-----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 17 Juli 2025
Kisah Nabi Muhammad SAW (17):
Pendeta Buhaira Sarankan
Abu Thalib Jaga Muhammad dari Orang-orang Yahudi
Penulis: Abu Hasan Ali An-Nadwi
Akan tetapi, segera saja Buhaira merasakan
ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi
permintaannya,
“Hai orang-orang Quraisy, jangan sampai
ada yang tidak makan makananku ini,” kata Buhaira.
Salah seorang Quraisy berkata, “Hai
Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali
anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan
rombongan.”
Buhaira menggeleng-geleng kepala, “Kalian
jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!”
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah
seorang dari mereka bahkan berkata, “Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami
kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami.”
Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira
memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil
menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad
dengan seksama.
Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira
mengambil kesimpulan dalam hati, “Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian.”
Jamuan selesai. Sambil mengucapkan terima kasih,
rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk
beristirahat. Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak
itu untuk duduk dan bicara.
“Hai anak muda,” panggil Buhaira, “dengan
menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu
dan engkau harus menjawabnya.”
Wajah Muhammad tampak berubah dan ia
menjawab, “Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata
dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya.”
Buhaira tersenyum dan mengulangi
permintaannya, “Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan
menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku.”
Wajah Muhammad berubah cerah dan ia
mengangguk, “Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan.”
Saran Buhaira kepada Abu Thalib
Buhaira menanyakan banyak sekali hal
kepada Muhammad, tentang tidur Muhammad, tentang postur tubuh Muhammad, dan
banyak lagi hal lainnya.
Muhammad menjawab semua itu dan semua
jawaban itu sesuai benar dengan perkiraan Buhaira. Kemudian, Buhaira melihat
punggung Muhammad dan mendapati tanda kenabian di antara kedua bahu Muhammad.
Tanda kenabian itu seperti bekas orang berbekam.
Setelah itu, Buhaira mendekati Abu Thalib
dan bertanya kepadanya, “Apakah anak muda ini anakmu?”
“'Iya, dia anakku,” jawab Abu Thalib
Buhaira menggeleng, “Tidak, dia bukan
anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup.”
Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun
mengangguk, “Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku.”
Buhaira mengangguk-angguk puas lalu
bertanya lagi, “Apa yang dikerjakan ayahnya?”
“Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia
masih berada dalam kandungan ibunya,” jawab Abu Thalib.
“Engkau benar,” kata Buhaira menghela
nafas dalam-dalam.
Kemudian, sambil berbisik, dia
menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.
“Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa
anak saudaramu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang
Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat,
mereka pasti akan membunuhnya. Sesungguhnya, akan terjadi sesuatu yang besar
pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri
asalmu!”
Abu Thalib tampak ketakutan dengan
peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari
itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa
Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi
pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.
Bushra (kota di mana Buhaira tinggal)
Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib
adalah jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra,
Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra telah lama
didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui
pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah. Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara. (bersambung)
----
Kisah sebelumnya:
Muhammad Minta Ikut Kafilah Dagang ke Syam
Kisah berikutnya:
