Prof Nurlina: Ilmu Fisika Dapat Dihidupkan Melalui Pengalaman Nyata

Guru Besar Pendidikan Fisika Unismuh Makassar, Prof Nurlina (paling kiri atas) tampil sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Pendidikan Fisika yang diadakan Prodi Pendidikan Fisika, Universitas PGRI Madiun, secara daring dan luring (hybrid), dan diikuti oleh sekitar 150 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, Rabu, 16 Juli 2025.  

 

-----

Kamis, 17 Juli 2025

 

Prof Nurlina: Ilmu Fisika Dapat Dihidupkan Melalui Pengalaman Nyata

 

MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Pendekatan deep learning tidak hanya berbicara soal kedalaman pemahaman konsep semata. Lebih dari itu, deep learning merupakan sebuah proses pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subjek utama yang dihargai secara utuh.

“Ini adalah pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Pembelajaran yang memuliakan peserta didik berarti memberi ruang bagi martabat, potensi, serta sisi kemanusiaan mereka untuk berkembang,” kata Guru Besar Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Prof Nurlina.

Hal itu ia sampaikan saat tampil sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Pendidikan Fisika bertema “Deep Learning dalam Pembelajaran Fisika Kontekstual Menuju Generasi Saintifik dan Humanis” yang diadakan Prodi Pendidikan Fisika, Universitas PGRI Madiun, secara daring dan luring (hybrid), dan diikuti oleh sekitar 150 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, Rabu, 16 Juli 2025.

Prof Nurlina tampil sebagai pembicara bersama Dr. Tantri Mayasari (dosen Universitas PGRI Madiun). Selain sesi pleno, seminar juga dirangkai dengan presentasi paralel oleh sekitar 30 pemakalah, serta partisipasi aktif 80 hingga 100 peserta lainnya.

Dalam pemaparannya, Prof Nurlina menekankan pentingnya proses belajar yang menghadirkan kesadaran penuh terhadap pengalaman belajar itu sendiri, mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, serta menciptakan suasana yang menyenangkan dan memotivasi.

Semua itu, ujarnya, merupakan bagian dari pendekatan holistik yang melibatkan bukan hanya aspek kognitif, tetapi juga olah pikir, olah rasa, olah hati, dan olah raga secara terpadu.

Dalam konteks pembelajaran fisika, Nurlina mengaitkan pendekatan deep learning dengan model Contextual Teaching and Learning atau Pembelajaran Kontekstual.

“Pendekatan ini penting agar ilmu fisika tidak sekadar dipahami secara abstrak, tetapi dapat dihidupkan melalui pengalaman nyata peserta didik,” kata Nurlina.

Ia menyebutkan bahwa unsur-unsur penting dalam pembelajaran kontekstual mencakup konstruktivisme, inkuiri, refleksi, pemodelan, komunitas belajar, serta asesmen autentik.

Penerapan konsep ini, misalnya, dapat dilihat dari cara guru menjelaskan hukum Newton atau energi dengan mengaitkannya pada keselamatan berkendara, efisiensi energi rumah tangga, atau dampak lingkungan.

“Dengan cara seperti itu, peserta didik tidak hanya menghafal rumus, melainkan memahami makna dan fungsi dari konsep yang dipelajari. Sains, dalam hal ini fisika, tidak lagi diposisikan sebagai pengetahuan yang jauh dari keseharian, melainkan sebagai alat untuk memahami dan memperbaiki realitas sosial dan ekologis di sekitar mereka,” kata Nurlina.

Ia menyampaikan bahwa pendidikan fisika idealnya diarahkan pada pembentukan generasi yang tidak hanya berpikir saintifik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan etika. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan Profil Pelajar Pancasila yang menekankan integrasi antara kompetensi akademik, karakter moral, dan tanggung jawab sosial.

Nurlina menilai bahwa pembelajaran fisika yang baik bukanlah yang semata-mata mengejar skor ujian atau hafalan konsep, tetapi yang mampu mendorong siswa berpikir kritis, kreatif, dan empatik dalam menghadapi persoalan nyata.

Dalam pandangannya, penguasaan sains tanpa sentuhan kemanusiaan hanya akan menghasilkan kecerdasan yang kering dan tak berakar pada nilai. Karena itu, ia menegaskan pentingnya menjadikan pendidikan sebagai ruang untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan nurani.

“Pendekatan ini membawa kita pada pembelajaran fisika yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga arif secara kemanusiaan,” tutur Nurlina. (asnawin)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama