------
Rabu, 28 Mei 2025
Puluhan Kiai Muda
Ikuti Pelatihan Kader Tarjih Muhammadiyah Tingkat Nasional di Makassar
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Sebanyak 28 kiai muda utusan 16 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Regional
Indonesia Bagian Timur, mengikuti Pelatihan Kader Tarjih Muhammadiyah Tingkat
Nasional (PKTN) Batch I, di Hotel Aryaduta, Makassar, Rabu – Sabtu, 28-31 Mei
2025.
Pelatihan dibuka oleh Ketua Majelis Tarjih
dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr Hamim Ilyas MAg, dihadiri Sekretaris Majelis
Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Muhammad Rofiq Muzakkir Lc MA PhD, Ketua
Muhammadiyah Sulsel Prof KH Ambo Asse, Rektor Universitas Muhammadiyah
(Unismuh) Makassar Dr Abdul Rakhim Nanda, serta sejumlah unsur pimpinan wilayah
Muhammadiyah Sulsel dan unsur pimpinan Unismuh Makassar.
Rektor Unismuh Makassar Dr Abdul Rakhim
Nanda dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mempercayakan Unismuh Makassar sebagai tuan rumah pelaksanaan
Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional (PKTN) Batch I.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel
Prof Ambo Asse, juga menyampaikan terima kasih kepada PP Muhammadiyah atas
kepercayaannya kepada Muhammadiyah Sulsel dan Unismuh Makassar menjadi tuan
rumah Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional (PKTN) Batch I.
Ambo Asse mengatakan, pengkaderan tarjih
ini penting agar supaya banyak kader-kader kiai muda yang pintar tentang
tarjih, bukan hanya bagaimana mentarjih, tapi juga bagaimana Kalender Hijriah
Global Tunggal (KHGT).
“Masalah KHGT ini akan kita hadapi setiap
tahun, tapi insya Allah, kalau KHGT kita gunakan, insya Allah kita (Muhammadiyah)
tidak berbeda dengan Arab Saudi,” kata Ambo Asse.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah, Dr Hamim Ilyas, yang mewakili Ketua Umum PP Muhammadiyah membuka secara
resmi Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional Batch I di Makassar, mengatakan,
Muhammadiyah itu Islam Wasathiyah.
“Islam Wasathiyah itu Islam pertengahan,
berada di tengah-tengah, tidak ekstrim kanan, tidak ekstrim kiri, tidak
konservatif, tidak liberal, yang dalam tengah-tngahnya itu, Muhammadiyah harus
mendorong kemajuan umat Islam,” kata Hamim.
Dia mengatakan, banyak yang berbicara
tentang konsep pembaharuan Islam. Ada yang mengatakan rambunya adalah sunnah
dan dipahami secara literal.
“Rambu tajdid di Muhammadiyah adalah Islam
wasatiyah, dan Islam yang mendorong berkemajuan, sehingga beragama Islam harus
yang memiliki fungsional, memiliki nilai guna,” kata Hamim.
Paham agama di Muhammadiyah, lanjutnya,
didukung literatur yang banyak dan luas, sehingga paham agama di Muhammadiyah
tetap lestari.
“Kalau tidak didukung literatur yang luas,
tidak ada kadernya, maka paham agama di Muhammadiyah nanti bisa tidak ada
kelanjutannya karena tidak lestari dan itu yang terjadi pada organisasi
pemaharuan di India,” kata Hamim. (asnawin)
