Sejarah dalam Ingatan Negara

Pengelolaan ‘sejarah’ melalui administrasi, selalu mengandung corak ‘kepentingan negara’. Era kabinet Orde Lama, melalui Kementerian Pendidikan, diadakan Kongres Sejarah Nasional pertama 1957, untuk sebuah rancangan sejarah nasional. (int)


-----

PEDOMAN KARYA

Ahad, 29 Juni 2025

 

Sejarah dalam Ingatan Negara

 


Oleh: Syafruddin Muhtamar

(Dosen Fakutas Hukum, Universitas Muslim Indonesia, Makassar)

 

Kabar penyegaran sejarah Indonesia menyeruduk teligah publik, beberapa waktu lalu. Dengungnya seolah membawa serta semangat patriotisme-nasionalisme kabinet merah putih.  Rencana penyegaran sejarah itu dimatangkan di Kementerian Kebudayaan, dan tengah dalam proses tindak lanjut penyelesaian.

Bagaimanakah negara memperlakukan masa lalu dalam ingatannya sebagai ‘sejarah resmi’? Sejarah adalah ungkapan kebenaran peristiwa. Aristoteles menyebutnya sebagai catatan fakta masa lalu yang diverifikasi dengan bukti. Tetapi ‘sejarah resmi’ biasanya dikerjakan dengan beban ideologi di pundak ‘penulis.’

Pengaruh kekuasaan membuat sejarah resmi menjadi ‘konotatif’: mereduksi kompetensi obyektiv ke ambang, yang biasanya ‘sulit dimengerti’, sehingga usaha penulisan atau revisi sejarah resmi oleh negara, biasanya mengundang kontroversial.

Kegiatan ‘pemutakhiran sejarah’ sebagai tindakan administratif negara, telah dilakukan beberapa kali dalam siklus pemerintahan nasional. Awal dasawarsa pemerintahan reformasi, ada penyusunan “Indonesia dalam Arus sejarah” tahun 2012.

Dan permulaan periode Orde Baru, juga disusun Sejarah Nasional Indonesia, tahun 1984. Sekarang, sejarah resmi itu akan kembali ‘digodok’, dalam ‘visi’ 'Reinventing Indonesian Identity, ‘term arahan’ yang digunakan Tim Penyusun.

Sudah menjadi permakluman jika ‘catatan resmi sejarah’, berbaur kepentingan kekuasaan negara dan ‘kepentingan kelompok atau individu dalam kekuasaan’. Kepentingan negara adalah kepentingan konstitusional. Kepentingan kelompok atau individu adalah legitimasi dan justifikasi politis.

Segala bentuk perbuatan pemerintah bersifat administrative recht. Keputusan dalam maknanya sebagai tindakan administrasi, mengandung konsekwensi konstitusionalitas. Karena perbuatan pemerintah adalah dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan bernegara. Keputusan administrasi negara penulisan ‘sejarah resmi’ maupun ‘revisi’ direfleksikan sebagai tanggung jawab kekuasaan demi soliditas penegakan moral konstitutif.

Moral fundamental konstitusi, Pancasila. Disinilah letak beban ideologis proses administrasi penulisan sejarah nasional, berakar. Bahwa, ‘sejarah resmi’ itu disusun sebagai penopang kekukuhan identitas nasional dan kebangsaan Indonesia, dalam citra ideologi Pancasila.

Pengelolaan ‘sejarah’ melalui administrasi, selalu mengandung corak ‘kepentingan negara’. Era kabinet Orde Lama, melalui Kementerian Pendidikan, diadakan Kongres Sejarah Nasional pertama 1957, untuk sebuah rancangan sejarah nasional.

Semangat ‘pembangunan nasional’ awal keberadaan NKRI ‘mewarnai’ rancangan sejarah resmi. Pendekatan percepatan pembangunan ekonomi melalui stabilitas politik, juga ‘menentukan’ corak penulisan sejarah nasional, secara sentralistik, oleh kabinet fase Orde Baru.

Kabinet merah putih era Indonesia mutakhir, dengan latar problematika nasional dan internasional yang berbeda, di tengah pusaran zaman yang tidak berkepastian: juga melakukan tindakan administrasi ‘sejarah’.

Akar semangatnya tentu bertumpu pada Asta Cita kabinet yang melatarinya. Khususnya, cita memperkokoh ideologi Pancasila. Termasuk visi dan misi negara yang tertuang dalam RPJPN 2025-2045: menjadi NKRI  yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Semangat dan spektrum ideologis juga akan mempengaruhi sendi kebijakan pemerintah dalam ‘merevisi sejarah resmi’ periode ini.

Sejarah resmi dengan beban ‘kepentingan’ politik kontitusional negara, sering mengudang gaduh kritis: ada kecurigaan, sejarah resmi akan menjelma alat legitimasi atau justifikasi. Terutama jika, berkenaan sebuah peristiwa ‘politik kekuasaan’, dimana ‘negara’ ditengarai terlibat sebagai ‘aktor antagonis’ di dalamnya.

Dalam konteks penulisan sejarah resmi, maka terhadapnya, metode penafsiran menjadi terbuka secara dinamis, sebagai implikasi ideologis dari sisi negara.

 

Kebijaksanaan Sejarah ‘Identitas Indonesia’

 

Sejarah memiliki arti penting bagi manusia. Entitas politik negara, baik modern maupun klasik, tentu akan menangani ‘urusan sejarahnya’ sendiri demi kepentingan bangsa tersebut. Karenanya, covered ‘keyakinan idologis’ dalam ‘catatan sejarah resmi’, lazim secara politik, demi penegaasan sebuah identitas nation-state.

Sentuhan ‘ideologis’ itu merupakan pengejawantahan rasa politik kekuasaan kontitutif. Official history dihadirkan demi memperkuat fondasi semangat hidup bangsa dan negara bersangkutan. Namun demikan, tidak bermakna pengabaian dan/atau mengorbankan hakikat ‘kebenaran’ realitas sejarah, yang mungkin ada dalam versi non-official.

Pada dasarnya, penulisan sejarah sangatlah plural dan cair, di tengah kecanggihan rasionalisme sainstifik abad mutakhir. Namun bahwa ‘keyakinan ideologis’, merupakan kandungan unik dari kekhasan penulisan sejarah resmi.

Kebijaksanaan memandang ‘sejarah resmi’ perlu, karena ‘produk itu’ membawa ‘perlambangan’ sebuah identitas ‘jati diri’ melalui ornamen peristiwa dari masa lampau. Yang isinya, dapat dimahfumkan sebagai warisan nilai, kebijaksanaan moral, refleksi perjuangan nasional, inspirasi kepemimpinan dan kenegaraan, kebanggaan peradaban, patriotisme, keragaman budaya, kekayaan geografis, dan kekayaan local-sience.

Sejarah bukan sekadar akumulasi peristiwa dari masa lampau, tetapi juga sebuah bagunan dialektika rasio dan pengalaman manusia, kata Kuntowijaya.

Sejarah resmi adalah ‘teropong diri’ kebijaksanaan, agar ia berhikmah bagi perjalanan bangsa ke arah masa depan. Tanpa mengabaikan pluralitas kebenaran sejarah yang ada, dari waktu silam.***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama