----
Jumat, 04 Juli 2025
Sejarah Bukan
Milik Pemerintah
Komisi X DPR RI Minta Masukan Akademik
dari Unhas
Penulisan Buku Sejarah Indonesia Dirancang
11 Jilid
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA).
Proses penulisan sejarah Indonesia ke depan akan melibatkan partisipasi
berbagai elemen masyarakat, terutama para pelaku sejarah, akademisi lokal,
budayawan, dan komunitas adat, serta uji publik yang diprakarsai oleh
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Kami menyadari bahwa sejarah bukanlah
milik pemerintah atau kelompok tertentu semata, melainkan milik seluruh bangsa.
Oleh karena itu, partisipasi berbagai elemen masyarakat, terutama para pelaku
sejarah, akademisi lokal, budayawan, dan komunitas adat sangat diperlukan agar
narasi yang dihasilkan benar-benar mencerminkan keragaman memori kolektif
bangsa,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, H. Lalu Hadrian Irfani.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi kunjungan
kerja Komisi X DPR RI Periode 2024–2029 di Universitas Hasanuddin (Unhas) dalam
rangka pengumpulan masukan akademik, historis, dan budaya terkait penulisan
sejarah Indonesia, di Ruang Rapat A, Gedung Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea,
Makassar, Kamis, 03 Juli 2025.
Lalu Hadrian Irfani mengatakan, penulisan
sejarah Indonesia harus dilakukan secara teliti, hati-hati, dan inklusif, serta
melibatkan berbagai pihak yang memiliki kompetensi dan kepentingan terhadap
sejarah bangsa.
Wakil Rektor Unhas Bidang Sumber Daya
Manusia, Alumni, dan Sistem Informasi, Prof Farida Patittingi, menyampaikan
dukungan Unhas terhadap inisiatif penulisan kembali sejarah Indonesia. Ia
menekankan pentingnya pendekatan yang objektif, transparan, serta berbasis data
dan metodologi ilmiah.
“Kita ingin memberikan masukan yang
objektif dan metodologis guna menyempurnakan gagasan pemerintah dalam penulisan
sejarah Indonesia hari ini,” kata Farida
Ia juga menyebutkan kontribusi Unhas dalam
penemuan berbagai situs sejarah, seperti Situs Besse di Sulawesi Selatan, yang
memperkaya khazanah sejarah nasional.
“Penulisan sejarah harus melibatkan kajian
yang mendalam dan lintas perspektif. Hari ini menjadi ruang berdiskusi bersama
para ahli dan pakar yang diharapkan dapat memberi kontribusi pemikiran sesuai
harapan bersama,” kata Farida.
Kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Unhas yang
dipimpin Lalu Hadrian Irfani, beranggotakan I Nyoman Parta, Once Mekel, La
Tinro La Tunrung, Andi Muawiyah Ramly, dan Ledia Hanifa Amaliah.
Mereka diterima oleh Wakil Rektor Unhas Farida
Patittingi, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof Andi Muhammad Akhmar, bersama
jajaran wakil dekan, para akademisi, ahli sejarah, dan budayawan yang memiliki
kompetensi di bidangnya.
Lalu Hadrian Irfani menjelaskan, kunjungan
kerja ke Unhas merupakan bagian dari fungsi pengawasan Komisi X DPR RI untuk
memastikan bahwa proses penulisan sejarah nasional dilakukan secara terbuka,
partisipatif, dan akuntabel secara ilmiah, dengan melibatkan para pemangku
kepentingan sejarah dan kebudayaan.
Pertemuan ini juga merupakan tindak lanjut
dari audiensi Komisi X bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI)
pada 19 Mei 2025, melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Sebagai respons, Komisi X mengundang
Kementerian Kebudayaan dalam Rapat Kerja pada 26 Mei 2025 untuk mendengarkan
penjelasan resmi mengenai rencana penulisan sejarah nasional.
Libatkan 113 Penulis dan 20 Editor
Proyek penulisan sejarah Indonesia yang
tengah disusun saat ini melibatkan 113 penulis dan 20 editor dari berbagai
latar belakang keilmuan dan wilayah. Penulisan ini dirancang dalam 11 jilid
yang mencakup periode sejarah Indonesia secara menyeluruh.
Ke-11 jilid itu terdiri atas Jilid I Sejarah
Awal Nusantara; Jilid II Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina; Jilid
III Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah; Jilid IV Interaksi dengan
Barat: Kompetisi dan Aliansi; Jilid V Respons terhadap Penjajahan.
Jilid VI Pergerakan Kebangsaan; Jilid VII Perang
Kemerdekaan Indonesia; Jilid VIII Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi; Jilid
IX Orde Baru (1967–1998); Jilid X Era Reformasi (1999–2024), dan Jilid XI Faktaneka
dan Indeks.
Komisi X memandang bahwa narasi sejarah
yang beredar saat ini belum sepenuhnya mencerminkan fakta sejarah secara
komprehensif. Oleh karena itu, keterlibatan aktif pemerintah daerah, akademisi,
dan masyarakat menjadi kunci agar sejarah nasional tidak menjadi narasi tunggal
atau instrumen legitimasi kekuasaan.
Banyak Temuan Baru
Dalam pengantar diskusi, Prof Akin Duli, selaku
perwakilan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, sekaligus arkeolog yang dikenal
sebagai penemu kerangka manusia purba tertua di Sulawesi yang diberi nama
Besse, menyampaikan pandangannya terkait pentingnya pembaruan sejarah nasional.
Ia menjelaskan bahwa sejauh ini penulisan
sejarah nasional terakhir diperbarui pada tahun 2008. Setelah itu, belum ada
pembaruan menyeluruh, padahal dalam kurun waktu dua dekade terakhir telah
banyak riset dan temuan ilmiah yang signifikan dari para peneliti di berbagai
bidang keilmuan.
“Dalam 20 tahun terakhir, begitu banyak
temuan dan hasil penelitian dari para ilmuwan yang sangat penting untuk
dimasukkan dalam narasi sejarah nasional. Namun sejak pembaruan terakhir pada
2008, belum pernah ada upaya komprehensif untuk memperbarui isi sejarah
Indonesia,” ungkap Akin Duli.
Ia menekankan bahwa sejarah bukanlah
sesuatu yang statis, melainkan harus terus dikembangkan dan diperbaharui sesuai
dengan perkembangan pengetahuan dan temuan-temuan terbaru.
“Masukan dari kalangan akademisi dan peneliti
sangat diperlukan untuk menghadirkan sejarah yang tidak hanya faktual, tetapi
juga merepresentasikan kekayaan pengetahuan dan budaya bangsa dari berbagai
perspektif,” tambah Akin Duli. (kia)