-----
Ahad, 03 Agustus 2025
Mendikdasmen Abdul
Mu’ti Ceritakan Sejarah dan Cara Kerja AI
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Menteri
Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti, membawakan
materi menarik dalam Seminar Nasional Musyawarah Wilayah (Musywil) III Tarjih
Muhammadiyah di Balai Sidang Muktamar Muhammadiyah ke-47, Kampus Unismuh
Makassar, Sabtu, 02 Agustus 2025.
Dalam seminar tersebut, Abdul Mu'ti yang
juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah membawakan materi bertema: “AI
dan Masa Depan Pendidikan di Indonesia.”
Seminar ini dihadiri oleh Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Prof. Irwan Akib, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel
Prof. Ambo Asse, Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sulsel Dr. Mahmudah, Rektor
Unismuh Makassar Dr. Abdul Rakhim Nanda, serta seribuan undangan, dosen, dan
karyawan Unismuh Makassar.
Dalam paparannya, Prof. Mu’ti mengulas
sejarah dan cara kerja kecerdasan buatan (AI) dari sudut pandang psikologi
kognitif hingga implementasinya di era digital.
“Kalau kita berbicara dunia sekarang ini,
kita berbicara tentang dunia digital,” ujar Mu’ti seraya menambahkan bahwa salah
satu penandanya adalah kemajuan teknologi informasi dan digital yang sangat
pesat, termasuk teknologi 3D dan animasi yang membuat kita kadang sulit
membedakan mana yang otentik dan mana yang imitasi.”
Menurutnya, ruang publik kini dipenuhi
diskusi tentang Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan—sebuah
kombinasi dari algoritma dan teknologi digital.
Ia pun menengok kembali pengalamannya saat
kuliah di Australia pada 1995, saat mengambil mata kuliah Cognitive Psychology
and Its Implications (Psikologi Kognitif dan Implikasinya). Dalam mata kuliah
tersebut, ia mulai mengenal konsep AI.
“Artificial Intelligence itu sebenarnya
adalah penerapan formula dan logika matematika yang dipadukan dengan kemajuan
teknologi komputer,” jelas Mu’ti.
Pada dasarnya, ia melanjutkan, sistem
kerja komputer hanya terdiri atas tiga proses: bagaimana informasi ditangkap,
disimpan, dan digunakan.
Prof. Mu’ti menjelaskan, perkembangan AI
tak lepas dari kemajuan ilmu tentang otak manusia atau neuroscience. Sejak era
1950-an, ketika komputer mulai digunakan secara luas, para ilmuwan sudah mulai
menjajaki hubungan antara sistem komputer, algoritma matematika, dan struktur
kerja otak manusia.
“Di Amerika Serikat, bahkan dilakukan
investasi besar-besaran dalam bidang neuroscience untuk mendorong kemajuan
pendidikan,” ungkapnya.
Ia mengajak peserta menengok fenomena
pendidikan awal 2000-an seperti Quantum Learning dan Quantum Teaching. Kedua
konsep tersebut berangkat dari pemahaman tentang cara kerja otak, dan bagaimana
sistem belajar bisa dirancang agar sesuai dengan struktur dan fungsi otak.
Tak ketinggalan, ia menyebut konsep Mind
Map yang dipopulerkan oleh Tony Buzan.
“Mind Map itu semacam peta konsep di otak.
Dulu kita belajar menulis dari kiri ke kanan secara teratur. Tapi dengan Mind
Map, belajar dilakukan dengan membangun jaringan konsep yang membentuk skema di
dalam otak,” jelas Prof Mu’ti.
Dalam psikologi kognitif, lanjutnya, hal
ini disebut dengan skimata. Ia mengulas pula konsep short-term memory dan
long-term memory. Informasi yang hanya ditangkap sekilas oleh pancaindra
disimpan di memori jangka pendek, sementara informasi yang diulang atau
dikelola dengan baik dapat masuk ke memori jangka panjang.
“Kalau hari ini kita hafal sesuatu, dan
tidak kita ulangi besoknya, maka hanya sekitar 20% yang masih kita ingat. Dan
itulah kenapa ada konsep yang disebut the magical number seven, yaitu kemampuan
manusia mengingat sekitar lima sampai sembilan item,” tutur Prof Mu’ti.
Konsep ini pula yang digunakannya ketika
menjelaskan kepada wartawan tentang “Tujuh Kebiasaan Anak Hebat Indonesia”. Ia
menekankan bahwa jumlah tersebut dipilih agar mudah diingat.
Informasi yang saling terhubung dalam
skema atau jaringan akan membentuk dua jenis pengetahuan: declarative knowledge
(pengetahuan faktual) dan procedural knowledge (pengetahuan prosedural). Setiap
unit pengetahuan dalam skema disebut node—sebuah lingkaran makna yang bisa
saling dikaitkan.
“Sesuatu yang sering kita ulang, yang
terus muncul, akan mudah tersimpan dalam memori. Itulah prinsip algoritma.”
Ia memberi contoh bagaimana ponsel kita
mengenali pola: jika seseorang sering mengetik “Abdul Mu’ti”, maka cukup
mengetik huruf A saja, ponsel akan menyarankan nama tersebut secara otomatis.
Begitulah cara kerja algoritma dalam AI.
“Ini memang agak ilmiah, tapi itu
konsekuensinya karena tema seminar kali ini seperti ini,” ucapnya, disambut
tawa hadirin.
Ia menambahkan, “Nanti saya akan masuk ke
wilayah tarjih, jangan khawatir. Ini bagian psikologinya dulu, supaya tahu saya
punya ilmu psikologi. Jauh-jauh ke Australia belajar ini.”
Ia kemudian menyinggung konsep 3P dalam
proses berpikir dan belajar: pre-search, process, dan product. Tiga tahap ini
menjadi dasar pengembangan kecerdasan buatan.
“Begitulah cara kerja otak kita, bagaimana
informasi itu kita olah, kita simpan, dan kita gunakan. Dan itu pula rumus
dasar dalam membangun AI,” kata Prof Mu’ti. (asnawin)
