Dosen Sebenarnya Idolaku

Dosen yang selalu suka memanfaatkan mahasiswa untuk membuatkan artikel jurnal atau karya lainnya, ia dikenal sebagai “dosen numpang nama” doang. Perilaku demikian adalah praktik yang tidak etis dan merugikan mahasiswa. - Maman A. Majid Binfas -

 

-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 01 Juni 2025

 

Dosen Sebenarnya Idolaku

 

Oleh: Maman A. Majid Binfas

(Sastrawan, Akademisi, Budayawan)

 

Ada kisah yang sangat melumati dan sungguh memalukan nalar logika berakademisasi__dan sungguh melukai serta menodai batin moralitas hak intelektual di dalam berkarya untuk jadi panutan guna berkarya yang sesungguhnya.

Sungguh tidak terlalu keliru manakala telah ada mahasiswa yang telah berani mempublish kisahnya tentang “dosen numpang nama”, seperti di antaranya oleh Alberto Dio Nainggolan (2025), malahan mesti didukung dengan dua jempolan.

Adapun yang dikisahkannya, boleh baca di link; https://mojok.co/terminal/dosen-numpang-nama-di-jurnal-menzalimi-mahasiswa/_[23 Februari 2025]. Penggalan kisah ini, saya kutip apa adanya saja, yakni sbb.

^...Di semester 7, saya lagi asik-asiknya magang sambil ngerjain tugas mata kuliah penelitian. Semangat sih masih menggebu-gebu, soalnya target lulus tepat waktu udah di depan mata. Eh tau-tau, muncul plot twist yang bikin kepala nyut-nyutan.

Ternyata, buat bisa nyusun skripsi, karya ilmiah kita HARUS dipublikasikan di jurnal SINTA. Oke, fine. Tapi tunggu dulu! Harga publikasinya bikin kantong mahasiswa menjerit: 600 ribu rupiah, sodara-sodara! Itu belum termasuk mi ayam yang harus dikorbankan demi nabung.

Nah, yang bikin cerita ini makin thriller adalah: ada oknum dosen yang dengan santainya minta namanya dicantumkan sebagai penulis pertama. Lah, padahal yang begadang sampai mata berkantung, yang bolak-balik revisi, yang nabung sambil puasa mi ayam siapa coba?

“Gimanapun ceritanya itu harus kamu publish, jangan lupa cantumkan nama saya sebagai penulis pertama. Saya tidak mau tahu urusan mempublish itu urusan mu,” begitu kata sang oknum dosen dengan nada yang bikin hati ini cenat-cenut.

Setelah diselidiki bak detektif swasta (sambil ngopi di warung kampus tentunya), ternyata ada udang di balik batu. Para dosen ini diwajibkan bikin penelitian sama LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat), dan bakal dapet royalti kalau berhasil publish. Nah loh! Jadi ceritanya kita ini kayak ghostwriter gratisan gitu..."

Kesan kisah yang digoreskan oleh Alberto Dio Nainggolan di atas, budaya demikian mungkin hanya bah gunung es yang tampak berpucuk, namun gunung berumbian rimpahan melebihi cakar ayam dinosaurus mencengkeram.

Kelakuan demikian memang tak etis yang menodai, tentu meluluhlantahkan hingga melumati logika batin berjiwa akademis yang bermoral sejati di dalam berkarya intelektual sesungguhnya.

Apalagi, dilakukan oleh pendidik yang teridentikkan dengan dosen yang mestinya menjadi idola di dalam berkarya intelektual yang baik dan benar _sekalipun bersifat ecekan, namun sangat bermanfaat.

 

Manfaatin Tenaga Edukasi

Edukasi atau pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu menjadi atlas filosofis keilmuan yang sesungguhnya.

Tentu edukasi pendidikan dilakukan oleh tenaga pendidik, memang yang memadai logika dan perilaku secara etis yang hingga berkewarasan tulen di dalam pengabdiannya.

Esensi pendidik, baik dosen atau guru apapun, sebenarnya ia mendidik / membina dengan baik dan benar arah logika juga berperilaku yang bercermin pada aras kejujuran. Bukan malahan  memanfaatkan sirkulasi ilmiah dengan mengkadalisasi anak didiknya di dalam durasi spekulasi untuk berkarya ilmiahan.

Dosen yang selalu suka memanfaatkan mahasiswa untuk membuatkan artikel jurnal atau karya lainnya, ia dikenal sebagai “dosen numpang nama” doang. Perilaku demikian adalah praktik yang tidak etis dan merugikan mahasiswa.

Dosen semacam demikian yang selalu memaksa atau menekan mahasiswa untuk menjadi penulis atau bahkan namanya dijadikan penulis pertama di jurnal. Padahal dia tidak melakukan penelitian atau kontribusi yang substansial dengan mengoreksi dengan benar di dalam pembuatan artikel tersebut. Ia, hanya melakukan, karena demi memenuhi kewajiban publikasi jurnal atau untuk kepentingan karir akademisnya saja.

Tentu, praktek demikian, adalah kelakuan yang  tidak elok di dalam akar nilai keetisan, baik dalam berkarya maupun berjulukan titelan akademis yang semestinya.

 

Karya Demi Titelan

Kalau mau dihargai di dalam berkarya sehingga menjadi ilmuwan, maka jangan terlalu berani memalingkan / mencuri karya orang lain, dan tanpa dihargai dengan mengutip keasliannya menjadi sumber literaturnya.

Dan juga seyogyanya literatur akan bercermin yang menjadi kepatutan titelan, bila mesti akan dikenang memang patut dijempolin.

Manakala, tidak demikian, sungguh menyedihkan, apalah arti sebuah titelan bah bandrong selangitan, tetapi sungguh menyayat batin dan selalu dirundung duka tak akan padam hingga berkiamatan.

Bahkan, hasil kutipannya jadi kliping yang pantas jadi sampahan, biar jadi kerupuk pun terasa hampa dan hambar tak berasa apa apa.

Manakala, diksi dosen yang hanya memanfaatkan mahasiswa untuk tumpangan, tentu dikenal sebagai “dosen penumpang nama doang”. Sungguh sangat memalukan dan praktik demikian, memang tidak etis yang justru merugikan dan menjadi bahan olokan oleh mahasiswa di belakangnya. 

Dosen semacam topengan yang memaksa atau menekan mahasiswa untuk menjadikan dirinya sebagai penulis pertama di artikel jurnal, padahal, dia tidak melakukan penelitian bersama. Bahkan, tidak ada kontribusi untuk mengoreksi secara substansial benar di dalam pembuatan artikel tersebut, tidak lain adalah hanya demi kepentingan karier akademis mereka saja, maka justru diidentikkan dengan praktek yang tidak etis dan sungguh memalukan secara akademis.

Dosen yang memaksa mahasiswa untuk menulis artikel jurnal, bahkan tanpa memberikan kontribusi atau terlibat dalam penelitian sehingga bersalaman untuk berkarya yang benar.

Maka, kesannya akan sangat kurang elokan di dalam jejak logika keilmuan yang mestinya bersalaman dengan logika mahasiswa sebagai bimbingannya sehingga jadi benar di dalam meneliti dan berkarya apa adanya.

 

Bersalaman dalam Penelitian

Sudah dimaklumi, esensi dari penelitian dosen yang melibatkan mahasiswa, adalah penelitian yang dilakukan dengan bersama mahasiswa sebagai bagian dari tim peneliti. Di mana, mahasiswa dapat berperan dalam berbagai tahap penelitian, seperti pengumpulan, analisis data, maupun penyusunan laporan. 

Hal demikian, sehingga melalui penelitian bersama dosennya, maka mahasiswa dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, analisis, dan pemecahan masalah. Di samping, mahasiswa dapat memperdalam pengetahuan mereka tentang topik penelitian yang sedang mereka kerjakan, baik berupa jurnal, skripsi, tesis maupun disertasi berhingga buku yang berliterature memadai dan maksimal pula.

Dari hal pembinaan melalui penelitian dosen yang memadai sehingga dapat dijadikan dasar bagi mahasiswa untuk mengembangkan topik penelitian karya ilmiahnya. Dan mesti diikuti dengan bimbingan dosen yang telaten lillahi ta'ala pula. Bukan sekedar asal asalan doang, hanya bertumpangan nama doangan.

Kalau hanya menjadi bimbingan sebagai topangan untuk tumpangan, dan tentu kelakuan yang memang kurang elokan, justru akan menghadirkan kesan hanya penumpang yang membinasakan logika mahasiswanya saja.

                                                      

Membimbing Bukan Membinasakan

Tepat hari Jumat, 09 Mei 2025 di atas Grab, saya sempat menggores di media ini tentang sub bagian, yakni; di antaranya.

Bimbinglah dengan logisan yang benar, dan bermata nurani agar tidak mengawang bah layang-layang yang akan lenyap dalam kebinasaan.

Jangan sekadar kejarin galeri gelar tayang semata, demi logika duitan recehan doang dan juga pujian an sich tanpa merasa berdosa kepada Tuhan

Manakala demikian, tentu iqra tidak akan bersalaman dengan wal asri, dan akan beresensi pada diksi abracadabra / omong kosong doang. Di samping, tentu juga akan bernilai kosong melompong menjadi titelan tong kosong berbunyi meraung tak karuan.

Kosong yang nyaring bunyinya, tentunya lebih elok dari kedunguan yang melolong juga. Bahkan, akan jadi sampah melompong atau bukan lagi bah kepompong, tetapi memang ompong bermakna kosong nol besar / zeroan, biar untuk mata pancingan pun tak berguna pula.

 

Pancingan

Kalau mau memancing ikan lumba-lumba raksasa, tentu di laut lepas nan luas. Bukan di gorong-gorong tepian lorong sandal jepitan nan berkuman juga kumuhan!_Begitulah esensi berkarya kalau mau jadi jempolan yang bisa diidolain_

Begitu pula bila mau adu nyali dengan raja singa belantara, mesti di rimba savana terbentang luas bertropisan. Bukan di kubangan paritan berdurasi comberan gubuk asongan !_Begitulah esensi berkarya kalau mau jadi jempolan yang bisa diidolain_

Dagelan itu si, biar sampah ceboan akan semakin berhamburan dengan tersenyum sinisan, sembari bercelotehin; _kasian logika isi jeroan cacingan makin berantakan akibat kepanasan_!

Berakrobat pancingan, namun sungguh aduhai ketololannya tak tertandingi pula!

Lalu, ada teman berceloteh spontan, lebih elok memancing di dalam mengasah logika dengan membaca buku atau artikel saja. Sekalipun, hanya alkisah berupa dongeng binatang apa adanya yang mesti patut dikasihani.

 

Kasihan Binatang

Kali ini dan juga hari ini, bukan lagi alkisah dongeng biawak dan anjing dimainkan, tetapi sungguhan tanpa belas kasihan kepada binatang yang tak berdosa dikadalin.

Padahal, bila mereka merawatin dengan baik, hewan apapun akan jadi penolong bukan hanya untuk melolong saja siang bolong.

Bila, diingat dan diyakini akan kisah, sebagaimana hadits yang dinukilkan HR Bukhari, yang berarti:

“Ketika seekor anjing berputar atau mengitari pada sumur, di mana dia hampir mati oleh kehausan, tiba-tiba salah seorang pelacur Bani Israil melihatnya.

Pelacur itu melepas sepatu kulitnya dan memberi minum (dengan wadah sepatu) kepadanya. Maka, perempuan itu diampuni sebab dari perbuatannya yang tulus dalam menolong sesama makhluk Tuhan.”

Bila, mau siuman dengan kisah itu, maka eloknya berhati nurani dengan melenyapkan dagelan kebejatan yang dituleninnya, sebelum ditelan oleh kuburan atas kebrutalan dari logika kedunguannya yang sok berlaguan.

Biar binatang, sekalipun anjing bernajisan mesti dikasihani sebagai tanda ketulenan sesama makhluk Tuhan, sehingga tidak berkesan manusia sok berlaga dan berlaguan di dalam kedunguan.

 

Sok BerLagu Jua

Tidak mudah memang, namun nikmati saja apa adanya, dan itu mesti akan terjadi yang menjadi buah dari akibat perbuatan diri sendiri_

Bukan omong kosong dan terbukti, memang risiko telah diketahui berakhur zero. Hingga kini sementara dirasakan pula akibatnya, menjelang detakan maut kematian mesti terjadi!

Memang dari awal telah diberitahu dengan wanti-wanti, jangan lakukan keiblisan. Namun, apa daya atas ketololan ego rongsongan yang berlagu dari logika isi jeroan jambanan nan dikedepankan.

Sesalan kemudian memang tak berguna, dan mesti diterima dengan segala risiko kedunguan diri sendiri pula yang sok laga berlagu!

Jadi, bukan jua sok berlagu bah judul lagu-laguan pula. Bah bila dosen sebenarnya idolaku, tetapi, ia juga pembajak dan menjebak Aku untuk bertapak jejak di dalam budaya berkarya yang sangat buruk sebagai kalam sok intelek saja_ Wallahualam.

 

Sabtu, 11;43, 31 Mei 2025

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama