Ketimpangan Pengeluaran di Sulawesi Selatan Maret 2025: Antara Realita dan Harapan

Masyarakat miskin memang mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi atau bantuan sosial, tetapi jika kelompok atas tumbuh lebih cepat, jurang ketimpangan tetap melebar. Dalam konteks inilah, peran redistribusi pendapatan dan keberpihakan kebijakan menjadi sangat krusial. - Abdul Muttalib Hamid -

 

-----

PEDOMAN KARYA

Selasa, 29 Juli 2025

 

Catatan Menyambut Konferensi AFEB-PTMA di Unismuh Makassar:

 

Ketimpangan Pengeluaran di Sulawesi Selatan Maret 2025: Antara Realita dan Harapan

 

Oleh: Abdul Muttalib Hamid

(Pengamat Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unismuh Makassar)

 

Menjelang pelaksanaan Konferensi Nasional Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (AFEB-PTMA) yang akan digelar di FEB Unismuh Makassar, isu ketimpangan sosial-ekonomi kembali mengemuka sebagai salah satu tantangan strategis pembangunan daerah.

Salah satu indikator penting yang layak menjadi bahan refleksi kolektif adalah Gini Ratio Sulawesi Selatan yang dirilis BPS pada Maret 2025.

Angka Gini Ratio: Cermin Pemerataan atau Ketimpangan?

BPS mencatat Gini Ratio Sulsel sebesar 0,363 pada Maret 2025—naik tipis dari 0,360 pada September 2024, dan relatif stagnan dibandingkan Maret 2024 (0,363).

Kenaikan kecil ini memang tidak mencerminkan krisis, namun cukup untuk menjadi indikator bahwa pemerataan pengeluaran mengalami perlambatan progres. Terlebih lagi jika dilihat dari perbandingan wilayah: Perkotaan naik dari 0,369 menjadi 0,373; Perdesaan: naik dari 0,330 menjadi 0,333.

Fakta bahwa ketimpangan lebih tinggi di wilayah perkotaan menunjukkan adanya konsentrasi ekonomi yang belum terdistribusi secara merata. Ini menjadi alarm bagi pembuat kebijakan untuk memperhatikan kelompok rentan di kawasan urban yang kerap luput dari jangkauan intervensi berbasis keadilan sosial.

Ironi Statistik: Ketimpangan Naik, Kemiskinan Turun

Menariknya, meski ketimpangan meningkat, angka kemiskinan justru turun signifikan: Maret 2025: 7,60%; September 2024: 7,77%; Maret 2024: 8,06%.

Ini menunjukkan bahwa pengentasan kemiskinan bukanlah jaminan langsung bagi penurunan ketimpangan. Masyarakat miskin memang mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi atau bantuan sosial, tetapi jika kelompok atas tumbuh lebih cepat, jurang ketimpangan tetap melebar. Dalam konteks inilah, peran redistribusi pendapatan dan keberpihakan kebijakan menjadi sangat krusial.

Target 2025: Realistis tapi Butuh Perjuangan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkan target Gini Ratio 0,356 pada akhir 2025. Melihat capaian Maret yang masih di angka 0,363, pencapaian target tersebut memerlukan konsistensi, inovasi kebijakan, dan komitmen kuat lintas sektor.

Beberapa poin evaluasi, pertama, Stabilitas Jangka Panjang: Gini Ratio Sulsel relatif stagnan di kisaran 0,3–0,4. Perubahan signifikan memerlukan reformasi struktural.

Kedua, Peluang: Saat pertumbuhan ekonomi disertai penurunan pengangguran dan penguatan UMKM, ketimpangan bisa ditekan, ketiga, Tantangan: Ketimpangan antarwilayah, urbanisasi, dan dampak pasca-pandemi memperlambat pencapaian target.

Menuju Pembangunan Inklusif: Tugas Bersama

Optimisme tetap ada. Penurunan angka kemiskinan memberikan sinyal bahwa upaya pembangunan sosial ekonomi menunjukkan hasil. Namun, agar target Gini Ratio tercapai, dibutuhkan strategi pembangunan yang benar-benar inklusif, seperti Bantuan sosial yang akurat dan berkelanjutan; Pemerataan infrastruktur dan layanan publik; Pemberdayaan sektor informal dan ekonomi desa; Investasi pada kualitas pendidikan dan kesehatan.

Menyambut Konferensi dengan Semangat Perubahan

Konferensi AFEB-PTMA di FEB Unismuh Makassar adalah momentum reflektif dan strategis untuk menyatukan visi akademisi, praktisi, dan pemerintah dalam menjawab tantangan ketimpangan yang masih membayangi pembangunan.

Ketimpangan bukan sekadar angka statistik, tetapi soal keadilan sosial dan martabat manusia. Maka, mendorong pemerataan ekonomi di Sulawesi Selatan bukan hanya kerja birokrasi, tetapi misi kolektif seluruh elemen bangsa—termasuk kita di perguruan tinggi.

Semoga Konferensi AFEB-PTMA 2025 menjadi titik awal bagi gagasan dan gerakan menuju pembangunan ekonomi yang lebih adil, merata, dan berkelanjutan.***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama