Ia takut orang-orang Habasyah itu diam-diam masih
mengikuti mereka dan mengambil kesempatan ini untuk menculik Muhammad.
Sambil menangis, Halimah mendatangi Abdul
Muthalib, “Sungguh, pada malam ini, aku datang dengan Muhammad, namun ketika
aku melewati Mekah Atas, ia menghilang dariku. Demi Allah, aku tidak tahu di
mana kini ia berada.”
Setelah memerintahkan orang untuk mencari,
Abdul Muthalib berdiri di samping Ka'bah, lalu berdoa kepada Allah agar Dia
mengembalikan Muhammad kepadanya. (bersambung)
