Membangun Kebangkitan Nasional melalui Pendidikan Berbasis Budaya di Era Digital

Generasi masa depan Indonesia perlu menjadi generasi “dua kaki”: satu kaki kokoh berpijak pada nilai-nilai budaya, satu kaki lain lincah menavigasi teknologi. Kebangkitan Nasional hari ini harus kita maknai sebagai seruan untuk menyalakan kembali cahaya budaya dalam ruang digital, membangun bangsa yang tangguh secara teknologi, tetapi tetap bermartabat secara kultural. - Andi Sukri Syamsuri -
   

------

PEDOMAN KARYA

Rabu, 21 Mei 2025

 

Membangun Kebangkitan Nasional melalui Pendidikan Berbasis Budaya di Era Digital

 

Oleh: Andi Sukri Syamsuri

 

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei bukan sekadar seremoni sejarah, tetapi momentum reflektif untuk meninjau kembali arah pembangunan bangsa. Di tengah derasnya arus digitalisasi dan globalisasi, kita ditantang bukan hanya untuk cakap teknologi, tetapi juga tetap berakar kuat pada nilai-nilai budaya lokal sebagai fondasi karakter dan identitas nasional.

Kemajuan digital telah mengubah wajah pendidikan dan kehidupan sosial. Namun, kebangkitan sejati tak hanya bermakna pertumbuhan ekonomi atau penguasaan teknologi, tetapi juga pemulihan nilai-nilai kultural yang membentuk jati diri bangsa. Di sinilah pentingnya pendidikan berbasis budaya yang mampu menjembatani masa lalu dengan masa depan.

Kearifan lokal seperti siri’ na pacce dalam budaya Bugis-Makassar, yang mengajarkan kehormatan diri dan empati sosial, menjadi sangat relevan dalam era digital yang cenderung individualistik dan permisif.

Nilai-nilai ini dapat menjadi filter moral dalam menghadapi banjir informasi dan konten daring. Maka, pendidikan harus memainkan peran penting dalam menginternalisasi budaya lokal ke dalam pembelajaran digital.

Transformasi digital bukanlah lawan budaya, melainkan peluang strategis untuk melestarikan dan mempopulerkan nilai-nilai tradisi. Aksara Lontara, lagu daerah, cerita rakyat, dan tarian tradisional bisa dikemas dalam bentuk animasi, aplikasi, podcast, atau game edukatif. Dengan cara ini, teknologi menjadi jembatan antara budaya masa lalu dan generasi digital masa kini.

Pendidikan digital berbasis budaya dapat diterapkan melalui kurikulum yang menyatu dengan proyek-proyek kreatif. Siswa dapat membuat konten digital berbasis legenda lokal, mendigitalisasi manuskrip, atau memproduksi vlog budaya. Inovasi semacam ini tak hanya menumbuhkan keterampilan digital, tetapi juga memperkuat identitas kebudayaan dan rasa bangga terhadap warisan lokal.

Pendidikan orang dewasa juga perlu diberdayakan melalui pendekatan andragogi yang memadukan budaya dan teknologi. Lokakarya daring tentang etika bisnis berbasis siri’ na pacce, kelas mikro untuk pelaku UMKM dalam mengangkat narasi budaya di marketplace, atau komunitas belajar digital di desa-desa menjadi solusi strategis membumikan budaya dalam ruang digital.

Portofolio pembelajaran pun bisa diarahkan pada produk nyata seperti aplikasi lontara, toko daring kerajinan adat, atau podcast sejarah lokal. Ini tidak hanya merepresentasikan kompetensi, tetapi juga memberikan dampak ekonomi dan sosial yang nyata bagi masyarakat.

Generasi masa depan Indonesia perlu menjadi generasi “dua kaki”: satu kaki kokoh berpijak pada nilai-nilai budaya, satu kaki lain lincah menavigasi teknologi. Kebangkitan Nasional hari ini harus kita maknai sebagai seruan untuk menyalakan kembali cahaya budaya dalam ruang digital, membangun bangsa yang tangguh secara teknologi, tetapi tetap bermartabat secara kultural.***

 

-----

Penulis: Andi Sukri Syamsuri adalah Guru Besar dalam bidang linguistik bahasa Indonesia dan Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Makassar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama